8. [BMB] Physical Distancing

25 10 9
                                    

Dua gadis itu menyusuri jalan raya, di tengah matahari yang sedang terik. Peluh mengalir di dahi mereka, sesekali diusap dengan lengan baju. Tidak modal sekali membeli tisu. Mereka, Raihanah dan Abel Dayanti.

Jika biasanya sebelum pulang ke asrama, mereka mampir dulu ke warung kecil di seberang jalan yang berhadapan dengan gerbang kampus, siang ini tidak. Mereka lelah karena harus masuk tiga kelas non-stop tanpa istirahat.

Tadi Raihan juga sering meminta izin untuk mencuci muka saat di kelas, karena mengantuk.

"Nanti kalau masuk tiga kelas lagi, kita pakai sepeda aja ke kampus," ucap Abel.

Abel memang punya sepeda, tapi dia memilih berjalan kaki. Katanya hitung-hitung olahraga. Padahal bersepeda juga termasuk olahraga.

"Aku ditumpangi, Nih?"

"Tapi gantian, Rai ... boncengnya," kata Abel.

Membahas tentang sepeda mengingatkan Raihan akan sesuatu, "Bel, aku boleh pinjam sepeda!"

"Raihanah! Panggil aku 'Abel' bukan 'Bel' aku nggak suka," protes Abel.

"Ampun, Doro!" ucap Raihan sambil menangkup kedua telapak tangan di depan dada.

"Ihh ... Raihanah ngeselin," rengek Abel.

Raihan tertawa melihat wajah cemberut temannya.

"Abel, boleh aku pinjam sepeda!" ucap Raihan sekali lagi dengan nada memohon.

"Buat apa? Kapan?"

"Aku mau ketemu teman-teman LP. jam tiga sore sih jadwalnya."

Abel mengingat-ingat apakah dia ada kegiatan juga sore ini. Namun, sepertinya tidak ada.

"Boleh, emang ketemunya di mana?"

"Katanya sih di tugu taman Pahlawan itu. Jauh kan, ya? Ada jalan tikus sih ke sana. Cuma harus melewati jembatan gantung dan tanah di sekitar jembatan itu kata teman-teman yang lain sedikit longsor gitu," jelas Raihan.

Abel mengangguk paham.

"Yaudah, pakai aja. Tapi aku nitip."

"Nitip apa?" tanya Raihan.

"Kamu kan berangkat lewat jalan raya, sebelum lampu merah itu ada penjual pukis, nah aku nitip."

"Oke."

Tidak terasa langkah mereka sudah terbawa sampai ke depan asrama. Mereka pun segera membersihkan badan, kemudian salat dan makan.

Jika setelah kegiatan makan Abel tidur, berbeda dengan Raihan dia justru tak mengantuk sama sekali, tidak seperti saat di kampus Raihan sangat mengantuk. Padahal setengah hari ini sangat melelahkan.

Raihan beberapa kali menatap jam, berharap waktu cepat berjalan untuk hari ini saja. Dia sudah tidak sabar.

💙💙💙

Raihan menganyuh sepeda dengan semangat, meski beberapa kali kesal dengan mobil atau motor yang tiba-tiba mengklakson dari belakang. Bahkan dia hampir mengumpat siapa saja yang mengklaksonnya. Padahal tujuan pengendara itu baik memberi isyarat agar Raihan tidak menjalankan sepedanya ke tengah jalan. Tapi kaget katanya, terlalu nyaring.

Mungkin Raihan ingin suara klakson itu di pelankan seperti suara peluit misalnya. Logisnya saja, mana bisa kedengaran kalau suara klakson kurang nyaring dari suara mesin kendaraan itu sendiri.

Raihan menyusuri jalan raya, sesekali dia turun dari sepedanya karena harus menaiki jembatan. Kakinya ngilu kalau tetap menganyuh di jalan menanjak. Akibat laama tidak olahraga, hampir tidak pernah sama sekali. Setiap kali ingin joging pasti cuma ada niatnya saja. Merealisasikannya malas mulu.

Bukan Mimpi BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang