"Good morning, Miss? May I help you?" Seorang resepsionis cantik menyapa Anne dengan ramah. Cepolan rambutnya yang tinggi dengan seragam yang tanpa cela membuat prajurit garda terdepan hotel ini memiliki tampilan memikat namun profesional.
"Selamat pagi. Saya mempunyai janji dengan Ibu Regina Sebastian." Ucap Anne dengan mantap. Si resepsionis agak tertegun mendengar pelafalan bahasa Indonesianya yang fasih. Ia pasti mengira Anne adalah orang asing karena berambut cokelat madu dan warna matanya amber, keemasan. Ia memakai summer dress warna hitam polos dipadukan dengan blazer hitam berpola bunga mawar warna abu-abu. Hanya itu pakaian semi formal yang ia anggap cocok untuk dipakainya hari ini.
Setelah menguasai keterkejutannya si resepsionis mengangkat gagang teleponnya. "Maaf, dengan nona siapa?"
"Anabella Geraldin Parker." Anne menyebutkan nama lengkapnya.
"Baik, nona. Tunggu sebentar ya." Resepsionis itu menekan beberapa tombol dan menunggu seseorang menjawabnya untuk memberitahukan kedatangan Anne.
Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Anne dipersilakan untuk naik ke lantai dua puluh.
"Dua puluh?" Lagi-lagi Anne dibuat ragu. Memang sudah dipastikan RPH tidak menolak kehadirannya, dan lagi yang membuat Anne berani datang kemari adalah karena yang menghubunginya kemarin adalah seorang wanita. Tapi tempat pertemuan di lantai dua puluh adalah hal aneh. Biasanya restaurant hotel berada di lantai paling bawah begutu juga dapurnya. Anne melamar sebagai asisten manager food and beverage dan dipersilahkan untuk bekerja dalam masa percobaan hari ini. Lalu mengapa ia harus naik ke atas.
"Mari saya antarkan Anda, Nona."
"Tidak perlu." Anne tersenyum sungkan. Seorang pelamar sepertinya tak sepantasnya diantar segala.
"Tidak apa-apa, Nona. Ini perintah Ibu Regina sendiri." Si resepsionis memberi kode pada temannya untuk menggantikan sebentar dirinya. "Mari ikut saya."
Anne mengikuti si resepsionis tanpa berkata apapun lagi. Semula Anne berfikir akan menggunakan lift yang ada tak jauh dari meja penerima tamu, tapi si resepsionis terus berjalan terus sampai ke ujung hingga menemui sebuah lorong. Lorong tersebut rupanya menyembunyikan sebuah lift khusus para eksekutif. Anne semakin aneh dengan hal ini.
Resepsionis tadi menekan angka 20 dan menggesek sebuah kartu pada sebuah slot yang ada di dekat pintu lift. Lift itu adalah jenis lift kapsul dengan material kaca tembus pandang hingga Anne bisa merasakan kakinya sedikit gemetar saat benda itu mengantarkannya ke atas. Tapi ketegangan itu hanya sesaat dan berganti dengan ketakjuban akan pemandangan kota yang terhampar di depannya.
suara bel lift yang halus menandakan Anne harus segera mengakhiri keterpesonaannya pada pemandangan kota dan memantapkan hatinya untuk bertemu calon atasannya.
"Silahkan, Nona Parker. Ruangan Ibu Regina ada di ujung lorong." Si resepsionis mempersilakan Anne untuk keluar lift.
Sepanjang lorong Anne hanya mendapati beberapa lukisan abstrak dan pintu lift yang ia kira sebagai lift umum. Anne berhenti tepat di depan pintu kayu dengan pernisan yang masih mengkilap. Ia mengambil napas dalam-dalam lalu membuangnya. Baiklah, ini dia.
Anne mengetuk pintu dengan mantap. Ia harus menunggu beberapa detik sebelum sebuah suara halus seorang perempuan mempersilakannya masuk. Anne memutar knop pintu di depannya dan mendorongnya pelan.
Sebuah jambangan berkaki tiga tinggi menopang anggrek kuning adalah hal pertama yang Anne lihat saat pintu terbuka. Ia menengok ke kanan dan menemukan seorang wanita hamil sedang berusaha bangkit dari kursinya dengan agak kesusahan.
"Selamat pagi, nona Anabella. Saya Gina, Sekretaris Bapak Curtiz."
Siapa Bapak Curtiz? "Anne saja." Anne menyalami Gina, orang yang menghubunginya kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
RomancePrequel Hopeless Anabella Geraldine Parker mengalami musibah bertubi-tubi. Sang mama yang baru saja meninggal merupakan titik awal dimana hidupnya berbalik seratus delapan puluh derajat. Tak selang berapa lama, sang papa ditangkap dan dimasukkan ke...