"Ini kopinya siapa?"
Ada satu cup kopi hangat di meja Sheila pagi ini.
Meira menyahut tanpa menoleh. "Oh, itu. Barusan dianter OB."
"Gue nggak pesen kopi."
"Dari penggemar baru lo kali." Bobby angkat suara sambil memotong kuku.
Sheila menimbang cup kopi sebentar, sebelum meletakkannya kembali. Duduk dan menawarkannya ke Bobby. "Mau kopinya, Bob?"
"Gue takut kalau itu ada sianidanya."
"Yaelah. Konservatif banget." Meira mendorong kursi ke kubikel Sheila. "Sini, buat gue aja."
"Mental gratisan."
Meira membalas sengit. "Nggak usah munafik."
Sheila melepas mantelnya dan menyalakan komputer. Dipa pulang pagi ini dengan muka ditekuk. Katanya pengin ketemu Rama lagi, tapi Dipa harus paham jika aktor sesibuk Rama bukanlah teman yang seenaknya bisa ditelepon lantas datang dalam hitungan menit.
"Beruntung banget ya, perempuan yang pernah dicintai Rama." Mumpung belum ada pekerjaan, Meira mencomot topik random, sambil sesekali menyesap kopi.
Bobby mengoreksi. "Masih dicintai sampai sekarang."
Pastilah mereka sudah menodong ke Baim sebelum diunggah nanti malam. Sheila tidak akan menimbrung dan memilih pura-pura bodoh. Baru juga berniat seperti itu, Meira sudah menyeretnya dalam percakapan.
"Cel, lo nggak deg-degan ditatap Rama kayak gitu?"
Sheila mengedikkan bahu. "Emang tatapan dia kenapa?"
"Coba ya gue yang di posisi lo, udah kayak styrofoam disiram bensin!" Meira terdengar ragu. "Lo normal 'kan, Cel?"
"Gue curiga nih anak satu, saking lama sendiri, hatinya udah memfosil." Bobby mendukung Meira.
"Kalian tuh berlebihan banget, tahu. Rama itu biasa aja, kayak kita-kita. Dia nggak sesempurna Dewa Yunani. Kalau kalian sering lihat dia, juga bakal bosen."
Bobby mencibir. "Lagak lo udah kayak mantan yang ditinggalin pas lagi bucin-bucinnya. Jadi berasa mau menggal orang-orang yang berani muji-muji doi di depan elu."
GUE EMANG MANTANNYA! Sheila mengusap dada. Menarik dan mengembuskan napas. Menyabarkan diri.
"Biarin, Bob. Ntar kita ketawain aja kalau Icel udah kena batunya."
Sheila mengabaikan. Sama halnya dia yang tidak mau ambil pusing dengan si Pengirim Kopi. Mungkin cuma orang iseng yang salah alamat.
Namun, asumsi Sheila terpatahkan dengan cepat.
Hari berikutnya, datang kopi yang sama di mejanya. Kali ini Bobby yang mendapat jatah kopi gratis. Sheila lagi-lagi tidak ingin menebak siapa gerangan orang jail yang membelikan dia kopi.
Hari ketiga, Sheila mulai terusik. Dia menatap kopi itu lama-lama sebelum akhirnya kena serobot Meira.
Hari keempat, nama Rama semakin keras bergema di kepalanya. Lelaki itu berpotensi besar menjadi tersangka. Tapi tidak mungkin. Sheila lalu meralat pikirannya sendiri.
Hari kelima pun demikian. Sheila masih enggan meminumnya. Kali ini Baim yang kebetulan lewat mendapat rezeki kopi gratis.
"Eh, apaan nih? Lo ultah, Cel?" Baim menerima cup kopi yang tiba-tiba dijejalkan ke tangannya. Tanpa ragu langsung menyesapnya.
Bobby yang baru datang, mendekat ke Baim. "Awas, kopi sianida. Udah lu minum?!"
"Ud-" Baim membelalak panik, tapi melihat wajah Bobby dia sontak mengumpat. "Kampret lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTERTASTE ✔
Romance[family-romance] Bagi Sheila, kehadiran Rama kembali di hidupnya membawa bencana. Setelah lima tahun mengakhiri hubungan, Sheila tidak tahu jika tiba baginya untuk kembali bersinggungan dengan lelaki itu. Yang Sheila tidak tahu juga adalah mereka y...