Kalau aku kalah dengan dia, tak apa. Asal kemenangannya adalah aku melihat kamu bahagia bersamanya.
🌻🌻🌻🌻🌻
"Siapa yang menelpon, Faraz?" tanya Feeda separuh bergumam karena baru bangun tidur dan mendapati Faraz menggenggam ponsel miliknya dengan raut wajah bingung.
"Tidak ada namanya, Feeda."
"Oh ya?"
"Seseorang yang pernah menyayangimu sepertinya."
"maksudnya?"
"Mantan kekasihmu mungkin, yang memanggilmu gadis kecil."
spontan Feeda merebut ponsel itu, "Dia bicara apa saja?"
"Katanya dia akan menyusulmu."
"Dia mau kesini?"
"Bisa jadi." Faraz merasa ada yang aneh dalam dirinya. Sejenis perasaan sakit tapi tidak bisa dijelaskan. Ia merasa kalah bahkan sebelum bertemu laki-laki itu. Ia merasa separuh raganya melayang.
"Kamu bisa bantu cabut infus ini?"
"Tidak bisa. Kamu masih butuh darah dan cairan infus Feeda."
"Tinggal lepas doang, memangnya susah?"
"Tapi ini bahaya."
"Mau pulang sekarang juga."
"Tapi ini bahaya buat kamu dan..." kalimat Faraz terputus saat tiba-tiba pintu kamar rawat Feeda ada yang mengetuk.
Pintu terbuka dan muncullah seseorang dengan kemeja kotak-kotak dan kupluk serta rambut gondrong kusut yang sepertinya tidak pernah ia sisir.
"Soreka," panggil Feeda lemah.
"Seperti yang aku bilang tadi di telepon. Aku akan menyusulmu."
"Pulang saja. Sebentar lagi juga aku pulang." Spontan Feeda mengusirnya.
"Aku mau bicara denganmu, Feeda. Dua puluh menit saja. Aku bawakan bubur ayam dibelakang Kampus kesukaanmu."
"Pulang sekarang juga, Soreka." Feeda bicara tanpa menatap Soreka dan terus manatap kearah jendela.
"Aku akan tetap disini. Tidak peduli bubur ini basi sampai besok," Soreka tetap keras kepala.
Faraz yang menyaksikan itu hanya memasang wajah datar. Faraz sudah tahu apa yang seharusnya ia lakukan. Mungkin tibalah waktunya dimana ia harus mengalah, atau lebih tepatnya dipaksa kalah oleh keadaan, "Feeda ada baiknya saya tunggu diluar ya. Beri dia kesempatan untuk menyelesaikan apa yang belum diselesaikan," bisik Faraz didekat Feeda.
Feeda mengangguk dan membiarkan Faraz berlalu pergi keluar kamarnya, "Kalau kamu tidak nyaman. Panggil saja namaku ya, Feeda."
🌻🌻🌻🌻🌻
Soreka mengaduk bubur ditangannya, "Aku masih ingat kamu suka bubur yang diaduk Feeda. Aku suapin ya."
"Gue bisa sendiri," ucap Feeda ketus.
"Nggak apa. Aku suapin aja ya," Soreka mulai menyodorkan sendok kearah Feeda. Tadinya Feeda canggung dan enggan. Tapi karena Soreka terus merayunya, "Kalau buburnya tidak dimakan nanti dia sedih dan menangis."
Akhirnya Feeda pun menurut, karena tangannya pun masih agak nyeri karena diinfus, "Harusnya lo gak perlu repot-repot kesini. Habis ini lo langsung balik aja ya."
"Dulu kamu panggil aku dengan sebutan kak Sore. Kenapa sekarang berubah jadi Lo."
Feeda terdiam beberapa saat. Dia sangat benci saat Soreka membahas masa lalu itu, "Berhenti bahas masa lalu yang nggak akan mungkin terulang lagi."
"Baiklah. Kalau gitu aku bahas pengalamanku selama di jogjakarta saja ya."
Feeda tetap diam.
"Gadis kecil kalau diam berarti setuju. Aku disana kuliah di UGM."
"mmmm...." Feeda hanya bergumam menanggapi cerita Soreka.
"Tapi ternyata Jogjakarta tidak menyenangkan sama sekali. Jogjakarta tidak cocok denganku Feeda. Aku disana bertahan untuk bahagiakan Ibu. Tapi sejak Ibu meninggal rasanya aku tidak punya alasan lagi tetap tinggal di Jogjakarta." Kisah Soreka.
Feeda menarik nafasnya pelan dan bergumam pendek, "mmm...."
"Makanya aku pulang Ke Bogor. Kuliah didaerah Jalan Baru, Gadis kecil. memperjuangkan mimpiku sendiri, menjadi seorang chef profesional."
Feeda hanya terdiam dan Soreka terus melanjutkan ceritanya, "Aku ke bogor atas rasa sayangku padamu, Gadis kecil."
Setelah itu suasana hening. Feeda tidak mengatakan apapun begitu juga Soreka yang hanya terus menyuapi Feeda dengan senyum yang terus mengembang.
"Bahagia sekali bisa melihatmu sedekat ini lagi, gadis kecil. Tidak terasa sudah duapuluh menit. Aku harus pulang." Soreka mencium tangan Feeda yang diinfus dengan lembut dan dengan cepat mencium kening Feeda sekilas.
Begitu terkejutnya Feeda mendapatkan itu. Soreka yang menangkap wajah marah Feeda, buru- buru mengatakan, "Kalau kamu tidak suka menganggapnya salam sayang. Anggap saja itu sebagai salam perpisahan ya, gadis kecil."
🌻🌻🌻🌻🌻
Faraz merasa hatinya remuk berkeping-keping. Melihat laki-laki itu mengecup kening seseorang yang saat ini sedang ia kejar mati-matian. Jatuh butiran jernih diujung matanya dan secepat kilat ia seka. Seperti ini ternyata rasanya jatuh cinta tapi tak berbalas.
Soreka keluar kamar Feeda, sementara Faraz pura-pura sibuk memainkan ponselnya. Hawa panas benar-benar sudah berhasil menjalar keseluruh tubuhnya. Soreka tersenyum melihat Faraz dan mengatakan, "Bro ... Gue sayang dia. Lo juga sayang sama dia. Jadi biarkan Feeda tentukan ya. Siapa yang sebenarnya ia pilih." ucap Soreka dan dibalas tepukan pundak dua kali oleh Faraz yang lekas masuk kedalam kamar rawat Feeda.
🌻🌻🌻🌻🌻
Gais... Kira-kira
Faraz atau Soreka nieh
Yang Feeda pilih?
KAMU SEDANG MEMBACA
FARAZ & FEEDA
Teen FictionKepulangan tidak selalu membahagiakan untuk Feeda. Kembali tidak selalu hal yang menyenangkan untuknya. Feeda yang terbiasa sendiri harus menerima kalau ada seseorang yang ingin menjadikannya rumah. Faraz laki-laki yang tidak pernah menyangka bisa...