"Aku pulang."
Lalisa melepas sepatunya. Ia memasuki rumahnya yang terlihat sunyi. Rumah yang tadinya selalu ramai itu semakin sepi semenjak Jisoo dan Jennie pergi merantau. Kini keramaian rumah hanya diisi oleh ibu mereka yang cerewet dan berisik.
"Oh, Lisa, kau sudah pulang. Bagaimana hari pertamamu bekerja? Rosie bilang Chanyeol bekerja di sana dengan temannya si pemilik perusahaan itu. Apa kau dekat dengannya?"
Lalisa menghela napas panjang. Ia bahkan belum sempat duduk tapi ibunya telah berceloteh tanpa henti. Sambil berjalan ke dapur untuk mengambil air, Lalisa menjawab. "Mom, aku baru saja pulang dan aku lelah."
"Jangan berlebihan, pekerjaanmu bahkan tidak seberat pekerjaan para saudarimu. Sekarang katakan, apa teman Chanyeol masih muda? Kekayaannya pasti melebihi Chanyeol. Apa ada tanda-tanda dia tertarik padamu?" Tanya sang Ibu yang sekarang telah memusatkan perhatiannya pada Lalisa.
"Kau bisa menanyakan hal itu pada Rosie. Aku mau mandi sekarang." Sebelum sempat mendengar respon ibunya, Lalisa sudah bergegas menuju kamar.
Di kamar, Lalisa langsung disambut oleh Rosie yang sejak tadi sudah tidak sabar menunggu Lalisa pulang. Tentu saja karena ia penasaran bagaimana Lalisa dapat bekerja di perusahaan yang sama dengan sang pacar. Setelah menunggu adiknya itu selesai mandi, Rosie duduk dengan manis di ranjang mereka, menunggu Lalisa membuka suara. Hingga saat ini mereka masih menempati kamar yang sama meskipun kamar bekas Jisoo dan Jennie sekarang tidak ada yang menempati.
Saat di kantor tadi, Lalisa sudah gatal ingin mengeluarkan keluh kesahnya pada Rosie tentang kebetulan-kebetulan yang dialaminya ini. Mengapa Rosie tidak pernah menyinggung pekerjaan Chanyeol sebelumnya, mengapa Lalisa begitu ceroboh hingga tidak sadar siapa pemilik perusahaan yang ia tempati, dan mengapa harus Sehun orangnya? Namun Lalisa memutuskan untuk tidak berkata apa-apa lagi tentang semua itu.
"Rasanya aku ingin mengeluh tapi tenagaku habis." Ucap Lalisa yang kini berbaring di sebelah Rosie dengan selimut tebal membungkus tubuh mereka.
Dahi Rosie berkerut. Tatapannya terlihat khawatir. "Apa pekerjaanmu seberat itu?"
"Sama sekali tidak. Menghadapi fakta kalau aku adalah bawahan dari Oh Sehun itu yang berat."
"Aku jarang melihatmu begitu takut menghadapi sesuatu. Tenanglah, Lisa." Ucap Rosie pelan sambil mengusap lengan adiknya.
Mendengar hal itu Lalisa langsung menoleh. "Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak takut padanya. Aku hanya muak melihat wajahnya." Meskipun ia tampan sekalipun. Batin Lalisa bersuara, namun ia segera mengusir jauh-jauh pikiran konyol tersebut.
"Sudahlah, jangan habiskan energimu untuk selalu berprasangka buruk. Bagaimana dengan Chanyeol? Kau bertemu dengannya?"
Kini wajah Lalisa berubah cerah melihat ekspresi Rosie yang begitu penasaran dan tidak sabar menunggu ceritanya. Rupanya kakaknya itu benar-benar tergila-gila pada seorang Park Chanyeol.
"Tentu saja, aku bertemu dengannya terlebih dahulu sebelum bertemu dengan Sehun. Aduh, nama itu lagi." Lalisa menggerutu pada dirinya sendiri. Di sebelahnya, Rosie terkekeh geli. "Aku bilang padanya kalau aku tidak menyangka ia bekerja di kantor itu. Dia bilang kalau saja dia tahu aku sedang mencari kerja, dia bisa langsung menerimaku di sana. Dia tidak tahu kalau aku akan menolak dengan senang hati jika dari awal aku tahu perusahaan itu milik temannya yang pernah menghinaku di pestanya sendiri."
Rosie semakin terkikik mendengar ocehan adiknya itu. "Hati-hati dengan mulutmu itu, Lisa." Katanya sambil menggelengkan kepala.
"Tapi kau tidak perlu khawatir, Chanyeol tidak terlihat seperti pria yang suka menggoda wanita lain di kantor. Dia sangat ramah dan bersahabat, dia bahkan mentraktirku kopi." Ucap Lalisa sambil tersenyum menggoda pada Rosie.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pride and Prejudice
FanfictionSometimes the last person on earth you want to be with, is the one person you can not live without.