Semenjak kejadian itu, Icha makin uring- uringan gak jelas di kamarnya. Ingin menangis tapi tak bisa, mengingatnya saja memang membuatnya sakit hati. Apalagi, kata kata Raka yang membuatnya sakit hati. Namun, karena dibutakan cinta membuatnya tak bisa membenci Raka.
Kenzo yang kebetulan lewat dari depan kamar Icha menoleh sebentar dan masuk ke kamar adiknya itu. Ia menghela napas gusar melihat Icha seperti tak punya semangat hidup sekarang ini.
"Kamu kenapa hem" tanya Kenzo dengan mendaratkan pantatnya di tepi kasur Icha.
Icha langsung duduk tegap dan menatap Kenzo dengan mata sembapnya akibat menangis berjam-jam.
"Icha sedih hiks, masa Icha dibilang murahan tadi" keluh Icha sambil menitikkan airmatanya.
Kenzo menarik Icha ke dekapannya dan menghapus airmata Icha dengan ibu jarinya "Gak usah sedih, mau abang kasih pelajaran sama dia hem" tanya Kenzo dengan prihatin.
Ia tak tega melihat adiknya menangis karena lelaki lain, bahkan ia sendiri aja tak pernah membuat adiknya ini menangis. Jujur, Kenzo merasa marah dan tak terima adiknya dipermalukan di depan umum seperti itu.
"Gak usah bang, biarin aja. Lagian ini salah Icha kok, gegara aku nembak dia di depan umum. Harusnya Icha lebih tau lagi gimana dampak nya nanti." tutur Icha berusaha tegar untuk menyakinkan Kenzo.
Kenzo mengangguk pasrah, mau bagaimanapun Icha akan tetap keras kepala tak mau dibantu walaupun sudah ditawari. Katanya pengen mandiri dan menyelesaikan masalah nya dengan sendiri. Kalo gak sanggup, baru deh boleh dibantu.
"Ya udah tidur gih, jangan nangis lagi. Nanti matanya kek panda lagi terus jontor ke lantai, kan gak lucu" canda Kenzo sedikit dan tentu saja, Icha ikut terkekeh dan mengangguk tulus.
Icha mulai memejamkan matanya, mencari posisi yang aman agar tidur nya nyenyak. Menangis seharian pasti menguras tenaga kan? Icha juga butuh tenaga untuk itu. Kenzo menatap adiknya dengan tatapan tulus, seakan- akan ia tau apa yang adiknya itu rasakan.
Kenzo menarik langkahnya keluar dari kamar Icha dan melirik ke arah Icha yang sudah tertidur pulas dan menutup pintu nya.
****
Di tempat lain, di rumah Raka. Teman- temannya datang katanya menghabiskan makanan sekaligus melepas rindu sama ibunya Raka.
"Syalom, Mom" kompak ketiganya dengan suara lantangnya membuat Yani membuka pintu dan melihat sahabat Raka yang sudah berdiri anteng di depan, tak lupa dengan senyuman mautnya.
"Syalom, Nak. Mau ketemu Raka ya?" tanya Yani ramah membuat ketiganya mengangguk dengan cepat.
Yani mempersilahkan mereka masuk, "kalian ke atas aja nanti Momy bawain makanan."
Mereka bertiga dengan langkah lihai menaiki tangga menuju kamar Raka.
Tanpa sopan santunnya mereka memasuki kamar Raka, katakan saja seperti itu. Karena Yani, momy nya Raka pernah bilang anggap saja sebagai rumah sendiri. Membuat ketiganya besar kepala."Buset, Bro. Melamun aja" ujar Devan membuat Raka tersentak kaget dan kembali menetralkan raut wajahnya dengan tatapan datar.
"Kalo masuk ketuk dulu" ketus Raka sinis.
"Ngapain diketuk, kata momy aja anggap rumah sendiri. Ya udah gue masuk aja" timpal Reygan dan duduk lesehan di atas karpet.
"Ngapain ngelamun" ujar Devan lagi membuat Raka menoleh dan berjalan mendekati ketiganya dan duduk di samping Reygan.
"Gapapa" jawab Raka singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RACHA
Teen FictionMaaf typo banyak bertebaran, mohon krisannya kak:) "WUAHHH,,, MATA MILIK RAKA LUCU DEH PENGEN PELUK. SINI SINI ICHA PELUK," teriak histeris Icha membuat siswa melotot tak percaya. Tatapan tajam milik Raka di bilang lucu? Gila nih cewek batin mereka...