Chapter 8

15.2K 2.3K 95
                                    

On mulmed: Boyce Evenue—Never Enough (cover)

————————

Rama cukup lama memandangi foto di laman instagram Lambe. Saking seriusnya, Andra sampai tidak ingin mengganggu—membiarkan sahabatnya sebentar-sebentar nyengir. Dia sempat mengintip barusan apa yang sedang Rama pandangi, jadi tidak perlu bertanya.

Namun, akhirnya gatal bertanya. "Sheila nggak telepon?"

Tanpa mengalihkan mata, Rama balik bertanya. "Buat apa?"

"Ngomel karena dia kena gosip gara-gara lo."

"Nggak."

"Lo nggak coba minta maaf?" Ya siapa tahu Sheila merasa dilecehkan—bisa saja kan, namanya dendam mantan. Apa saja bisa dipermasalahkan. Dicari-carikan alasan untuk semakin membenci mantan.

"Nggak punya nomornya. Nanti pas ketemu aja."

Andra terkekeh, sedikit mengerti hubungan keduanya yang berkembang aneh. Sheila yang dingin dan Rama yang mupeng pengin balikan—orangnya belum curhat, tapi sudah kelihatan.

"Lo sadar nggak sih, Ram, kalau lo terlalu kentara?"

Rama menurunkan ponsel, menoleh ke Andra. "Kentara gimana?"

"Bucin ke mantan."

Reaksi yang Rama berikan hanya ringisan. Dia setuju dengan tudingan Andra padanya. Sulit untuk disangkal. Andra ini, bukan orang lain. Rama tidak perlu main rahasia-rahasiaan.

Andra menuding Rama yang kembali nyengir. "Tuh, tuh. Lo pasti seneng kan muncul di akun Lambe. Kayaknya cuma lo aja yang girang kena gosip. Gue malah curiga, habis ini lo sengaja ngasih bukti ke Lambe kalau kalian pernah pacaran."

"Nggak selamanya gosip itu negatif, Ndra."

"Iye, buat lo kagak, buat Sheila sebaliknya. Gue jamin dia mencak-mencak sekarang."

Rama kembali ke ponsel. "Sok tahu lo."

***

"MONYETTTT!!!"

Bobby yang kebetulan sedang makan pisang, langsung tersedak-sedak. Meira terlonjak dari kursi dan ponselnya jatuh berdebam ke meja. Dia menepuk dada, mengasihani jantungnya. Dia kemudian menoleh cemas ke Bobby dan Sheila secara bergantian. Dia harus pilih yang mana. Menolong Bobby atau mengamuk ke Sheila?

Oke. Dia akan diam di tempat saja. Lebih aman. Jadi dia hanya memutar kursi. Menopang kepala dengan satu tangan. Setelah melihat Bobby sudah bisa mengatasi batuknya, Meira duduk menyerong ke kubikel Sheila. Sudah tahu penyebab kenapa Sheila mengumpat, dia barusan lihat di akun Lambe—sebelum Sheila mengumpat dan membuat ponselnya terpelanting ke meja, untung layarnya tidak retak.

"Cel, lo mestinya banyak bersyukur."

Sheila yang juga terperanjat dari kursi, kembali duduk dan melempar ponselnya ke sudut meja, sempat mengenai monitor. Meira dan Bobby hapal tabiat Sheila yang diam-diam menghanyutkan. Jadi mereka tidak lagi terkejut. Bagi mereka, Sheila adalah permukaan air danau yang tenang—kadang kelewat tenang, tapi sekali kena usik, berubah jadi ombak. Kebayang nggak kalau danau ada ombaknya?

Apa sih. Meira jadi melantur. Pokoknya begitu.

"Nih, pertama, lo digosipin pacarnya Rama." Meira mulai mengutarakan pendapatnya. "Sesuatu yang jadi impian jutaan wanita di luar sana, termasuk gue."

Sheila mengembuskan napas. Mencoba mengabaikan suara Meira.

"Kedua, penonton di Youtube makin banyak. Lagian sebagian besar isi komen bilang kalau kalian cocok kok. Cantik dan ganteng. Ya ada sih yang hujat, gue nemu pas scroll tadi. Tapi cuma beberapa, tenang aja, Iceeeeeel!" Entah kenapa Meira jadi semangat begini, alih-alih cemburu.

AFTERTASTE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang