Hari berikutnya Anne dan Alex meninggalkan Blackstone di pagi buta. Alex mengemudi kembali ke RPH dan langsung bekerja sementara Anne kembali ke apartmentnya untuk berganti pakaian.
Saat Anne berlari menuju lift ada seseorang yang menegurnya. "Kau seperti dikerjar setan." Suara itu mengejutkan Anne. Mahesa berjalan dengan santai masuk ke dalam lift.
"Ini sudah jam sembilan lebih. Sudah sangat terlambat untuk ke RPH." Anne heran kenapa Mahesa sangat santai.
"Santai saja, Anne. Tidak apa terlambat. Alex tidak akan membunuhmu hanya karena terlambat." Seloroh Mahesa.
"Ya, dia memang tak akan membunuhmu tapi akan membunuhku. Aku pernah terlambat sekali karena ban bus yang kutumpangi meletus dan dia sangat marah padaku." Kata Anne dengan ketus.
"Mungkin dia hanya khawatir."
"Kau pikir aku bodoh ya? Aku masih bisa membedakan bagaimana orang yang marah dan khawatir." Anne semakin ketus pada Mahesa. Ia ingat betul bagaimana dulu Alex memasang wajah dingin saat dirinya terlambat.
"Uh.. yah.. jadi kenapa kau kesiangan? Lelah setelah liburan kemarin?"
"Tidak. Tadi pagi Alex mengemudi sangat lambat. Seperti nenek-nenek yang sedang belajar mengemudi mobil." Keluh Anne.
"Memangnya kalian baru mendarat tadi pagi?"
Lift hampir sampai di lantai basement ketika Anne berteriak. "Ya Tuhan! Mobilku masih ada di bandara! Bagaimana aku bisa lupa." Anne seakan tersambar petir ketika ia ingat jika ia tak membawa mobilnya saat pulang kemarin. "Aku boleh kan menumpang mobilmu?" Pinta Anne dengan wajah memelas.
Mahesa tertawa melihat tingkah Anne yang tadi ketus tiba-tiba berubah menjadi memelas. "Tentu."
"Kalau begitu ayooo.. kita sudah terlambat!" Anne menyeret lengan jas yang dipakai Mahesa.
"Pelan-pelan. Sudah kubilang Alex tidak akan membunuh kita." Mahesa menahan Anne yang hampir berlari keluar menuju basement ketika lift terbuka.
***
"Jadi kalian kemarin tidak langsung pulang?" Mahesa mengemudi mobil dengan pelan.
"Iya. Bisakah kau mempercepat lajunya?" Anne kembali ke mode ketus. Sepertinya Mahesa sengaja mengerjainya.
Mahesa kembali tertawa dengan sikap Anne. "Relaks, Anne. Kenapa kau takut sekali kalau Alex marah?"
"Dia seram sekali kalau marah.. tapi bukan hanya itu. Kemarin Alex telah berjanji mau membantuku, jadi aku harus bersikap baik padanya." Anne tersenyum riang saat mengingatnya.
"Membantu apa?" Tanya Mahesa penasaran.
"Dia bersedia menjual Blackstone padaku." Senyum Anne bertambah lebar saat memberitahunya.
"Blackstone?" Mahesa mengerutkan keningnya.
"Rumahku yang dulu. Tempat pertama kali kita bertemu.." Jelas Anne.
Mahesa memutar kembali memorinya. "Aku belum sempat minta maaf soal waktu itu Anne." Topik yang berganti membuat mereka sedikit canggung.
Jujur saja Anne sangat takut waktu itu. Dua orang pria menyergapnya ketika ia tertidur. Bukan sesuatu yang mudah dilupakan. "Tidak perlu. Yang lalu biarlah berlalu. Lagipula. Itu hanya salah paham saja."
Dering ponsel Anne memecah kecanggungan antara Anne dan Mahesa. Anne melotot melihat id yang tertera di ponselnya. "Alex.. dia pasti marah.." gumam Anne. "Hallo Alex." Anne berusaha mengendalikan suaranya agar tidak bergetar. "Aku sedang dalam perjalanan bersama Mahesa.". Terdengar jeda sebentar sebelum Anne menjawab dengan sedikit panik. "Y.. ya. Tentu saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
RomancePrequel Hopeless Anabella Geraldine Parker mengalami musibah bertubi-tubi. Sang mama yang baru saja meninggal merupakan titik awal dimana hidupnya berbalik seratus delapan puluh derajat. Tak selang berapa lama, sang papa ditangkap dan dimasukkan ke...