15. Feeda : Jejak Sore

7 1 0
                                    

Note : putar lagu diatas sambil
           Baca cerita dibawah keknya seru

🌻🌻🌻🌻🌻

"Kesimpulan dari kisah yang menggantung ini adalah baiknya sudahi saja. Toh buat apa juga dilanjutkan kalau memang tidak pernah ada kepastian. Sebab, lama kelamaan lelah juga sebenarnya terjebak dalam perasaan kelam yang bahkan tidak punya arah tujuan."

-Feeda-

🌻🌻🌻🌻🌻

Feeda dan Zacky memutuskan pergi naik mobil tuanya Aki. Feeda izin hendak beli buku untuk ujian akhir didaerah Sentul. Itu pertama kalinya Feeda izin keluar bawa mobil sejauh itu.

"Lo yakin naik mobil?"

"Hmm,"

"Naik motor saja, Fee."

"Udah ikut gue aja."

"Gue aja deh yang nyetir."

"Emang kenapa?"

"Gue ajak adek gue." Sedetik kemudian muncul adik perempuan Zacky dari balik punggungnya.

"Lo ngapain ajak adek segala?"

"Kasihan dia sendirian dirumah. Nyokap sama bokap lagi ke Jakarta. Gue takut lo gak konsen nyetirnya. Secara perasaan lo pastinya lagi ..."

"Lagi apa?"

"Nggak jadi bu ketua. Galak amat, ampun."

"Ah yaudah nih kuncinya." Feeda sudah bergerak menuju kursi kiri depan.

"Okedeh. Siap meluncur. Eh tapi lu dibelakang ya. Adek gue didepan."

"Huft... dasar Zacky similikitiii!" Feeda mendengus sebal sembari membuka pintu belakang.

"Sorry..."

"Bener-bener lo, bikin gue bete dari pagi!" Omel Feeda.

"Kesian bu ketua yang cantik ... adek gue masa di taro dikursi belakang."

"Yasudah ayo... kebanyakan ngomong deh."

🌻

Baru setengah perjalanan, adik Zacky jatuh tertidur. Zacky tetap fokus menyetir sedangkan Feeda melipat tangannya didepan dada.

"Berhenti dulu, Zack. Gue mau beli buku bentar." Zacky menginjak pedal rem dan Feeda turun dari mobil. Ia bergegas memilih sembarang salah satu diantara tumpukan buku bekas disebuah toko buku loak didaerah sentul, membayarnya, lalu kembali kedalam mobil.

"Ngapain beli buku?"

"Gue tadi alesannya beli buku ke Aki dan Nini," ucap Feeda sembari melempar plastik berisi buku itu dikursi sampingnya.

"Oh gitu ceritanya," Zacky kembali melajukan mobil tua itu di jalan raya, sudah hampir sampai ketempat tujuan hanya tinggal sekitar dua puluh menit lagi.

"Fee ...."

"Hmmm,"

"Lo yakin?"

"Yakin apa?" Feeda memandangi kuku-kuku tangan kanan lalu kiri, ekspresi refleks alamiahnya ketika cemas.

"Temui bang Sore."

"Iya," jawab Feeda kembali melipat tangan di dada.

"Iya apa? Iya lo yakin atau iya lo sebenernya ragu?"

"Gue gak tau."

"Gue tahu gimana patah hatinya lo saat dia tiba-tiba pergi. Gue tahu lo gak terima. Tapi harusnya lo udah ikhlas, Fee. Itu kan sudah tiga tahun yang lalu."

FARAZ & FEEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang