Anne mengakhiri sesi berenangnya selama hampir sejam. Ia kembali ke kamarnya untuk membasuh diri dan berganti pakaian untuk kemudian sarapan di lantai bawah. Anne sendiri menempati salah satu kamar suit terbaik di hotel itu, bersebelahan dengan kamar Alex dan Mahesa. Ia tak tahu apakah bos dan asistennya itu sudah bangun atau belum karena ia belum juga menerima pesan di ponselnya.
Namun ternyata saat ia turun untuk sarapan, disana sudah ada Alex dan Mahesa. Mahesa yang melihatnya langsung melambaikan tangan untuk mengajaknya bergabung.
Anne melihat hidangan Mahesa telah habis sedangkan di depan Alex hanya ada secangkir kopi hitam saja.
"Kami sudah memesankan sesuatu untukmu." Mahesa mempersilahkan Anne duduk di sampinhnya.
"Terima kasih." Ucapnya. Tak lama hidangan untuk Anne telah disajikan. English breakfast yang lengkap.
"Aku pesan itu juga." Ujar Alex pada pelayan yang sedang menghidangkan sarapan Anne.
"Yes, sir."
"Kukira kau tadi bilang tidak lapar?" Mahesa bertanya sinis.
"Tadi. Sekarang aku sudah lapar." Alex menjawab dengan ringan.
"Aku akan ke pantai jika kau membutuhkanku hubungi saja." Mahesa pamit pada Alex. Anne masih bisa merasakan ketegangan di antara keduanya. Jadi doanya tidak terkabul.
"Bagaimana tidurmu Anne?" Alex mengalihkan perhatiannya pada Anne
"Sangat nyenyak." Tentu saja ranjang yang empuk dan selimut yang lembut membuatnya terbuai dalam mimipi.
English breakfast yang dipesan Alex telah datang. Alex dan Anne makan dalam diam. Alex dengan pikirannya yang kacau karena Anne. Dan Anne yang canggung karena pertengkaran Alex dan Mahesa.
***
Anne menikmati udara laut sambil berbaring di kursi malas dekat pantai. Ia setengah tertidur ketika ada seorang pria yang menyapanya.
"Boleh bergabung?" Pria berperawakan tinggi dan berambut gondrong itu menghalangi pandangan Anne dari laut lepas.
Kalau yang dimaksud pria itu adalah bangku di sebelahnya tentu siapapun boleh memakainya.
"Ya. " Jawab Anne singkat. Ia sama sekali tak ingin berbasa-basi dengan orang itu.
Tetapi sepertinya pria itu punya pikiran lain. “Boleh aku tahu siapa namamu? Namaku Gerald.” Pria itu mengulurkan tangannya.
Anne bangun dari rebahannya. Ia memang menikmati pemandangan dan suasana pantai ini. Tapi jika itu ia sendiri. “Maaf saya harus kembali ke hotel.” Ia memutuskan untuk menghindar.
“Tunggu. Maafkan aku. Aku tak bermaksud mengganggumu.” Pria itu mencegah Anne pergi dengan menggenggam lengannya. Tubuh Anne seketika menegang.
“Lepaskan dia.” Anne bersyukur mendengar suara yang ia kenal. Mahesa menghampirinya dan memasang sikap waspada kepada pria di sebelah Anne.
“Tenang.” Gerald mengangkat tangannya. “Aku hanya ingin mengajaknya berkenalan karena kulihat dia sedang sendirian.”
“Tidak. Dia bersamaku.” Anne menghampiri Mahesa dan berdiri di belakang pria itu.
“sorry, man.” Pria itu berlalu menjauhi mereka.
“Terima kasih.” Ucap Anne dengan lirih.
“Aku tahu kau punya trauma, tapi tidak disebutkan dalam catatanmu apa penyebabnya.” Anne membisu saat Mahesa menyinggung tentang traumanya. “Kuharap kau bisa segera mengalahkan traumamu, Anne. Dunia ini luas sekali, sayang jika kau hanya berada di satu tempat saja meski kau merasa nyaman. Tapi nyaman saja tak selalu aman. Akan ada kejadian seperti ini lagi dan kau harus bisa menghadapinya.”
“Aku sudah puluhan kali mencoba. Ke psikolog bahkan psikiater. Mereka cukup membantu, tapi ini tidak bisa hilang secara singkat. Dulu duniaku hanya sebatas rumah dan rumah sakit." Anne membayangkan kembali salah satu titik balik dalam hidupnya yang menyakitkan. Tubuhnya bergidik dan ia segera menghilangkan bayang-bayang hitam yang mencekik. “Aku sudah lebih baik daripada dulu. Mungkin masih butuh sedikit waktu lagi” Anne sendiri sudah menghentikan kunjungannya ke psikolog setahun belakangan karena keuangannya yang tidak memungkinkan. Tapi kini ia sudah memulainya lagi. Ia sudah empat kali datang ke tempat praktek psikolog yang menanganinya dulu.
"Kalau begitu kau mau mencoba sesuatu denganku?" Mahesa mengulurkan tangannya.
Sejenak Anne ragu tapi ia segera menerima uluran tangannya dan menggemgamnya.
Mahesa mengajaknya ke bibir pantai untuk menikmati air laut. Mereka menikmati ombak yang menyapu lembut kaki mereka. “Aku tahu hatimu sedang patah, Anne. Dan kepercayaanmu pada laki-laki semakin menipis. Mungkin satu-satunya pria yang saat ini kau percayai hanya ayahmu. Benar begitu?” Tebak Mahesa. Anne hanya mengangguk ringan tanpa melepaskan pandangannya ke laut lepas. “Tapi bisakah kau menambahnya denganku? Anggap saja aku sebagai kakakmu yang hilang” Canda Mahesa. “Kau tidak punya saudara laki-laki kan?”
“Tidak.”
“Jadi apa kau mau mencobanya? Mempunyai saudara laki-laki?” Mahesa kembali menawari Anne.
Anne tersenyum lembut pada Mahesa. “Aku akan mencoba.” Jawabnya.
Tak disangka ada ombak cukup besar yang datang dan menggoyahkan kaki Anne. Badannya setengah tercebur ke dalam air.
"Sepertinya kau butuh latihan kekuatan." Mahesa membantu Anne berdiri lagi. "Mau kukenalkan pada seorang trainer?"
"Jadwal Alex yang padat sudah padat. Kupikir itu juga termasuk latihan fisik." Kegiatan Alex memang terkadang padat sampai Anne harus berlari mengimbangi pria itu.
"Tidak.. tidak..tidak.. itu bukan workout yang sesungguhnya. Kau mau jenis olahraga apa? Akan kucarikan pelatihnya, satu dua jam di akhir pekan saja." Mahesa terus membujuk Anne.
"Apapun asal trainer nya seorang perempuan." Putus Anne.
***
Alex sedang fokus berbicara pada GM hotelnya di pinggir kolam renang ketika dua pasang asistenya mengalihkan perhatiannya.
"Beberapa selebriti memang sekarang banyak yang meminta diskon bahkan bebas menginap dengan dalih endorsement yang ditukar dengan exposure mereka. Saya pikir hal-hal tersebut tak terjadi di hotel kita, tapi baru-baru ini bagian PR melapor jika banyak sekali selebriti yang menghubungi kita untuk.. Sir?" Pria berumur pertengahan tiga puluhan itu mengikuti arah pandang atasannya ke pinggir pantai. Disana ia melihat sepasang pria dan wanita tengah bersendau gurau sambil berpegangan tangan dan menikmati air laut.
"Kita sudah punya kerjasama dengan agensi yang tepat untuk masalah periklanan. PR kita sudah mengambil langkah yang tepat untuk itu." Alex menanggapi GM nya tanpa mengalihkan perhatiannya dari interansi dua asistennya. Rahangnya mengetat kala Mahesa dengan tanpa canggung menyentuh Anne. Sebenarnya Mahesa hanya membantu Anne berdiri saat terseret ombak, tapi entah kenapa hati Alex bergejolak tak terima. Ia buru-buru turun ke pantai meninggalkan GM nya yang terheran-heran melihat tingkah atasannya yang tiba-tiba saja gusar.
"Mahesa, aku ingin membicarakan sesuatu sebentar."
Dan begitulah. Alex memisahkan Anne dan Mahesa dengan sangat mudah. Ia memberi tugas mendadak untuk terbang dan mengecek masalah pembangunan hotelnya di kota lain. Sementara ia dan Anne akan pulang lebih awal.
Liburan berakhir lebih cepat. Tapi tidak menghilangkan kesenangan yang telah Anne dapatkan. Bahkan sampai ia meninggalkan pulau eksotis itu, tak sekalipun pikirannya tertuju pada mantan kekasihnya.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
RomancePrequel Hopeless Anabella Geraldine Parker mengalami musibah bertubi-tubi. Sang mama yang baru saja meninggal merupakan titik awal dimana hidupnya berbalik seratus delapan puluh derajat. Tak selang berapa lama, sang papa ditangkap dan dimasukkan ke...