"Aku tidak mau!"
"Ayolah, Lisa, kau harus bersenang-senang sebentar. Beberapa hari ini kau selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Sekali ini saja, ya?"
"Kau bisa mengajak Jisoo."
"Kau lupa dia harus ke luar kota besok?"
"Oh, astaga. Kau yang berkencan kenapa aku yang ikut repot."
Lalisa melempar bantal yang sedari tadi ia pakai untuk menutup wajahnya ke arah kakaknya, Rosie. Dengan lihai Rosie menangkap bantal tersebut sembari terkikik senang.
"Hei, tidak ada salahnya kau datang. Teman-teman Chanyeol juga akan berada di sana jadi kau bisa ikut mencari teman kencan baru." Kata Rosie yang kini sibuk membongkar lemari mereka. Ia mengeluarkan sejumlah gaun milik adiknya yang jarang dikeluarkan.
Lalisa yang melihat itu semakin menggeram kesal. "Tidak bisakah aku menunggu di tempat lain sementara kau berpesta di sana?"
Rosie melebarkan mata. Ia menggeleng dengan tegas. "Tentu saja tidak. Memangnya kau ini sopir? Ini, cobalah, warna biru laut terlihat pas untukmu."
Rosie mengulurkan gaun sebatas lutut berwarna biru laut kepada Lalisa. Adiknya itu bahkan lupa darimana gaun itu bisa ada di lemari. Setelah mencobanya, Lalisa menggeleng pada Rosie.
"Kurasa tidak. Ini terlalu berlebihan." Lalisa memandang ke bawah dimana gaun tersebut jatuh hingga ke bawah lututnya. Ia terlihat seperti akan menghadiri upacara pernikahan.
Di sampingnya, Rosie langsung menyodorkan gaun lain. Gaun berwarna hitam polos dengan bagian kanan menutup pundak. Kali ini Lalisa ingat ibunya yang membelikannya gaun itu. Hal yang sangat jarang terjadi mengingat ibunya lebih sering memanjakan saudarinya yang lain.
Lalisa mencoba gaun tersebut dan langsung memutuskan untuk memakainya di pesta malam nanti. Sebenarnya, ia bukan orang yang benci pesta. Lalisa senang berkenalan dengan orang-orang baru dan meneliti karakter mereka. Tapi tidak ketika banyak pekerjaan yang menunggu untuk segera ia selesaikan. Ia bahkan tidak mengerti mengapa kehadirannya begitu penting. Pesta itu sendiri diselenggarakan oleh Park Chanyeol, teman kencan Rosie. Mereka baru bertemu seminggu yang lalu namun keduanya sudah sangat menempel satu sama lain seperti pasangan yang akan menikah besok. Lalisa tahu Rosie ingin setidaknya ada seseorang yang ia kenal di sana, tapi masalahnya ia benar-benar sedang tidak berselera sekarang.
Dua jam kemudian, mereka telah tiba di halaman depan rumah keluarga Park. Rosie mematikan mesin mobil kemudian mengecek kembali riasannya lewat kaca spion dalam.
"Kau yakin ini rumah teman kencanmu dan bukan rumah pejabat negara?" Tanya Lalisa yang sejak tadi memandang rumah di depannya sambil menggeleng tak percaya.
Rosie terkekeh pelan. Ia mengambil tas tentengnya lalu membuka mobil. Lalisa mengekor dari belakang Rosie memasuki rumah besar tersebut. Lalisa dengar dari Rosie bahwa Chanyeol hanya tinggal berdua dengan adik perempuannya. Meski sesekali kakak laki-lakinya ikut menginap namun tetap saja Lalisa masih terperangah melihat rumah sebesar itu hanya diisi oleh beberapa orang saja. Sedangkan rumahnya sendiri tidak mencapai setengah dari rumah Chanyeol tapi ditempati oleh enam orang.
Lalisa tergelitik geli memikirkan hal itu sembari kakinya semakin melangkah ke dalam ruangan besar yang telah ramai oleh orang-orang dengan penampilan berkelas. Rosie menarik lengannya menuju ke tempat Chanyeol berada. Lalisa dapat melihat teman kencan kakaknya itu sedang mengobrol dengan seorang pria dan wanita.
Mata Chanyeol menangkap kehadiran Rosie. Wajahnya berubah sangat cerah. "Roseanne." Gumamnya kemudian mencium pipi Rosie yang merah merona. "Akhirnya kau datang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pride and Prejudice
Fiksi PenggemarSometimes the last person on earth you want to be with, is the one person you can not live without.