11. Perjodohan?

88 21 0
                                    

"Papa mau jodohin kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Papa mau jodohin kamu. Papa pengen kamu segera menikah, Gio."

Gio membulatkan matanya, benar-benar terkejut mendengar pernyataan papanya barusan.

Menikah?

Cowok itu baru lulus kuliah tahun lalu, dan tahun ini dia baru saja merintis usahanya—yang bahkan modalnya saja dia masih meminjam dari kekayaan sang papa. Sama sekali belum terbersit dalam benaknya untuk melakukan pernikahan. Apa papanya nggak berpikir kalau dia ini masih terlalu muda untuk membangun rumah tangga?!

Dan, apa yang dia dengar tadi, perjodohan?

Gila. Gio nyaris nggak percaya masih ada hal bernama perjodohan di zaman seperti sekarang ini—dan dia salah satu yang harus mengalami hal itu.

Oh, nggak. Dia nggak mau mengalaminya.

"Nggak, Gio nggak mau." tolak Gio, menggelengkan kepalanya dengan tegas. "Kenapa Papa mau jodohin Gio? Apa ini ada hubungannya sama pekerjaan Papa? Buat menjaga hubungan baik Papa sama kolega-kolega bisnis Papa itu? Apapun itu, Gio nggak mau, Pa."

"Astaga, Gio, nggak gitu. Ini sama sekali nggak ada hubungannya sama pekerjaan Papa. Mungkin iya, Papa mau jodohin kamu sama salah satu anak kolega Papa—"

Gio memutar bola mata. Kalo gitu berarti sama aja kan?!

"—tapi tujuan Papa jodohin kamu bukan kayak yang kamu sebutkan tadi, Gio."

"Terus apa?!"

"Papa udah tua, Gio. Papa pengen ngeliat anak Papa satu-satunya berkeluarga, punya anak..."

Astaga. Kenapa papanya selebay ini padahal beliau baru akan menginjak usia lima puluh tahun depan?

"Mama sebelum meninggal udah pesan ke Papa, dia mau Papa jagain kamu terus sampe kamu nanti punya keluarga sendiri, jadi seorang kepala keluarga. Papa takut nggak bisa menemani kamu sampai ke tahap itu...."

Gio termenung sejenak.

Oke, alasannya bisa diterima saat ini.

"Tapi nggak harus dijodohin juga kan, Pa....." kata Gio dengan wajah memelasnya, memohon agar sang papa berubah pikiran.

"Iya, Papa bisa aja batalin rencana perjodohan itu—" Gio baru saja akan tersenyum mendengarnya, namun tiba-tiba sang papa melanjutkannya dengan kalimat yang nggak terduga. "—tapi kalo kamu punya pacar."

Sial. Kok kayak ngejek banget gini sih kesannya? Dipikir gue ga punya pacar gitu?! Eh tapi emang nggak punya sih....

"Yaudah. Orang Gio juga punya pacar." balas Gio yang tentu saja hanyalah sebuah kebohongan karangannya. Dia cuma merasa nggak terima dengan kata-kata papanya yang terkesan mengejek mengatakan dia nggak punya pacar.

Haris mengerutkan dahinya bingung, "Bukannya udah putus sama yang waktu itu? Siapa namanya... Kiara?"

Gio melotot kaget. Kok tau-tauan aja sih papanya ini?!

Haris menyunggingkan senyum tipisnya. "Kamu pikir Papa nggak pernah peduliin kamu, iya kan? Papa selalu perhatiin kamu walaupun dari jauh, Gio."

"Oke kalo gitu, tapi kenapa Papa sekarang mau jodohin Gio? Berarti Papa gatau kalo Gio punya pacar?"

"Oh? Kamu punya pacar baru atau balikan—"

"Pacar baru lah." potong Gio cepat, sebelum sang papa menyebut-nyebut nama mantannya lagi. Gio memang sudah benar-benar semuak itu padanya, sampai dia tidak sudi lagi walaupun hanya untuk mendengar namanya. Ya, bisa dibilang mereka juga putus dengan tidak baik-baik—mirip seperti Dara dan cowoknya tadi.

"Sejak kapan?"

"Uhm, belum lama sih," ucap Gio, terpaksa mengatakan kebohongan lagi.

Namun semua kebohongan yang dia katakan itu kan demi kebaikannya juga. Menghindar dari agenda perjodohan ayahnya, termasuk kebaikan juga, kan, untuk dirinya?

"Yaudah, kalo emang gitu. Maafin soal perjodohan yang Papa bilang tadi. Papa gatau kalo kamu udah ada pacar," ucap Haris meminta maaf.

Gio hanya tersenyum. Merasa lega mendengarnya. Betapa mudahnya membohongi Papa.

"Minggu depan ajakin pacarnya ke sini, kenalin ke Papa. Kita makan malam bareng."

Sial. Gio sepertinya harus menarik lagi ucapannya dalam hati barusan.

"Oke. Minggu depan, kan?" Gio dengan mantap mengangguk, menyanggupi permintaan papanya ini. Walaupun dalam hati dia juga panik sendiri, bingung harus bagaimana.

Masih minggu depan, pikirnya. Dipikirin nanti-nanti lagi lah.

"Iya."

"Udah, Pa? Nggak ada yang mau Papa sampein lagi? Kalo udah Gio mau ke kamar." pamitnya.

Pria itu mengangguk, mengacak-acak rambut Gio. "Yaudah, sana. Istirahat yang cukup, Gio. Jangan overworked. Papa nggak mau kamu sampe sakit."

Entah mengapa, kalimat papanya yang terdengar tulus dan sangat perhatian ini membuat Gio merasa sedikit menyesal telah membohonginya tadi.

Entah mengapa, kalimat papanya yang terdengar tulus dan sangat perhatian ini membuat Gio merasa sedikit menyesal telah membohonginya tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cafe ㅡDaragon✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang