1. [BMB] Raihan

117 35 62
                                    

Lagu wajib Nasional yang berjudul "bangun pemudi pemuda" ciptaan A . Simajuntak diputar disalah satu TV swasta. Membangkitkan semangat jiwa muda siapa saja yang mendengarnya, kecuali Raihan.

Bangun pemudi pemuda Indonesia
Tangan bajumu singsingkan untuk negara
Masa yang akan datang kewajibanmu lah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

Sudi tetap harus jujur dan ikhlas
Tak usah banyak bicara dan terus kerja keras
Hati teguh dan lurus pikiran tetap jernih
Bertingkah laku halus hai putra negri
Bertingkah laku halus hai putra negri...

"Tuh, Raihan dengerin!" kata Bapak Mardoni- ayah Raihan- pada anak bungsunya yang asyik main hape. "Bangun! Jangan makan, tidur terus," lanjut beliau mendikte kegiatan Raihan yang monoton setiap harinya setelah Raihan dinyatakan lulus SMA.

Bagaimana reaksi Raihan? Dia mendelik pada ayahnya dan berkata, "okey, sip."

pernah kalian mendengar ungkapan klasik. "Besar tiang dari pada pasak." Mungkin ungkapan tersebut cocok untuk menggambarkan sosok Raihan.

Raihanah adalah putri bungsu dari pasangan Mardoni dan Fatinah yang akrab dipanggil Raihan. Gadis berusia 18 tahun, umur yang tidak relevan jika dibanding dengan kelakuannya. Mempunyai banyak mimpi, menjadi pelukis, penulis, serta menjadi motivator. Sayang tidak ada satupun mimpinya yang mulai menunjukkan hilalnya akan terwujud. Karena hobinya REBAHAN.

Menjadi motivator? Jika kakaknya mendengar hal ini, mungkin kakaknya akan tertawa terpingkal-pingkal atau langsung mem-bully Raihan. Sejatinya yang sangat butuh motivasi itu adalah Raihan sendiri.

"Apa yang kamu mainin di hape itu? Lihat hape ketawa, nanti mainnya agak lama mukanya di tekuk kayak orang kesal." tanya bapak Mardoni.

Yang diucap pak Mardoni ada benarnya. Seharian kalau tidak tidur Raihan sibuk dengan hape-nya yang membuat dia tiba-tiba tertawa atau paling parah menangis. Mungkin jika orang baru melihat kelakuannya, ia akan dianggap seperti orang yang kurang secara rohani. Namun lebihan secara jasmani karena badannya agak lebar, hehehe. Apakah ini trmasuk body shamming? Iya, tapi ini kenyataan. Raihan juga membenarkan hal itu.

"Bapak..., aku tu baca novel di hape." Yang dikatakan Raihan memang benar. Dia adalah salah satu dari sekian banyak penikmat platform baca dan tulis novel gratis, Wattpad. Bermacam-macam genre novel ia baca. Membuat dia akhir-akhir ini berambisi ingin menulis novel seperti penulis-penulis favoritnya.

"bohongin orang tua!"

Lha, siapa yang bohong, batin Raihan.

"Maksud, Bapak?"

"Bapak juga tahu orang baca novel itu ada bukunya, di hape mana ada. Alasan kamu, awas kalau pacar-pacaran." Raihan hanya mendengus. Salah dia, bapaknya mana tahu zaman sudah secanggih ini. Ketika orang lain sibuk mengganti hape dengan yang smartphone, orang tuanya masih setia dengan hape yang ada senternya dan warna layarnya hitam putih.

"iih... Bapak beneran aku tu, aku baca novel, nggak pernah aku pacaran," sanggahnya.

Memang benar Raihan tidak pacaran. Pernah kakak kelasnya di SMP mencoba mendekatinya, mengirim pesan denga isi penuh perhatian. Apa yang dilakukannya? Dia mencari bala bantuan, kakaknya- bernama Raimuna yang diminta membalas pesan-pesan berbau modus tersebut. Seminggu setelah itu, saat Raihan bepapasan dengan kakak kelasnya, beliau buang muka. Ck! Beliau?

Sangking tidak pernahnya pacaran. Saat kelulusan SMA, Raihan dan temannya kumpul- kumpul, mereka bertanya "Rai, sebenarnya kamu pernah pacaran nggak sih? Kami itu penasaran dari dulu pengen nanya ini." Jawabannya tentu tidak.

Raihan perempuan normal kok, masih bisa naksir cowo. Dia memang tidak mau pacaran saja.

"Awas! Kalau ketahuan." Ancam bapak lagi.

"Aduh, Pak. Aku tu baca novel... serius. Nanti ya... Bapak lihat. Aku juga bakal nulis novel, kalau terbit bapak pasti bangga." Raihan berucap dengan mata yang berbinar-binar. Sudah halu saja. aksi woy, aksi!

"Jangan bilang aduh pamali." Entah di tempat kalian, kalau di kampung Raihan mengucap 'aduh' itu katanya pamali. Karena terdengar sepeti keluhan. "Lagian mana ada penulis kurang wawasan."

Raihan memberengut kesal. "Bapak... bukannya didoain malah dikatain."

Bapak Mardoni hanya tertawa keras.

"Sudah-sudah." Fatinah ibu Raihan datang dari dapur menengahi. "Raihanah, ini lho kardusnya mau di masukin apa lagi? Ibu sudah masukin pasta gigi, sabun mandi, sabun cuci, hanger."

Rencananya memang besok Raihan mulai merantau untuk kuliah. Dan kebiasaan turun-temurun yang dilakukan dari zaman kakaknya, setiap berangkat wajib membawa kardus yang isinya bahan pokok. Lumayan lah sebulan pertama irit pengeluaran.

Raihan berjalan ke dapur meninggalkan bapaknya, mengambil makanan ringan, mie instan lima bungkus dimasukkkannya ke dalam kardus, gayung kecil untuk mandi.

Setelah semua barang masuk. Raihan dan Ibunya mengikat kardus tersebut dengan tali. Agar isinya tidak jatuh kemana-mana saat dibawa.

"kalau di sana nanti jangan malas ya... bangun pagi, cucian bajunya jangan di tumpuk, hidup sesuaikan dengan kondisi di sini, jangan ikut-ikutan gaya, teman beli baju baru kamu beli juga. Ingat bapak dan Ibu cuma petani. Syukur-syukur bisa kuliah. Belajar yang benar jangan banyak jalan." Wejangan Ibu Fatinah.

Raihan yang mendengar dadanya terasa sesak. Matanya mulai berkaca-kaca. Tapi bagi Raihan pantang menangis di depan keluarga. Beda cerita waktu kecil katanya.

"Contoh kakakmu, dapat beasiswa dari kampus karena jadi wisudawan terbaik. Nanti kamu juga harus kayak gitu. Biar nggak susah cari kerjaan, masuk hutan keluar hutan, panas dan hujan-hujanan kayak Ibu sama Bapak." Hati Raihan yang haru berubah dongkol. Dia paling anti kalau dibanding-bandingkan. Menurutnya kisah hidup, apa yang didapat masing-masing orang itu tidak dapat disamakan.

Hal ini umum sebenarnya, kebanyakan orang tua memang suka membandingkan anaknya, jika tidak dengan saudara, ya... dengan anak tetangga.

"Baik, Ibu," ucapnya malas.

Setelah memastikan kardus terikat sempurna. Raihan berjalan ke teras rumah. Menikmati sore terakhir sebelum dia benar-benar dinobatkan jadi anak rantau yang akan kembali 6 bulan sekali. Kehidupan keras penuh tantangan akan ia jalani.

Tidak ada lagi suasana damai khas pedesaan yang ada hanya bising suara mesin kendaran tidak ketinggalan debu polusinya. Suara-suara burung berkicaupun pasti jarang terdengar. Namun ada hal yang jika ia ingat selalu membuat dia bahagia, ia bisa bertemu orang baru, menambah wawasan dan pengalaman. Mungkin akan dapat dirangkai menjadi cerita apik yang membuatnya selangkah lebih dekat dengan salah satu mimpinya, penulis.

"Raihanah, masuk! Hari sudah sore ni."

Raihan menuruti perintah ibunya. Saat masuk dia menatap heran ibunya.

"Bu, kenapa gamis semua?" tanyanya. Melihat baju yang di masukkan ibunya ke dalam tas yang akan dibawa besok.

"Kan masuk asrama harus pakai gamis."

ASRAMAAAA!! teriak Raihan dalam hati.

💙💙💙

Orang lain tidak akan peduli dengan apa yang kamu impikan

Karena yang harus peduli dengan impianmu hanya kamu sendiri

Orang lain hanya peduli hasil

14 Mei 2020
kalau mampir voment, ya!

Bukan Mimpi BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang