Part 22🍁

1.6K 95 3
                                    

"Bang, masakin gue nasi goreng dong. Gue kangen banget deh masakannya Abang," Icha tiba-tiba datang di hadapan Kenzo yang sedang duduk anteng di kursi ruang tamu. Tak lupa ia memegang bukunya.

Akhir-akhir ini Kenzo lebih sering bergumul dengan bukunya. Ditambah lagi dengan tugas Osis yang ia jalani, membuatnya semakin sibuk sendiri.

"Lu bisa buat sendiri, kan? Masih punya tangan? Gunain tuh tangan sekali-kali," tolak Kenzo dengan mulut pedasnya tak mengalihkan perhatiannya dari bukunya.

Icha memberengut kesal, bukannya ia tak mau memasak. Tetapi, ia benar-benar ingin memakan masakan  buatan Abangnya sendiri. Sudah lama ia tak mencicipinya.

Selain pintar dan tegas, Kenzo juga jago dalam bidang memasak. Beruntung sekali istri Kenzo kelak.

Icha selalu berdoa punya suami yang baik dan bertanggung jawab seperti Ayahnya dan Abangnya. Apa iya bisa seberuntung itu?

"Ya masih bisalah, tapi kan gue pengen makan masakan Abang. Dah lama banget gak nyicipi masakan Abang lagi," Icha menggoyang-goyangkan lengan kanan Kenzo membuat fokus Kenzo langsung buyar.

Kenzo menutup matanya guna menahan rasa emosi yang meletup-letup. Ia tak suka diganggu apabila sudah seserius ini, "ya udah gue bikinin. Tapi, habis itu gak usah ganggu gue dulu oke?" perintah Kenzo dengan penuh penegasan. Yang berarti ucapannya tidak bisa dibantah.

Icha manggut-manggut tanda mengerti, buru-buru ia mendorong Kenzo menuju dapur agar segera memasak makanan untuknya. Kenzo yang didorong seperti itu berjalan malas menuju dapur.

Demi apapun, Kenzo lebih suka bergumul dengan bukunya yang penuh dengan angka-angka yang banyak dibandingkan dengan ocehan Icha sekarang yang minta ini itu.

Kenzo bersabar, ia tak boleh melakukan tindakan konyol atau kasar terhadap adiknya. Bagaimanapun, Icha adalah adik satu-satunya walaupun kadang ngeselin minta dihujat.

"Semangat masaknya Abang ganteng," Icha menyoraki dengan kepalan tangan mengacung ke atas tak lupa senyumnya yang merekah.

Kenzo mendelik kesal, giliran seperti ini ia akan dipuji. Sabar, Nzo dia adikmu. Kalo saja temannya, sudah dipastikan ia akan menjejelkan kaos kakinya dengan manis di mulut temannya tersebut.

"Duduk bagus lu disitu. Gak usah petakilan heboh kek orang stress," sewot Kenzo dengan menyolot.

Katakan saja, hari ini Kenzo merasa sensi. Dari kejadian tadi di sekolahnya sampai sekarang, Kenzo selalu nyolot dan marah-marah tak jelas.

"Abang ih marah-marah mulu. Awas lu kalo marah terus, jodohnya diseruduk kerbau."

"Heh, apa hubungannya dodol?" delik Kenzo kesal menanggapi omongan Icha sekaligus tangannya bergerak lincah memotong bawang sama cabe.

"Ya adalah, Abang aja yang gatau. Iye kan?" Icha bertanya dengan nada menyolot. Tak lupa duduk di kursi dengan antengnya tanpa berniat membantu Kenzo untuk memasak.

"Diam ajalah, gak usah ngajakin gue ngomong. Gue mau masak," tukas Kenzo yang kini mengoseng-osengkan bumbunya tak lupa ia memasukkan nasi dan telur.

"Idih, yang ngajakin Abang ngomong siapa? Gue lagi ngajakin setan kok," sewot Icha kesal.

"Oh, lu mikir gue setan hah? Oke, gue gak mau ngasih nih nasi goreng sama lu." Kenzo menakut-nakuti Icha dengan ancamannya.

Oke, kali ini Icha menurut.
"Abang kan ganteng, Icha minta maaf ya? Siniin nasi gorengnya" pinta Icha dengan menggunakan puppy eyesnya yang membuat siapa saja akan luluh.

Tetapi, tidak dengan Kenzo. Ia sudah kebal, ia tak boleh tertipu oleh tipu muslihat adiknya ini.

"Ibing kin ginting, Ichi minti miif yi? Siniin nisi giringnyi," Kenzo menirukan kata-kata Icha dengan menye-menye yang sedikit di lebih-lebihkan.

RACHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang