Part 10

173 12 0
                                    

Rambut Anne terlihat berantakan dan mencuat kemana-mana, napasnya tersengal dan hampir tersandung saat masuk lift. Untunglah seseorang masih menahan pintu untuknya.

"Terima kasih, Sir."

"Rapikan dirimu, Anne."

Wajah Anne memerah melihat penampilannya sendiri pada pantulan dinding lift. Ini akibat lalu lintas gila di awal pekan dan angkutan umum yang penuh sesak. Dan lebih parahnya lagi, bus yang ia tumpangi tiba-tiba mogok. Sial, ini sudah jam delapan lebih dan ia tiba bersamaan dengan atasannya. Seharusnya ia tiba lebih dulu dan menyiapkan keperluan Alex.

"Maaf, saya permisi dulu." Setelah pintu lift terbuka, Anne segera berlalu ke toilet untuk merapikan penampilannya.

"Anda mau kopi apa sir?" Anne buru-buru menuju bar sesudahnya dari toilet.

"Arabika, tanpa gula." Alex sudah terlihat sibuk memandangi monitor sambil menggerakan tetikusnya.

"Silahkan." Secangkir kopi arabika kental Anne taruh di meja Alex.

"Kenapa hari ini terlambat Anne?" Alex mengajukan pertanyaan tanpa memandang Anne sama sekali.

Anne tahu atasannya pasti menanyakan hal ini karena melihatnya dalam keadaan berantakan tadi. Sebenarnya ia belum terlambat tadi, tapi ia tak mau menyanggah atasannya. "Saya terlambat bangun dan bus yang saya tumpangi mogok."

Mendengar jawaban Anne, Alex langsung mengalihkan perhatiannya dari monitor. "Bus?" Alex terdengar heran. Ia mengira itu hanya tipuan Anne. "Atau mungkin kau hanya lelah menghabiskan akhir pekanmu dengan seorang pria? Aku tak melarangmu untuk berhubungan dengan pria, tapi kuharap hal itu tidak mengacaukan profesionalitasmu pada pekerjaan ini." Wajah Anne menampakkan kebingungan. "Biar kuperjelas. Bersama seorang dokter misalnya. Oh, itu sungguh brilian kupikir, memenuhi salah satu fantasi yang hebat. Apa kalian juga mengenakan kostum dokter dan suster sewaktu melakukannya? Jangan gunakan adikmu untuk berpura-pura Anne."

Entah kenapa senyum miring Alex membuat Anne bergidik. Dan ketika pemahaman akan kata-kata Alex sampai ke otaknya, wajah Anne terasa panas. Ia yakin warnanya pasti sudah merah sekali. "Anda tidak berhak membawa-bawa adikku. Dan meskipun dugaan Anda sangat salah tentang akhir pekan saya, apapun yang saya lakukan dengan Adrian bukan urusan Anda." Suara Anne bergetar, ia tak pernah benar-benar marah pada siapapun seperti ini. "Bahkan kita sama-sama tahu kalau pagi ini saya sama sekali tidak terlambat. 5 menit sebelum waktu kedatangan tidak bisa dianggap sebagai terlambat bukan?"

Anne keluar dari ruangan Alex tanpa pamit. Darahnya mendidih karena amarah akan penghinaan Alex yang sama sekali tak berdasar. Darimana dia bisa berpikiran sekotor itu. Alex sendiri entah kenapa senang melihat kemarahan Anne. Wajah gadis itu jadi memerah penuh emosi. Bukan lagi ekspresi datar atau kemuraman yang selama ini ditampilkan.

"Mahesa?" Alex segera menghubungi Mahesa yang belum datang ke kantor. Bahkan Mahesa yang sering terlambat pun tak pernah dicecarnya. Tapi melihat Anne yang tergopoh-gopoh dengan rambut yang kusut masai membuatnya gusar. "Cari tahu tentang adik Anne dan dimana dia." Perintahnya singkat.

"Oke. Selamat pagi Mr. Mahesa, bisakah kau memberikan saya info tentang adik dari Annabella Parker dan keberadaannya saat ini?" Terdengar tawa Mahesa yang telah berhasil menuntut sapaan dari Alex. "Sialan kau, secepatnya! Atau kau kupecat!" Bentak Alex. "Aku tidak sedang mu.." Apapun sangkalan yang ingin Alex lontarkan diurungkan oleh Alex karena sambungannya telah diputus oleh Mahesa. "Brengsek."

Alex membaca isi map laporan keuangan bulan ini untuk mengalihkan kejengkelannya. Tapi tak sampai sepuluh menit, ponselnya berdering dan menampilkan nama salah satu personal asistennya.

"Namanya Clarissa Anastasya Parker. Umur 16 tahun, rambut hitam, mata amber. Hmm.. kupikir seperti milik Anne. Tinggi 165, golongan darah A."

"Bisakah kau ucapkan 'Hallo' dulu sebelum menyemburkan ludahmu?" Alex membalas sindiran yang tadi diberikan Mahesa.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang