Delapan

872 158 12
                                    

Di bawah terangnya sinar matahari bulan Juli yang mengintip dari balik atap, dua orang wanita duduk di atas tembok marble yang sengaja dibangun menjadi tempat duduk. Terdapat meja berbentuk tabung di setiap sudut dekat pilar sebuah kedai itu. Kedai kopi dan kue tradisional Korea tersebut begitu luas dengan sebagian besar interiornya berbahan kayu serta dikelilingi berbagai tanaman hias. Ketika masuk ke dalam, orang dapat melihat beberapa petak ruangan diisi meja pendek dan tikar. Lalisa dan Sorn sudah sampai di kedai bibi Lalisa sejak pagi. Mereka disambut dengan hangat oleh tuan rumah yang sangat antusias dengan kedatangan Lalisa. Tidak lama kemudian orangtua Lalisa dan kakaknya, Jennie, menyusul hingga kedai kini penuh dengan keluarga paman dan bibi, keluarga Lalisa, dan beberapa kerabat serta teman mereka.

"Apa kau masih memikirkan cerita Jaehyun?" tanya Sorn pada Lalisa yang sesekali tertangkap sedang melamunkan sesuatu.

"Apa?" Lalisa mendongak. "Tidak, tentu saja tidak. Meskipun, ya, aku memikirkan hal itu semalam tapi kali ini tidak."

Sorn memegang tangan Lalisa dan memberinya tatapan mata meyakinkan. "Tentu saja kau punya sesuatu yang lebih penting untuk dipikirkan daripada hal itu," Kata Sorn mengangguk. Kemudian ia menatap Lalisa lekat. "Tapi, Lisa, bukankah aneh Jaehyun begitu mudah menceritakan masalah pribadinya padamu? Seseorang yang baru saja dia kenal?"

"Well, dia–"

"Maksudku, bukan tidak mungkin Sehun bersikap bajingan pada Jaehyun, mengingat dia bahkan mengejekmu saat pertama kali kalian bertemu."

Kali ini Lalisa setuju. "Benar."

"Tapi poin-ku adalah, dari seorang direktur muda kaya raya yang sombong menjadi seorang penghancur kehidupan orang lain adalah perbedaan yang besar, Lis. Jangan lupa Sehun juga teman dekat pacar kakakmu."

"Dan kau tahu bagaimana Chanyeol. Dia orang paling harmless setelah Rosie di dunia ini." Balas Lalisa sambil memutar bola mata. "Lagipula kenapa sih kau terus menerus membela Sehun?"

"Aku tidak membelanya." Bantah Sorn. "Tapi ingatlah bahwa selalu ada dua sisi dalam setiap cerita, Lisa."

"Aku paham maksudmu, Sorn, tapi jangan berharap aku akan mengubah pandanganku terhadap atasanku itu." Jawab Lalisa membuat Sorn tidak dapat merespon apapun lagi selain helaan napas pendek. "Lagipula soal Jaehyun," Salah satu sudut bibir Lalisa tertarik. "Dia sangat manis, ya 'kan? Kau pun tahu aku sangat tertarik pada pria humoris seperti dia."

Sorn menampar tangan temannya itu pelan, tapi kemudian ikut tergelak. "Berkencanlah semaumu, tapi jangan lupa kewajibanmu."

Lalisa memberinya cengiran lebar. "Tenang saja, aku ahli dalam mengatur waktu."

Sebuah suara pekikan terdengar dari arah belakang. Seorang anak perempuan berumur sekitar enam tahun berlari ke arah Lalisa dan Sorn. Di belakangnya tampak anak laki-laki yang lebih tua sedang mengejarnya.

"Kak Lisa! Kak Lisa! Tolong aku! Jinyoung nakal! Dia berusaha menakutiku dengan belalang!" Hyejin, salah satu sepupu Lalisa menenggelamkan wajah di paha Lalisa membuat wanita itu refleks menangkap badannya.

Lalisa mengangkat Hyejin ke pangkuan sementara kakak dari anak perempuan itu berprotes. "Dia menginjak mainanku duluan." Sambil tangannya masih menyodorkan seekor belalang ke dekat adiknya membuat Hyejin menjerit-jerit di pangkuan Lalisa.

"Jinyoung, cepat buang hewan itu lalu cuci tanganmu. Jangan usil begitu pada Hyejin." Mata bulat Lalisa berpura-pura melotot pada Jinyoung sementara anak laki-laki itu dengan enggan membuang hewan kecil yang sejak tadi ia bawa. Perhatian Lalisa kembali ke Hyejin. "Nah, Hyejin, sekarang minta maaflah pada kakakmu. Bilang padanya kalau kau tidak sengaja merusak mainannya dan berjanji akan lebih hati-hati."

Pride and PrejudiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang