Sembilan

871 159 20
                                    

"Lalisa.."

Lalisa hampir berjengit kaget. Ia segera menoleh menemukan Sehun yang duduk hanya berjarak tiga langkah di sebelahnya sedang memandangnya dan Hyejin secara bergantian.

"Sehun." Lalisa mengangguk. Ia memundurkan sedikit bangkunya agar bisa leluasa berbicara dengan Sehun. "Maaf aku tidak sempat menyapamu secara langsung." Kata Lalisa yang sebenarnya sia-sia saja karena mereka berdua tahu ia hanya berbasa-basi. Bahkan Sehun sendiri sudah menyadari Lalisa sangat terkejut dan heran dengan kehadirannya.

"Tidak apa-apa." Jawab Sehun. Setelah itu mereka saling terdiam. Lalisa kembali mengalihkan perhatiannya pada Hyejin yang sesekali mengoceh sedangkan Sehun terlihat beberapa kali mencoba membuka mulut untuk kembali memulai percakapan tapi selalu ia urungkan. Ketika paman Lalisa masih begitu betah dengan kata sambutannya hingga tidak ada tanda-tanda akan segera selesai, Sehun mengagetkan Lalisa lagi. "Bagaimana kabarmu?"

Lalisa dibuat sangat heran dengan pertanyaan Sehun mengingat pria itu tidak tampak seperti tipe orang yang suka berbasa-basi. "Seperti yang kau lihat, aku sangat baik." Jawab Lalisa. Ia menunduk untuk mengambil sepatu Hyejin yang terlepas dan memasangkannya kembali sebelum bocah kecil itu mulai rewel. "Omong-omong, aku jarang melihatmu di kantor, padahal ruangan kita satu lantai."

Sehun memperhatikan tiap gerakan Lalisa dengan teliti. Ia bahkan telah berulang kali diam-diam memandang penampilan Lalisa hari ini secara keseluruhan dan tidak ada keinginan untuk berhenti. Wanita itu begitu mengagumkan hari ini dengan gaun kasual serta rambut yang digerai, sangat kontras dengan penampilannya di kantor. Sehun memang sudah pernah melihat Lalisa dengan gaun ketika mereka pertama kali bertemu, namun kali ini terasa berbeda. Pria itu mulai nyaman dengan perasaannya tiap memandangi Lalisa.

"Akhir-akhir ini aku sibuk dengan urusan di luar kota." Balas Sehun, yang tidak dapat menahan rasa berdebar mengetahui Lalisa memperhatikan dirinya.

"Hmm," Lalisa mengangguk lagi. Lalu tanpa pikir ulang, ia menyeletuk. "Sejujurnya, aku sangat terkejut melihat kau hadir. Aku pikir kau tidak nyaman dengan kami."

Lalisa sadar ia telah kelewatan, terutama di kalimatnya yang terakhir. Ia tidak bermaksud untuk sejelas itu, tapi ia juga tidak sempat meralat ucapannya karena Sehun sudah membuka mulut untuk menjawab.

"Lalisa, aku tidak–"

"Kak Lisa, sepatuku lepas lagi."

Mereka berdua menoleh ke arah bocah perempuan yang sedang menatap Lalisa dengan mata berkilat penuh memohon membuat Lalisa yang semula semakin jengkel langsung dibuat gemas. Wanita itu kembali mengambilkan sepatu Hyejin sementara Sehun memperhatikan keduanya dalam diam. Setelah selesai, Hyejin memandang Sehun dari balik tubuh Lalisa. Bocah itu kemudian menarik lengan Lalisa untuk mendekat ke arahnya.

Lalisa mendekatkan telinga ke depan wajah Hyejin. "Hmm?"

Hyejin berbisik sangat pelan. "Om itu seram."

Lalisa merapatkan bibir menahan tawa. Ia menatap Hyejin sambil mengelus pipinya yang gembil. "Benarkah? Memangnya kenapa dia bisa seram?"

Hyejin melirik Sehun sebelum kembali berbisik. "Aku tidak tahu, tapi dia seram. Jangan bicara dengannya lagi, Kak Lisa."

Lalisa terkikik sambil menggelengkan kepala. "Kau mau berkenalan dengannya?" Tanya Lalisa yang langsung direspon dengan gelengan kepala kuat dari Hyejin. "Baiklah, tapi aku tidak boleh mengabaikannya."

"Kenapa?"

"Karena," Lalisa tidak menyangka ia harus memutar otak hanya demi alasan ini. "Karena sebenarnya dia orang baik."

Hyejin tidak menjawab lagi. Ia hanya menatap Lalisa dan Sehun bergantian dengan heran. Lalisa kembali menoleh pada Sehun yang sejak tadi mulai tidak nyaman menyadari ia menjadi topik pembicaraan Lalisa dengan bocah perempuan itu. Sehun bahkan dibuat mengernyitkan dahi melihat si bocah menatapnya seolah ia adalah monster.

Pride and PrejudiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang