Anne sudah hampir terlelap setelah aksi menegangkan tadi saat sebuah tangan membekap mulutnya. Detak jantung yang sudah mereda kini kembali berpacu lebih kencang dari sebelumnya. Ditambah lagi kini ada sepasang tangan lain yang mencekal kakinya yang mencoba menendang membabi buta untuk melepaskan diri.
Tidak terpikir olehnya bahwa si pencuri yang berhasil diringkusnya tadi memiliki kawanan. Dan kini semuanya sudah terlambat. Tangannya telah diikat, tubuhnya diseret dari ranjang dengan paksa. Pikiran Anne dipenuhi oleh kengerian akan kemungkinan-kemungkinan yang akan dialaminya. Dibunuh? Diperkosa? Anne ingin menjerit mendapati pemikiran seperti itu tapi sumpalan di mulutnya meredan suaranya. Bayangan akan masa lalunya menyeruak begitu saja dan memaksa air matanya turun.Tidak! Itu tidak boleh terjadi! Tapi, walau bagaimanapun Anne memberontak, tenaganya tak akan sebanding dengan dua pria yang berhasil membawanya ke lantai bawah Blackstone.
Kematian sepertinya sudah ada di depan mata Anne. Ia ketakutan sekaligus sedih membayangkan ayah dan adiknya. Ayahnya mungkin bisa bertahan tapi bagaimana dengan Clary? Anne tak sanggup membayangkan nasib Clary tanpa dirinya, adik kecil yang begitu ia sayangi.
Cahaya minim dari senter para pencuri ditambah lagi air mata yang memenuhi matanya membuat Anne tak bisa melihat dengan jelas. Ia sayup-sayup mendengar suara mobil disela-sela rintikan hujan. Hawa dingin langsung menyentak saat Anne dibawa keluar. Apa mereka akan membunuh Anne dan melemparkannya ke sungai? Atau lebih ngerinya lagi, tubuhnya akan dipotong-potong dan dibuang untuk menghilangkan jejak mereka. Salah satu dari pencuri itu mendorong Anne masuk ke mobil dan segera setelah itu mobil melaju meninggalkan Blackstone.
***
"Ini hanya kesalahpahaman kalau begitu." Pria bermata hijau kelam itu menatap tajam lawan bicaranya.
Anne merasa sedikit lega mendengarnya. Ia tak harus dituntut karena menerobos properti milik orang lain terlebih karena menganiaya seseorang. Tapi sejujurnya, siapa yang menyakiti siapa. Lihatlah bilur merah di pergelangan tangannya, juga garis merah di kedua pipinya karena tali pengikat yang membungkam mulutnya. Bahkan tangannya masih gemetaran akibat kejadian tadi. Beruntung tadi ada seorang polwan yang berbaik hati memberinya teh hangat. Semua orang di kantor polisi mungkin punya pandangan yang sama saat Anne dan dua orang pria masuk ke kantor polisi. Seorang korban kekerasan yang ingin melapor. Tak ada yang menyangka jika gadis dengan rambut acak-acakan, wajah merah dengan bekas air mata serta kamisol kusut itu yang menjadi terlapor. Mereka hanya menatap Anne dengan iba seperti korban perkosaan.
"Ya, sepertinya begitu Pak Brandon." Seorang polisi berusia. Pertengahan tiga puluhan dengan segan membenarkan lawan bicaranya. Ia merasa tak enak menerima laporan seperti ini. Sebenarnya gadis itu salah karena telah memasuki bangunan yang telah disita dan juga memukul orang, dan pria bersetelan jas hitam ini juga salah. Ia tadi mengatakan telah memiliki Blackstone padahal bangunan itu masih menjadi sitaan pemerintah karena milik tersangka kasus korupsi. Bangunan itu belum terbukti jadi salah satu kasus pencucian uang. Ia tahu betul karena terus mengikuti beritanya.
Benarkah Blackstone jadi milik orang ini. Melewati sudut matanya Anne melirik pria yang ada disebelahnya. Ia tak sanggup menegakkan wajahnya karena seluruh ruangan ini dikelilingi oleh pria. Beberapa polisi dan juga beberapa pria yang terlihat kumuh dan bengis. Para pria kumuh itu bahkan menatapnya dengan terang-terangan. Membuatnya gugup setengah mati dan terbata saat menjawab pertanyaan dari polisi
"Kalau memang seperti, bisa kita selesai sampai disini saja?" Seorang pria yang sedari tadi hanya menunggu tak jauh dari meja pengaduan angkat bicara. "Nona itu tak tahu kalau rumahnya sudah terjual. Dan kami akan memakluminya. Jadi, bolehkah kami pergi sekarang?"
Polisi di depan Anne terlihat ragu. "Baik kalau begitu, kalian semua boleh pergi."
"Terima kasih atas bantuannya Pak." Pria disebelah Anne bangkit dan mengulurkan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight
RomancePrequel Hopeless Anabella Geraldine Parker mengalami musibah bertubi-tubi. Sang mama yang baru saja meninggal merupakan titik awal dimana hidupnya berbalik seratus delapan puluh derajat. Tak selang berapa lama, sang papa ditangkap dan dimasukkan ke...