12. Breakfast

100 24 1
                                    

Berhari-hari Gio memikirkan soal 'pacar' yang harus dibawanya ke rumah saat akhir pekan nanti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berhari-hari Gio memikirkan soal 'pacar' yang harus dibawanya ke rumah saat akhir pekan nanti. Hari ini sudah hari Jumat, yang berarti dua hari lagi Minggu. Dia harus membawa pacarnya ke rumah untuk dikenalkan pada papanya. Masalahnya, di mana dia bisa mendapatkan pacar dalam waktu sesingkat itu—hanya dua hari?!

Ayo mikir, Gio, mikir—ah, iya! Kenapa dia sama sekali nggak kepikiran untuk mencari pacar online, melalui aplikasi-aplikasi semacam Tinder?

Bodohnya. Ide cemerlang seperti ini baru melintas di benaknya sekarang. Namun Gio kemudian berpikir lagi, memang ada orang yang mau langsung diajak ke rumah untuk berkenalan dengan papanya—saat baru saling mengenal di Tinder?

Ah, masa bodo lah. Dicoba aja dulu.

Tangan Gio langsung meraih ponselnya dari dalam saku, dan langsung membuka aplikasi Play Store dan mengetikkan "Tinder" pada search bar-nya. Dia baru saja akan menekan tombol instal di aplikasi pencari jodoh itu, saat tiba-tiba terdengar suara lonceng di pintu kafenya. Menandakan ada orang baru masuk.

Hei? Ini bahkan belum jam sembilan, belum saatnya kafe buka. Siapa yang tiba-tiba datang—oh. Itu Dara.

Ada apa tiba-tiba dia datang ke kafenya pagi-pagi begini?

Bukan hanya Gio yang menoleh ke arah pintu masuk saat pintu itu dibuka. Tapi kedua temannya—Jayden dan Gray, yang sedang melakukan persiapan untuk membuka kafe—juga ikut menoleh ke arahnya.

"Ra?"

Dara meringis, "Eh, maaf, belom buka ya?"

"Gapapa, masuk aja, sini." ucap Gio, menyambut Dara dengan tersenyum.

"Asiknyaaaa pagi-pagi diapelin." celetuk Jayden, menyeringai jahil ke arah mereka berdua. Gio langsung membalasnya dengan tatapan tajamnya yang seolah mengatakan 'lo-gausah-macem-macem!'.

"Kenapa, Ra?" tanya Gio ke Dara yang sudah duduk di hadapannya. Cewek itu terlihat membawa sebuah paper bag yang entah apa isinya.

"Buat kamu." kata Dara, menyerahkan paper bag itu kepadanya.

"Apaan nih?" Gio membuka paper bag itu, ternyata berisi sebuah kotak makan.

"Ucapan terimakasih aja sih, kamu udah nolongin waktu itu, hehe." jelas cewek itu sambil nyengir lebar. Gio nge-blank lagi melihat senyuman itu. Fix banget ini perasaan dia ke Dara bukan lagi sebatas naksir atau suka aja. Dia sudah jatuh cinta pada cewek di depannya ini.

Gio langsung membuka kotak makan itu. Isinya nasi goreng—lengkap dengan telur dan suwiran daging ayamnya juga. Terlihat sangat menggugah selera. Apalagi Gio pagi ini memang belum sempat makan. Kebetulan sekali Dara membawakannya makanan ini, dia jadi nggak perlu keluar untuk cari sarapan lagi.

"Makasih Ra, baik banget, hehe. Bikin sendiri ini?" tanya Gio.

Dara mengangguk. "Iya dong, cobain gih,"

"Buat Gio doang anjir buat gue gak ada, Ra?!"

Lagi-lagi Jayden. Teman-teman Gio yang biang rusuh tuh kalau nggak Sean, ya Jayden. Kalau Gray dan Bayu sih anaknya kalem, nggak banyak tingkah.

"Yaah, maaf, Jay, gue bikin seporsi doang. Kapan-kapan deh ntar dibuatin kalo lo juga mau," kata Dara.

"Buat gue juga dong, Ra, hehe."

Apa-apaan pula ini? Gray yang biasanya kalem dan nggak banyak tingkah, kenapa tiba-tiba jadi caper begini?! Gio makin pusing aja.

"Minta bikinin ke cewek kalian sana, lah! Ngapain nyuruh-nyuruh Dara bikin buat lo berdua?!" sahut Gio galak.

"Hih, cewek gue mana pernah sweet gini ngirim-ngirimin makanan. Masak aja paling mentok masak mi instan," kata Jayden, curhat.

Gio memutar bola matanya, mulai kesal karena Jayden barusan dia peringatkan bukannya diam malah semakin bacot.

"Haha. Yaudah, gampang lah, ntar gue sering-sering main ke sini bawa makanan buat kalian," ucap Dara.

"Nggak usah repot-repot gitu, Ra. Ngelunjak mereka kalo dibaikin lama-lama," ujar Gio sambil melirik tajam ke Gray dan Jayden yang sekarang ini cuma ketawa aja.

"Haha, santai aja, gapapa kok. Udah itu buruan dimakan, Yo, mumpung masih panas tuh." Dara mengalihkan perhatian cowok itu agar nggak terus-terusan mendengarkan perkataan teman-temannya yang hanya membuatnya semakin emosi.

Gio menurut saja dan segera memakan nasi gorengnya. Cowok itu terlihat sangat menikmatinya, atau mungkin dia memang sedang benar-benar kelaparan saat ini—entahlah. Dia nggak berhenti menyantapnya sampai suapan terakhir. Dara senang cowok itu menghabiskan dan menikmati makanan buatannya.

"Makasih, Ra, enak banget." Gio memuji makanannya saat dia masih mengunyah suapan terakhir nasi goreng itu.

Dara ketawa. "Bagus deh kalo suka. Ntar kapan-kapan dibikinin lagi." katanya. "Yaudah aku pamit dulu, mau ke kampus,"

"Naik apa?" tanya Gio. Melihat di depan kafe nggak ada kendaraan selain miliknya dan milik kedua temannya, berarti kan Dara ke sini dengan berjalan kaki. "Aku anterin aja ayo,"

"Eh, nggak usah—"

"Gapapa, Ra. Ayo."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cafe ㅡDaragon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang