10. [BMB] Cerpen Pilu

33 9 18
                                    

Raihan sibuk menulis sesuatu di buku catatannya di kantin kampus. Ujian tahsin telah dia laksanakan tanpa hambatan berarti. Hanya saja dia lupa dengan cerpen yang harus dikumpul hari ini.

Beberapa mahasiswi yang mengenal dan menyapanya pun tidak dihiraukan. Fokus adalah hal yang diperlukan Raihan saat ini.

Sebentar lagi ada kelas. Tulisannya hanya ada dua baris. Bingung. Raihan menggaruk kepalanya yang tertutupi kerudung.

Apa yang ia bilang nanti saat pertemuan. Apa akan dimarahi? Tidak cukupkah di asrama saja dia malu, terus dimarahi.

Ayo Raihan masih ada 10 menit lagi sebelum kelas masuk. Raihan menyemangati diri sendiri. Namun, sampai waktu yang tersisa ide, kosakata, inspirasi tak kunjung muncul.

Raihan memilih masuk kelas. Hari ini jadwalnya persentasi.

Saat persentasi dimulai ada hal tak mengenakkan terjadi. Makalah yang disusun kelompok Raihan kurang baik. Bab 1 yang harusnya ditulis 'pendahuluan' malah ditulis 'pembukaan'.

"Itu mau tulis latar belakang makalah apa mau tulis teks pembukaan UUD," olok salah satu temannya. Semua mahasiswa yang menyaksikan tertawa.

Teman-teman sekelompok Raihan tentu menyalahkannya. Karena dia mengambil bagian editing, harus bertanggung jawab sebelum makalah sampai ke tangan dosen.

"Sabar," ucap Abel berusaha menguatkan. Ketika kelompok Raihan sudah selesai berdiskusi.

Sabar tidak sabar memang harus sabar, pikir Raihan. Toh, memang dia yang berbuat salah. Mau menyalahkan yang lain juga tidak mungkin.

Padahal perjuangannya mengedit makalah itu tidak segampang yang dipikirkan temannya. Memperbaiki typo, penjelasan yang janggal dan tidak masuk akal. Bahkam setelah semua selesai dia lupa menyimpannya lagi. Terpaksalah dia harus begadang sampai jam satu dini hari.

Tapi semua yang terjadi pasti mengandung hikmah, kedepannya Raihan harus lebih teliti.

💙💙💙

Melupakan semua yang terjadi di kampus. Sekarang Raihan kembali menganyuh Bella. Menyusuri kota Amuntai. Seperti pertemuan sebelumnya lagi-lagi Raihanlah orang yang pertama datang. Tapi sayang pangeran bermotor gede tidak datang.

Raihan nekat turun padahal cerpennya belum jadi. Terserah mau dimarahi, katanya.

Menunggu cukup lama. Akhirnya satu persatu anggota lingkar penulis datang. Tidak ada yang menyapa Raihan karena beberapa sibuk memperbaiki dan membaca kembali cerpen yang ditugaskan.

Raihan ingin melakukan hal yang sama, tapi cerpennya hanya dua baris. Bagian mana yang akan diperbaiki kalau begini.

Setelah beberapa materi sudah disampaikan pun Raihan tak menemukan batang hidung Adimas. Dia dari tadi celingak-celinguk mencari pria itu.

"Materi selesai. Sekarang waktunya member baru membacakan cerpen yang dibuat, ke depan."

Raihan menghela napas panjang. Kenapa dibaca ke depan, sih? Dikumpul aja kek, biar aku nggak ketahuan nggak bikin.

"Roni, Sinta, Enes...." Nama-Nama yang dianggil untuk membacakan karyanya.

Semoga aku keluapaan dipanggil, harap Raihan. Namun harap sekedar harap. Namanya tetap dipanggil. Dia terus-terusan menunduk. Bahkan saat beberapa anggota mendesaknya membaca untuk mempersingkat waktu. Raihan hanya menggigit bibir bawah bagian dalam.

Bukan Mimpi BiasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang