Sore ini, Jaebeom sedang duduk di sofa sambil memainkan ponsel, membunuh rasa bosan yang mulai menyelimuti dirinya. Sudah 10 menit berlalu, Arum belum juga selesai. Gadis itu sedang bersiap-siap di kamar, mereka akan pergi ke krematorium sore ini.
Jaebeom berdecak pelan, ia memasukkan ponselnya ke dalam saku. "Han Arum! Sudah jam berapa ini?!" teriak Jaebeom.
"Sebentar," sahut Arum. Beberapa menit setelahnya gadis itu keluar dari kamar. Ia duduk di sisi Jaebeom untuk memakai flat shoes.
Hari ini Arum mengenakan semua hadiah pemberian Jaebeom. Mulai dari gaun putih selutut, flat shoes putih, juga aksesoris lain seperti jepit rambut dan jam tangan. Gadis itu sengaja menggerai rambutnya, dan memakai make-up tipis di wajahnya.
Tanpa sadar, saat Arum keluar kamar tadi, Jaebeom menarik kedua sudut bibirnya. Ia dibuat kagum dengan kecantikan gadisnya. Jaebeom tidak bisa menahan senyuman itu dan terus menatap Arum.
"Jangan menatapku seperti itu, Jaebeom." Arum menegur, gadis itu merasa tidak nyaman ditatap serius oleh Jaebeom.
"Salahkan dirimu yang terlalu cantik," sahut Jaebeom tak ingin disalahkan. Arum tersenyum. Ia balik menatap Jaebeom setelah selesai memakai flat shoes-nya.
"Ayo, lama-lama di sini aku takut merusak lipstikmu," ucap Jaebeom dengan santai, ia terkekeh geli melihat Arum melototi dirinya. Jaebeom beranjak dari sofa, diikuti oleh Arum di belakangnya. Merekapun langsung pergi menuju krematorium tempat abu milik ibunya Arum disimpan.
🌴🌴🌴
Arum tersenyum sendu saat menatap guci putih yang bertuliskan nama Airin di sana. Tatapannya beralih menatap foto dirinya sedang memeluk sang ibu. Tangannya terulur, mengusap foto tersebut walau terhalang kaca pembatas.
"Bu? Arum bahagia di sini. Ibu juga harus bahagia di sana, ya?"
Jaebeom merangkul Arum. Instuisinya mengatakan jika Arum akan menangis terbawa emosi. Daripada ia melihat Arum menangis, lebih baik ia menenangkannya dari sekarang.
"Ini Jaebeom, Bu. Orang yang membuatku bahagia di sini." Arum tersenyum, ia menoleh, sejenak menatap Jaebeom yang juga sedang tersenyum saat ini. "Dia merawatku dengan baik," lanjut Arum.
Jaebeom melepaskan rangkulannya sejenak. Ia membungkuk, memberi salam di depan rak tersebut. "Halo, saya Jaebeom, kekasihnya Arum." Secara resmi Jaebeom memperkenalkan dirinya sebagai kekasih Arum.
"Izinkan saya untuk merawatnya. Saya akan berusaha memberinya kebahagiaan yang lebih. Terimakasih telah melahirkan gadis ini."
Jaebeom menaruh buket bunga di lantai, sejajar dengan rak abu tersebut. Ia menatap foto Arum dan ibunya di sana. "Selamat ulang tahun. Berbahagialah di sisi-Nya," pungkas Jaebeom.
Senyuman Arum semakin melebar. Ia meraih tangan Jaebeom, menggenggamnya lalu kembali menatap foto ibunya. "Selamat ulang, Bu. Arum sayang Ibu, selalu."
Setelah mengucapkan itu, Arum dan Jaebeom langsung memberikan salam perpisahan di depan rak tersebut. Mereka pergi ke ruangan lain, tempat abu ayahnya Arum di simpan.
Arum tidak bisa langsung pulang begitu saja tanpa mengunjungi ayahnya. Walaupun buruk, ia tetap menjadi seorang ayah bagi Arum.
Mereka tiba di ruangan tersebut. Arum langsung melangkah menuju sudut ruangan, rak paling ujung. Gadis itu berdiri dengan menatap foto ayahnya di sana. Jaebeom melakukan hal yang sama, tetapi ketika bola matanya menatap foto tersebut, tubuhnya langsung membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD [Lim Jaebeom] ✓
FanfictionSeri Pertama G7 - [Completed] "Aku tidak peduli, siapapun kamu aku akan selalu mencintaimu. Bahkan ketika aku melihat keburukanmu, aku akan tetap berada di sampingmu." Note ; Han Arum as You