14. Feeda : Niskala

9 3 0
                                    

Note :
baca sbil putar lagu diatas deh👆

🌻

Kalau memang perasaan tidak berbentuk, tidak berwujud dan bisu. Mengapa harus saya yang jatuh se-jatuh-jatuhnya dengan sosok sepertimu?
Jadi, bagaimana?
Saya harus terus melangkah?
Atau menyerah saja?
-Faraz

🌻

Langit Bogor tidak bersahabat malam itu. Seolah menggambarkan laki-laki malang yang sedang jatuh hati meski tak dibalas sama sekali oleh sang tuan putri.

Faraz menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Seolah mengistirahatkan semua rasa lelah yang dia tanggung dibahunya. Memikirkan kenyataan yang harus ia hadapi saat ini sangat amat rumit. Menghadapi seorang Feeda Irtiza ternyata tidak semudah yang ia pikirkan. Faraz mengusap wajahnya gusar.

Satu sisi ia ingin sekali rasanya  menyerah, tapi disisi lain kuat sekali rasa inginnya untuk membuat Feeda bahagia. Sejak detik pertama pertemuan itu, entah bagaimana cara Tuhan membuat Faraz jatuh hati pada bola mata Feeda, pada sosok Feeda yang dengan ketus menolak bantuan darinya. Faraz tidak akan pernah melupakan moment itu. Moment dimana untuk pertama kali hatinya bergetar ketika berbalas tatap dengan seorang perempuan. Indah sekali kalau dibayangkan.

Meski kenyataan-kenyataan yang terjadi selanjutnya sangat mengejutkan. Respon dari Feeda yang tidak pasti. Juga perlakuan dari Feeda yang masih saja ragu-ragu.

"Kenapa? Feeda bicara apa lagi?" Kak Ido menyodorkan secangkir teh hangat untuk Faraz.

"Saya belum gagal dan saya masih punya kesempatan," bisik Faraz dengan yakin.

"Perjuangkan terus. Ingat saat kamu memulainya," ucap Ido sembari meraih remot menyalakan televisi.

"Iya kak."

"Ingat waktu kamu bela-belain bergadang seminggu kemarin hanya untuk ikut pindah ke Bogor. Ingat waktu kamu persiapkan taman bunga dibelakang sampai demam tiga hari besoknya."

"Iya kak."

"Feeda tahu soal itu?"

"Yang Feeda harus tahu, saya selalu ada untuknya. Itu saja kak. Susahnya saya simpan sendiri saja!"

"Goodman."

"Oh iya, saya dapat undangan dari istana Bogor."

"Hah? Serius? Ada apa?"

"Saya ditawarkan bekerja disana sepertinya. Setahun."

"Oh yasudah, saya akan minta bantuan adik tingkat saya waktu SMA di Bogor sini untuk bantu kerjaan di Taman Safari kalau kamu penuhi undangan itu."

"Memangnya ada?"

"Ada. Masih kuliah di Sekolah Tinggi Pariwisata Bogor. Baru semester satu. Ya, sekitar dua atau tiga tahun lebih muda dari kamu."

"Ajak dia makan siang disini, minggu depan ya, Kak. Mau kenalan."

"Iya, siap."

🌻

Adzan subuh berkumandang, Feeda sudah terjaga dari jam tiga pagi. Entah apa yang membayangi tidurnya malam itu sampai-sampai kurang nyenyak.

Apakah obrolannya dengan Nini soal Faraz? Apakah tentang laki-laki yang tiga tahun lalu ia temukan. Setelah solat subuh dan mandi, Feeda menyeduh cokelat hangat. Berharap pikirannya bisa sedikit lebih tenang. Namun kenyataan berkata sebaliknya.

Feeda semakin resah. Perasaan lama yang sudah lama ia kubur diam-diam terpaksa harus naik ke permukaan lagi. Laki-laki yang ia temukan dipuncak gunung gede saat pendakian. Laki-laki paling tampan yang pernah ia temukan sekaligus laki-laki yang pertama kali menyeduhkannya kopi dan pop mie. Hal sederhana namun berhasil membuat Feeda, seorang gadis kelas tiga SMP mabuk kepayang.

FARAZ & FEEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang