"Gue kayak nggak kenal Rama ketika dengan mudah mengiakan permintaan dari PH tadi."Andra padahal sudah menyiapkan mental kalau-kalau Rama akan mengamuk di tengah-tengah rapat. Rama tentu saja mendengar jelas ketika satu ide dicetuskan oleh perwakilan PH dan tidak ada bantahan apalagi idealisme seorang Rama yang biasa diagung-agungkan. Dia menerima ide itu, bahkan tanpa pikir panjang. Tidak ada yang Andra bisa lakukan selain menganga sepanjang rapat singkat itu.
"Ada saatnya idealisme gue tinggal di rumah." Mereka sedang dalam perjalanan menuju bandara, setelah sebelumnya mampir ke kantor agensi karena mendadak ada pertemuan dengan perwakilan PH pagi ini.
"Gue masih belum percaya. Lo bukan orang yang mau ngeladenin hal kayak gini."
"Harusnya lo seneng, Ndra. Gue nggak bikin lo ribet kali ini. Coba gue nolak sambil maki mereka, lo juga yang kena."
"Gue mesti seneng ya lihat lo mengkhianati prinsip sendiri?" Andra miris. "Lo pikir ini bakal berhasil? Gimana kalau jadi bumerang? Lo bisa beneran kehilangan Sheila, Ram."
"Gue mau fokus kerja, Ndra. Urusan hati, mau gue lupain bentar."
Andra tidak bicara lagi. Menyerah daripada mereka harus bertengkar.
***
"Nggak bisa dibiarin!" Disusul dengan gebrakan meja. "Nggak bisa!"
Meira yang pertama bereaksi dengan melempar bantalan leher ke Bobby. Sheila lebih memilih menunggu kehebohan apa yang akan terjadi.
"Gue udah nahan ini dari kemarin!!"
"Apaan, lo ngomong apaan?" Memang hanya Meira yang sudi menanggapi. "Ambeien lo pecah?"
"Naudzubillah, kalau ngomong diperes terus disaring dulu!"
Sheila tidak sabaran. Dia menoleh. "Lo lagi lihat gosip siapa?"
Dengan heboh, Bobby membalik layar ponselnya ke arah Sheila. "Lihat, dari kemarin Lambe posting Rama sama Nadhira mulu. Pertanda apa coba? Nggak bisa dibiarin ini, mesti didukung!"
"Coba, lihat." Layar lalu berpindah ke Meira. Menyipitkan mata, mencoba membaca caption dari kubikelnya.
Bobby menurunkan ponselnya. "Ya kan lo bisa baca sendiri di HP lo. Tangan gue pegel."
"Gue lupa kalau lo menyimpan cadangan lemak di lengan."
Mengabaikan sindiran itu, jemari-jemari gempal Bobby kemudian mengetik cepat di atas layar. "Gue mesti komen, demi apa pun gue mesti komen. Kalau bisa jadi top comment!"
"Mereka mau main film bareng." Sheila memberi alasan masuk akal.
"Terus mereka gimmcik?" Bobby selesai dengan urusan kolom komen. Menggeleng-geleng dengan penuh penjiwaan. "Gue nggak peduli mereka gimmick atau nggak, yang jelas gue setuju mereka deket. Ntar lama-lama juga suka beneran. Gue bakal kawal mereka sampai married!"
Mulut durjana Meira semakin menyebalkan. Dia menggulir layar sambil berkomentar. "Kalau yang di nikahan Sandra kemarin, gue kaget. Ini yang postingan kedua, lagi di bandara tadi pagi ya? Mau berangkat bareng ke Bali kali. Hmm, serasi banget nggak sih? Dari belakang kayak suami istri mau honeymoon. Gila, komennya sampai puluhan ribu. Isinya ... isinya pada ngedukung nih. Rata-rata sama. Akhirnya bisa lihat Rama deket sama perempuan yang kerja satu lingkungan. Lah, emangnya mereka nggak ingat sama Rinjani Aria?"
"Pada nggak suka sama dia. Rama sendiri juga kelihatan risi digosipin sama itu perempuan."
"Kali ini bakal berlayar dong kapalnya? Secara fans kedua belah pihak mengaminkan." Meira nyengir. "Beruntung banget sih si Nadhira."
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTERTASTE ✔
Romance[family-romance] Bagi Sheila, kehadiran Rama kembali di hidupnya membawa bencana. Setelah lima tahun mengakhiri hubungan, Sheila tidak tahu jika tiba baginya untuk kembali bersinggungan dengan lelaki itu. Yang Sheila tidak tahu juga adalah mereka y...