Part 16🍁

1.5K 101 14
                                    

Saat bel istrahat berbunyi banyak siswa langsung bergegas ke kantin untuk mengisi perut kosongnya, lain halnya dengan Icha dkk. Meta, Alin dan Nina menyeret paksa Icha menuju ke belakang sekolah untuk meminta penjelasan yang sedari tadi tertunda. Maklumin saja, tingkat kekepoan mereka tak terelakkan lagi.

"Kita duduk sambil sandar di pohon Mangga yang pernah kita curi itu aja," pungkas Alin yang tiba-tiba teringat akan kejadian dulu.

"Ya udah kuy lah," jawab Nina sambil mengipaskan wajahnya dengan telapak tangannya.

Mereka lantas duduk sambil bersender disana dengan menselonjorkan kakinya lurus ke depan.

"Disini adem banget, ceritain dong Cha gimana bisa lu bareng Kenzo tadi," tanya Meta yang dilanda rasa penasaran yang akut.

"Gini, kalo gue ngomong jangan dipotong. Cukup diam terus pasang telinga baik-baik," ujar Icha memperingati mereka.

Mereka lantas mengangguk dengan semangat sambil menyiapkan pendengarannya agar setiap kata yang Icha lontarkan tak ada yang mereka lewatkan.

"Maaf karena gue bohong sama kalian, bukannya bermaksud gimana tapi, emang gue yang mau buat nutupin semuanya," lirih Icha yang semakin membuat mereka penasaran.

"Apaan Cha?" tanya Nina yang sudah dirundung rasa penasaran.

"Kenzo itu sebenarnya abang kandung gue, maaf selama ini gue gak bilang ke kalian," jawab Icha dengan menunduk takut membuat temannya kecewa padanya.

Mereka membelalak tak percaya dengan mulut terbuka lebar saking terkejutnya. Mereka masih tak percaya seolah-olah Icha ini adalah keluarga dari Pradigma.

"Omaigatt... tampar gue Nin, gue lagi mimpi atau gimana?" desak Alin sambil memegang tangan Nina dengan paksa sambil mendekatkan ke arah pipinya.

Nina yang tak mau kehilangan kesempatan lantas menampar kuat pipi Alin. Toh juga karena disuruh sang empunya.

Plakk

Icha dan Meta meringis ngilu mendengar tamparan yang amat keras itu, Alin yang kena tamparan mematung sambil mengerjapkan matanya yang mencerna apa yang terjadi.

Ia memegang pipinya yang perih dan lantas menatap berang ke arah Nina yang sudah cengar-cengir tak jelas.

"Kenapa lu tampar hah?" kesal Alin tak terima.

"Kan elu yang nyuruh, ya gue lakuin lah," jawab Nina enteng tanpa merasa bersalah.

Alin mendengus kasar dan memilih diam daripada melanjutkannya.

"Gue masih belum percaya aja suerr Cha, kalo lu itu anaknya Pak Chandra," pungkas Alin lagi dengan ragu.

Icha menghela napas pelan, "kalo gak percaya juga gapapa sih," tutur Icha tanpa panjang lebar.

"Pantesan aja pas kita waktu itu jemput lu pas hang-out, ngerasa gak asing aja tuh sama rumah," papar Meta yang mulai mengingat-ingat detail yang berlalu.

"Hehehe, kalo gak percaya kapan-kapan deh gue ajak lu pada mampir sekalian nginap di rumah gue," jawab Icha menyakinkan agar temannya tak menaruh rasa curiga lagi terhadapnya.

Mereka lantas mengangguk dengan cepat, kapan lagi mereka bisa menginap dan tidur bareng. Mungkin itulah awal pertama kalinya bagi mereka untuk tidur berempat, dan menghabiskan waktu seharian bersama.

Mereka lantas mengobrol sesekali bercanda ria, tak lupa dengan Nina yang membuat Alin merasa geram terhadap Nina.

Persahabatan yang unik bukan? Semoga saja bisa bertahan lama seperti ini, tanpa adanya perpecahan.

RACHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang