2. Feeda : Onar

33 6 8
                                    

"Aku bukan enggan jatuh cinta. Aku hanya butuh waktu untuk percaya kalau cinta itu cukup mudah untuk dijalani, karena jatuh cinta didalam kepalaku itu setara soal olimpiade, rumit bukan main."
-Feeda

🌻🌻🌻

Disepanjang perjalanan pulang Feeda terus menerus terngiang kalimat laki-laki yang tadi menolongnya.
'Kalau kita bertemu lagi, boleh saya tahu namamu?'
Kenapa dia begitu yakin mengucapkan kalimat itu? Dan kenapa juga dia harus tahu namaku? Apakah benar pertemuan ini akan berlanjut ke pertemuan-pertemuan selanjutnya? Pikir Feeda.

🌻

Feeda turun di stasiun Bogor, melanjutkan perjalanan naik angkutan umum menuju ke rumahnya didaerah Dramaga. Rumah sederhana milik Aki dan Nininya.

"Assalamualaikum Aki, Nini. Feeda pulang ...." Sepatu yang ditenteng Feeda jatuh kelantai saat ia melihat siapa yang ada diruang tamunya.

"Lo ngapain disini?"

Laki-laki itu berdiri dan mengulurkan dompet milik Feeda, "Saya tadi keliling Ancol dan Dufan cari kamu, tapi tidak ketemu. Makanya saya kesini. Khawatir kamu tidak bisa pulang karena dompetnya ada disaya. Tadi dompetnya jatuh saat kamu kepeleset ditangga tribun." Jelas laki-laki itu tanpa jeda.

Nini yang keluar dari dapur membawakan teh hangat untuk Faraz lalu menarik Feeda untuk duduk dikursi seberang Faraz, Nini tiada henti menatap Feeda gemas, "Kamu nih Fee. Kumaha sih, kok bisa jatuh gitu dompet. Dompet kan penting."

"Maaf, Ni. Tadi pas di Ancol Fee buru-buru pulang."

"Untung ada Faraz. Mangga atuh tehnya diminum," Nini memandang santun pada Faraz yang juga tersenyum dengan senang menerima teh daria Nini.

"Iya nek, makasih ya." Faraz menegak teh hangat itu sambil menatap Feeda sekilas, "Ni, saya cuma mau balikkan dompet Feeda saja. Saya mau buru-buru pulang ke Jakarta lagi. Pamit ya, Nek."

Setelah salaman dengan Nini. Feeda dengan raut terpaksa mengantarnya keluar pagar karena Nininya mendadak ingin buang air kecil sedetik setelah Faraz berpamitan.

"Harusnya tunggu gue ke Ancol lagi aja buat balikin tuh dompet," Feeda malah mengatakan kalimat itu sebagai pengganti kalimat pesan untuk hati-hati dijalan.

"Iya."

Feeda mengerutkan dahi, laki-laki normal harusnya marah ketika ia bicara ketus seperti itu. Mengatakan bahwa Feeda tidak tahu terimakasih, atau apapun itu. 'Tapi kenapa laki-laki ini tidak, ya?' Pikir Feeda.

"Yasudah saya pamit ya,"

Feeda mengangguk.

"Lain kali lebih hati-hati jaga dompet meskipun gak ada uangnya, tapi Kartu pelajar dan ATM juga penting."

Lagi Feeda mengangguk. Faraz berbalik badan bergerak membuka pintu mobilnya, tiba-tiba Feeda memanggil,

"Eh tunggu,"

Faraz menoleh kearah Feeda, "Kenapa?

"Sudah tahu nama ku, kan?"

Faraz tersenyum lebar, "Iya, sudah."

"Kalau begitu jangan pernah temui aku lagi, ya."

FARAZ & FEEDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang