Part 13

156 18 3
                                    

Beberapa jam setelah kepergian Alex, saat Anne sedang menyanggul rambutnya, ia mendapat kiriman berupa sepatu dengan kombinasi warna perak dan warna seperti gaun Anne. Ia juga menerima tas tangan berwarna perak yang cantik dan headpiece berupa sisir tiara yang tak kalah cantik. Hiasan kepala itu cocok sekali dengan sanggul chignon klasik yang dibuat Anne.

Anne tak bisa menahan senyumannya kala melihat barang-barang pemberian dari Alex. Adrian dulu sering membelikannya baju atau yang lainnya. Tapi sejak kasus ayahnya, Anne menolak segala pemberian barang dari Adrian. Lagi pula ia tidak memerlukan banyak baju lagi karena akan menambah sempit tempat tinggalnya.

Hal yang paling enggan Anne kenakan dari pemberian Alex adalah kalung tadi. Sebenarnya kalung itu sungguh cantik, liontinnya berbentuk mawar yang kelopaknya ditaburi berlian. Ada perasaan janggal saat Anne memakainya. Ia ingin malam ini cepat berlalu dan ia akan segera menanggalkan perhiasan itu.
Anne tak banyak memulaskan riasan di wajahnya ia hanya memakai lipstik dan riasan mata agar kulitnya tak terlihat terlalu pucat.

Saat Anne mencoba sepatu dari Alex, terdengar ketukan di pintu kamarnya. Ia hampir terpeleset saat buru-buru berjalan ke arah pintu. Nomor sepatunya pas di kaki Anne namun hak sepatu itu terlalu tinggi bagi Anne.

Aroma cologne serta aftershave yang memikat tercium saat Anne membuka pintu kamarnya. "Selamat malam Anne." Mata Alex memindai Anne dari kepala sampai kaki. Anne terlihat luar biasa biasa cantik. Batin Alex. Dan yang paling menyita perhatiannya adalah kaki jenjang Anne yang memakai stiletto perak. Ia tak pernah meragukan kinerja Diana saat meminta tolong untuk memilihkan wardrobe. Saat Diana mengiriminya foto sepatu itu, Alex sempat ragu itu akan cocok karena umur serta kepribadian Anne. Akan tetapi sepatu itu justru mampu membuat kaki Anne tampak lebih jenjang. Dan begitu menggoda. Tambah Alex dalam hati.

"Selamat malam, Alex." Alex menghentikan fantasi apapun yang ada di otaknya ketika mendengar sapaan Anne. "Sebentar, aku hampir siap." Anne membiarkan pintu terbuka sementara ia ke dalam dan memasukkan ponsel serta dompetnya ke tas tangan. "Mari kita pergi se.. Alex?" Anne menegur pria yang berdiri di depan pintu kamarnya karena tampak melamunkan sesuatu.

"Oh, a.. ayo." Tersadar dari lamunannya Alex sedikit tergagap karena malu akan jalan pikirannya.

Malam ini Alex menggunakan jasa supir untuk mengemudikan rolls royce klasik menuju gedung Adhyaksa Building. Ia mengenakan setelan jas sewarna gaun Anne yang juga dipesannya dari Diana. Selama perjalanan, Alex sibuk dengan pikirannya yang dipenuhi penampilan Anne yang berbeda jauh dengan kesehariannya yg selalu memakai celana panjang dan kemeja yang itu-itu saja. Memang kadang Anne memadukan pakaiannya dengan blazer, tapi celana panjangnya tak pernah absen. Celana panjang keparat itu rupanya menyembunyikan betis indah yang menggiurkan. Dan seharusnya ia memberitahu Diana kalau calon pemilik sepatu yang ia pesan masih berumur sembilan belas tahun. Mungkin sekarang Alex tak akan melirik diam-diam pada kaki-kaki itu.

"Um.. kita sudah sampai. Apa kau perlu sesuatu?" Anne kembali harus menegur Alex yang malam ini tampak tidak berkonsentrasi.


Hampir saja Alex menjawab 'tungkaimu.' "Tidak." Alex menjawab cepat dan segera keluar dari mobil yang terasa gerah. Padahal sepanjang perjalanan pendingin mobil telah dinyalakan.


Alex menawarkan lengannya pada Anne yang disambut ragu-ragu. Gadis itu hanya menyelipkan tangannya tanpa mau menggenggam erat lengan Alex. Sebenarnya Anne sangat gugup dengan acara ini. Ia jarang berada di keramaian. Gala dinner yang pernah ia hadiri adalah dari rekan kerja ayahnya. Yang mana itu tak semewah acara ini.

Alex merasakan genggaman Anne kian mengerat kala mendekati pintu masuk utama. "Ada wartawan." Suara Anne tercekat. Ia melihat para wartawan memenuhi lobi gedung.

MoonlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang