"Kok bisa sih dianterin sama Gio? Lo kenal dia sejak kapan? Semalem nginep di rumahnya? Terus lo sama Dito—beneran udah putus?"
Belum ada satu menit berlalu setelah Gio pamit pulang, Bella sudah mencecar Dara dengan berbagai macam pertanyaannya.
"Cherryl sama Minzy mana?" Dara nggak menjawab satu pun pertanyaan Bella dan justru balas bertanya.
"Ada kelas pagi. Belom ada lima menit mereka berangkat pas lo dateng tadi." jawab Bella. "Itu tadi gimana ih gue tanya nggak lo jawab sama sekali?! Ceritain dong semalem kenapa tiba-tiba ngilang, kenapa berantem sama cowok lo—"
"Mantan." koreksi Dara dengan cepat. "Lo udah denger kan yang gue bilang ke dia tadi? Ya gitu."
"Brengsek, jadi beneran itu dia batalin acara kalian, bilang mau jagain mamanya yang lagi sakit, ternyata dia malah jalan sama cewek lain? Gila. Kok bisa sih dia bikin alesannya gitu? Sinting banget." ujar Bella nggak henti-hentinya menyumpahi cowok itu.
"Terus gimana ceritanya bisa pulang sama Gio tadi?" tanya Bella, mengulang lagi pertanyaan pertamanya yang belum sempat dijawab Dara tadi.
"Tadi malem pas pulang dari mal tuh gue ke kafenya, terus...."
Cewek itu akhirnya menceritakan semuanya pada Bella. Tapi tentu saja Dara tidak menceritakan saat dia dan Gio jalan-jalan berdua naik motor untuk mencari makan di tengah malam. Kalau diceritakan, cewek itu bisa-bisa semakin gencar meledeknya dengan Gio.
"Eh, tapi lo ketemu nggak sama si mas barista yang banyak tatonya itu?"
Dara mengerutkan keningnya, "Yang mana? Oh, pasti si Jayden. Nggak, gue gak ketemu, tapi diceritain sih sama Gio kemaren."
"Diceritain gimana?"
"Ya pertamanya gue cerita ke dia... Pas itu lo bilang si Barista Banyak Tato itu ganteng. Terus yaudah diceritain, dikasih tau, namanya Jayden."
"Lo ceritain ke Gio kalo gue bilang Jayden ganteng?! Terus kalo dia bilang ke orangnya gimanaaaaa ih."
"Pede banget, emang iya Jayden masih inget sama lo?"
"Ya iyalah harusnya, kan gue juga ada di sana pas si Gio ngeliatin lo terus waktu itu. Harusnya dia inget...." kata Bella ragu, namun terdengar seperti sedang meyakinkan dirinya sendiri. "Terus kan gue pelanggan tetap juga, hampir tiap hari ke sana, masa dia ga ngenalin gue....."
"Hmmm, gitu ya? Tapi Jayden udah ada pacar, Bel, lo mending mundur deh." kata Dara dengan seringainya.
"KENAPA GAK BILANG DARI TADI?!"
Dara tertawa.
Bella mengerucutkan bibirnya, "Yaudah deh. Yang lain juga masih ada yang ganteng. Ntar gampang lah minta dikenalin aja sama Gio ke yang lain."
Dara melotot mendengar betapa entengnya Bella ngomong gitu. Dia menyentil gemas dahi temannya ini. "Dasar pemburu cowok-cowok ganteng!"
"Inget pulang juga kamu, Giovano?"
Langkah Gio terhenti saat mendengar suara berat milik Haris, sang ayah, yang cukup mengagetkannya. Ini masih pukul sepuluh pagi. Bukankah seharusnya pria paruh baya itu berada di kantornya? Walaupun ini akhir pekan, tetapi Gio tidak terbiasa melihatnya di rumah pagi-pagi begini.
"Papa nggak ke kantor?"
Haris menggeleng. "Papa ambil cuti,"
Gio hanya ber-oh sebagai respon dari perkataan papanya barusan. Dia lalu melanjutkan langkahnya menuju ke kamar.
"Sini dulu, Gio. Papa masih mau ngobrol sama kamu. Jangan main ngeloyor gitu aja kalo lagi bicara sama Papa," ujarnya.
Gio memutar bola matanya jengah. Dia mendengus kesal, kemudian menuruti perintah sang papa dan berbalik menuju ke arahnya.
"Duduk." perintah Haris. Sekali lagi, Gio menurutinya, langsung duduk di sofa ruang tengah itu, di samping papanya.
Haris mengernyitkan dahi saat melihat lebam di wajah putra tunggalnya ini. "Itu kenapa muka kamu? Habis berantem?"
"Ya, ditonjok orang nggak jelas tadi." jawab Gio dengan singkat.
Kenapa tiba-tiba sang papa begitu memedulikannya? Aneh sekali rasanya mendapatkan perhatian dari papanya yang selama ini tidak pernah bersikap seperti ini padanya.
Haris terlihat semakin bingung setelah mendengar cerita Gio. Sangat singkat, sama sekali nggak menjelaskan apapun. Namun dia memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut mengenai luka memar itu karena Gio tampak sangat enggan membahasnya.
"Udah berapa hari nggak pulang?" tanya Haris. "Papa sengaja ambil cuti dari Jumat, pengen ketemu sama kamu tapi sampai sekarang, hari Minggu, kamu baru pulang. Ke mana aja? Ngurusin kafe? Papa mau telpon kamu juga nggak bisa, ganti nomor?"
"Udah seminggu kayaknya. Terakhir Gio pulang hari Senin," jawab Gio. "Soal nomor HP, iya, baru ganti. Lupa ngasih tau. Nanti Gio kasih nomor yang baru ke Papa,"
Haris menghela napas. Sejak dulu, dia memang nggak terlalu akrab dengan putranya karena sibuk bekerja. Makanya sekarang kalau mereka sedang mengobrol begini, suasananya terkesan kaku.
"Papa ngapain, cuma mau ketemu Gio sampe ambil cuti? Ada sesuatu yang penting gitu?" tanya Gio langsung ke intinya. Dia sedang malas berbasa-basi, ingin segera mengistirahatkan tubuhnya yang sudah lelah.
"Iya sebenernya, Papa mau sampein sesuatu yang penting ke kamu," ujar Haris. Lelaki itu menarik napas dalam sebelum memberitahu putranya tentang hal yang ingin dia sampaikan.
"Papa mau jodohin kamu. Papa pengen kamu segera menikah, Gio."
mau update banyak tp ayo vote komen juga banyakinn hehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Cafe ㅡDaragon✔
Teen FictionGio nggak pernah menyangka usaha kafe yang baru dia rintis nggak hanya mendatangkan rezeki untuknya, namun juga jodoh. ©geezdragon, 2020