13. [BMB]

8 1 2
                                    

Jika kamu sakit hati, jika kamu insecure, jika kamu menangis. Dunia di luar sana masih berjalan dengan normal. Dunia tidak akan menghentikan waktunya untuk menunggumu sembuh. Dunia tidak memiliki tanggung jawab atas dirimu. Kamu sendirilah yang harus bertanggung jawab terhadap dirimu untuk segera sembuh. Ingat! Untuk berproses kamu tidak memiliki banyak waktu.

Entah dari mana bisikan itu berasal yang pasti kata-kata itu muncul saat Raihan sedang mandi. Iya, kata-kata itu tiba-tiba terekam di otak Raihan saat dia sedang di kamar mandi. Luar biasanya, membuat dia termotivasi untuk memulai hari ini dengan lebih baik.

Langkahnya semakin mantap menapaki jalanan dan pergi ke kampus untuk bertemu teman-teman. Saat sampai di pintu gerbang gedung perkuliahan Raihan menarik nafas kemudian mengembuskannya pelan, hal itu iya lakukan berulang kali.

Saat di depan kelas dia melihat sosok tak asing akan berjalan ke arahnya. Raihan menarik kedua sudut bibir ke atas. "Hai, Kakak!" sapa Raihan pada sosok yang sudah ada di depannya.

Astaga apakah mencoba sembuh dari sakit hati akan membuat orang mendapat energi sepositif Raihan? Dan menjadikan orang itu luar biasa percaya diri.

"Hai, juga," sahut Dimas dengan senyum mempesona, hal yang membuat Raihan shock, ternyata Dimas mengenalnya. "Mau masuk kelas sekarang?"

"Iya," jawab Raihan seraya menganggukkan kepala.

"Yaudah, kalau gitu kakak ke ruang BEM dulu ya. Sampai jumpa di komunitas, Raihan kan namamu?"

"Iya, Kak, Raihan. Sampai jumpa juga," balas Raihan sambil melambai tangan ke arah Dimas yang melanjutkan langkahnya. Raihan sendiri baru meneruskan langkah setelah Dimas hilang ditikungan koridor. Betapa terkejutnya Raihan saat masuk pintu beberapa teman sekelasnya berjejer di dekat pintu masuk.

Ada apa, pikir Raihan.

Raihan menoleh kebelakang mencoba menemukan objek yang teman-temannya pandang. Namun, tidak ada.

"Liat siapa, kalian?"

"Kamu!" jawab teman-temannya itu serempak.

"Hah! Aku kenapa?" tanya Raihan keheranan.

"Ngapain kamu ngobrol sama ka Dimas?" tanya salah satu temannya balik.

Sekarang Raihan tahu letak kesalahannya dimana. Ternyata Dimas yang membuat temannya jadi aneh pagi ini.

"Ya—" Baru Raihan ingin membuka suara.

Salah satu temannya menarik tangan Raihan. Menuju salah satu bangku dan memaksa Raihan duduk di sana. Teman-temannya sendiri mengambil posisi duduk melingkari Raihan.

"Kalian nggak mau nge-bully aku kayak di TV karena aku nyapa cowok yang katanya populer tadi 'kan?" tanya Raihan pada teman-temannya. Namun, mereka serempak menggeleng kepala ke kiri dan kanan.

Alhamdulillah, batin Raihan. Setidaknya teman-temannya ini tergolong waras.

"Jadi apa yang mau kalian tanya? Kenapa aku bisa ngobrol?" Semua temannya menjawab dengan anggukan kepala.

"Aku yang nyapa Kak Dimas duluan," jelas Raihan.

"Hah!" respon semua teman Raihan dengan bibir yang terbuka lebar dapat dimasukkan donat satu biji. Sangat lucu dan kompak.

"Ih ... kok kalian aneh sih pagi-pagi."

"Kamu yang aneh, nyapa Kak Dimas di kampus lagi. Nggak takut kelihatan dosen kamu terus ditegur," sembur Rini salah satu temannya.

Raihan langsung menepuk jidatnya sendiri. "Hah, kok lupa sih," katanya dengan nada sedikit teriak, "tapi nggak kelihatan siapa-siapa kan tadi?"

"Kelihatan lah," ucap Puja.

"Sama siapa?" tanya Raihan panik.

"Kita!" jawab teman-temannya serempak. Membuat Raihan ingin mejitak kepala teman-temannya itu satu persatu.

Sudah menjadi peraturan kampus, mahasiswa dan mahasiswi tidak boleh sembarangan bertemu. Kecuali, ada kepentingan yang mendesak. Kalau "Say, hai!" Macam Raihan tadi kalau ketahuan sudah masuk ruang sidang para pengurus kampus. Untunglah masih ada kebaikan yang terjadi di awal hari ini.

Raihan bangkit dari duduknya, segera mengambil langkah menuju kursi paling depan, tanpa memperdulikan teman-temannya yang mungkin sudah bubar. Meletakkan tas di atas meja, mengeluarkan hedseat dari dalam tas dan langsung menyumpal telinganya sendiri. Masih ada waktu sekitar lima menit sebelum dosen masuk. Raihan duduk dengan damai di kursi kemudian memejamkan mata untuk meresapi apa yang sedang ia dengar.

Terlalu hanyut dalam lantunan Al-Quran yang di dengar, Raihan sampai tidak sadar kalau dosennya sudah masuk dan duduk tepat di hadapannya saat ini. Bahkan kini dosennya sedang berjalan ke arah Raihan dan mengetuk-ngetuk meja Raihan dengan telunjuk. Raihan tidak sadar-sadar juga, matanya masih terpejam. Suasana di kelas pun sudah tegang.

Mata Raihan terbuka saat dia sadar hedseatnya tercabut, tidak lagi bersuara. Betapa terkejutnya dia saat melihat ada dosennya sekarang tepat dihadapannya. Bahkan hapenya sudah berpindah tangan kepada sang dosen.

"Yang kamu lihat tadi yang ini?" tanya sang dosen pada Raihan sambil menunjuk salah satu thumbnail di layar hapenya. Dengan rasa takut, khawatir, dan perasaan campur aduk lainnya Raihan mengangguk.

Dosen Raihan pun maju dan mengangkat hape Raihan sebatas dada dan memperlihatkan layar hape Raihan pada teman-temannya. Kemudian apa yang di dengarkan Raihan dengan hedseat tadi diputar keras-keras. Semua orang tertawa.

"Kamu kenapa?" tanya dosennya.

"Nggak papa, Pak. Takutnya ada jin aja yang nempel di saya, makanya dengerin ayat ruqyah," jawab Raihan.

Lagi-lagi teman Raihan tertawa.

"Yasudah. Bapak kembalikan hapemu."

Setelah hapenya dikembalikan, Raihan menggerutu. Dia bertanya-tanya, "Apa yang salah dari mendengar ayat ruqyah?". Bagus lagi, supaya jin malas nggak nempel. Ah, bisa jadi juga teman-temannya tertawa karena reaksi dosen mereka tadi. Raihan jadi ingin mengatakan saranghae untuk dosennya.

💙💙💙

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan Mimpi BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang