-HAPPY READING-
"Aku pembohong handal ketika membohongi diriku sendiri. Kebohongan yang kubuat untuk menutupi kenyataan yang menyakitkan."
Rachel dapat merasakan dirinya tengah ditatap. Ia meyuapkan suapan terakhir mie ayamnya dan dengan cepat mengunyah agar ia dapat segera kembali ke kelas. "Yuk balik kelas," ajaknya setelah meneguk air mineral miliknya.
"Hah, gila lo, gue aja belum kelar," kata Jena menunjuk nasi gorengnya yang baru berkurang setengah.
"Lo emang makannya lama, Jen." Silvia memutar bola matanya lalu menatap jam yang tertera di ponselnya, "Kenapa buru-buru? Masih lima menit lagi istirahatnya," lanjutnya menatap Rachel.
"Ngga sih, males aja lama-lama di kantin," jawab Rachel sembari mengelus bahu kanannya untuk menutupi gugupnya. Ia tahu siapa yang menatapnya, karena itu ia merasa tidak nyaman.
Jena mendengus pelan lalu melanjutkan makannya dengan cepat sebelum bel masuk berbunyi. Saat tengah mengunyah tanpa sengaja ia mendapati seseorang tengah menatap ke arah mejanya. Dengan menyipitkan matanya sedikit, ia dapat mengenali sosok itu dengan yakin.
"Rachel, lo belum maafan sama Kak Gavin, ya?" tanyanya lalu menggerakkan bola matanya ke arah Gavin.
Rachel dan Silvia yang memainkan ponselnya segera mengikuti arah mata Jena. Rachel yang tanpa sengaja menatap mata Gavin segera mengalihkan pandangannya. Ia sudah menduga Gavin yang menatapnya. Namun ia tidak tahu Gavin tengah duduk bersama anak-anak basket termasuk kakaknya.
"Buruan habisin makanan lo," desak Rachel semakin merasa tidak nyaman.
"Kak Gavin ngapain sih liatin mulu, ga enak banget gue anjir," ucap Silvia yang kembali melirik ke arah Gavin. "Lah, lah, kenapa satu meja jadi liat ke sini," lanjutnya terkejut.
Rachel yang mendengar itu mulai menghela napasnya kasar. "Udah yuk, balik kelas aja kita."
Jena mengangguk dan memakan satu suap lagi sebelum meninggalkan meja bersama kedua temannya. "Lo diomongin tuh pasti sama mereka," ucapnya pelan pada Rachel.
"Makanya mending kita minggat," kata Rachel bangkit dari bangkunya.
"Lo hutang cerita sama kita." Silvia menatap Rachel dengan penasaran lalu dibalas anggukan oleh Rachel.
Sementara itu, Gavin yang menatap Rachel telah keluar area kantin mendesah pelan. Ia bingung mencari cara agar gadis itu mau memaafkannya. Suara Revano kembali mengambil perhatiannya.
"Lo jangan liatin Rachel mulu, gue udah bilangin tadi," ucap Revano yang menatap Gavin tajam. Ia sudah mengatakan hal itu sebelumnya pada Gavin, namun tetap saja Gavin tidak mendengarkannya.
"Lo harus bantuin gue, Van." Gavin butuh bantuan Revano.
Revano tertawa mengejek. "Kenapa gue harus?" Ia malas berurusan dengan Gavin terlebih setelah mengetahui masalah laki-laki itu dengan adiknya.
"Rachel adek lo, gue rasa dia mau dengerin lo. Bilang sama dia, gue kek gitu buat dia," balas Gavin.
"Tapi gue ga mau tuh bantuin lo," Revano berdiri berniat meninggalkan tempat duduknya, "Lagian gue rasa Rachel udah bener bersikap kayak gitu ke lo."
Teman-temannya diam tidak mau ikut dalam pertengkaran keduanya, termasuk Alrand. Ia bahkan tidak tahu masalah apa yang terjadi dengan Rachel dan Gavin hingga Revano bersikap seperti ini. Ia hanya menebak-nebak apa yang terjadi antara mereka.
Gavin sedikit tersulut emosinya mendengar perkataan Revano. "Adek lo tuh sok, gue udah minta maaf berapa kali pun dia ga mau denger."
Revano yang baru berjalan beberapa langkah dari sana segera membalikkan badan dan mencengkram kerah baju Gavin. Hal itu membuat teman-temannya yang tadi diam dengan cepat menarik keduanya menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
On The Road
Teen Fiction• c o m p l e t e d • Rachel berpikir, kalau masuk ke tim basket sekolah, ia otomatis akan dekat dengan Firlan, orang yang ia sukai. Namun di tengah jalan, ia harus menelan kepahitan atas tamparan realita yang menampar keras dirinya. Entah dengan...