Warning!
Zona berbahaya. Hati-hati muntah baca part ini!
...
“Gue nggak perlu jadi dokter buat ngatur pola makan lo, karena itu bukan cuma tugas dokter. Gue juga nggak perlu jadi orang tua lo kalo cuma buat ngingetin soal makanan, cukup nanti anak-anak kita aja yang susah di omongin buat makan tapi lo jangan.”
Prakk!
Glek!
Uhuk!
Bumi menjatuhkan sendok beserta sebutir bakso yang hendak ia makan karena terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar, Bayu menelan air yang ia minum dengan gerakan lambat, Bara terbatuk-batuk saat menyeruput kuah bakso, sedangkan Samudera hanya menatap sekilas lalu kembali sibuk dengan ponselnya.
Tunggu. Telinga mereka tidak salah dengar kan? Dan, apakah seseorang yang ada di samping mereka itu benar-benar Bintang?
“So—sorry gue nggak sengaja,” sesal Bumi dengan raut bingung sekaligus tak percaya.
“Kerongkongan gue panas banget gila!” ucap Bara lalu bergegas meminum minumannya.
“Kayaknya besok gue harus ke THT deh,” gumam Bayu lirih.
“Norak!” lirih Samudera.
Jika mereka berempat saja yang sudah kenal lama dengan Bintang bisa se-kaget itu, lalu bagaimana dengan Bulan? Gadis itu sudah kepalang malu juga kesal dengan mulut Bintang yang tidak bisa diajak kompromi itu. Otak boleh cerdas, tapi rupanya mulut semua orang sama. Sama-sama tidak bisa di kontrol dan selalu lepas kendali.
Jangan tanyakan bagaimana ekspresi Bulan sekarang, karena jujur saja... Wajah gadis itu sudah memerah tak karuan mendengar pernyataan Bintang barusan.
“Kok tegang yah?” tanya Aileen, ia meletakkan dua gelas minuman untuknya dan juga Bulan lalu duduk kembali ke kursinya.
“Bukan tegang Ay, gue ngerasa ada di dimensi lain malah,” sahut Bulan.
“Nggak usah banyak omong. Di makan nasi gorengnya, keburu dingin nanti!” titah Bintang
“Yang penting hatimu nggak dingin Bin,” sela Bayu yang hanya mendapat tatapan datar dari si empunya.
“Gue—”
“Bar, abisin nih makanan. Gue nggak mau tau pokoknya harus abis,” sela Bintang sembari menggeser seblak milik Bulan ke depan Bara yang tengah menikmati semangkuk bakso.
“Ashiap bosque. Siap melaksanakan tugas tanpa bantahan,” ucap Bara dengan raut berbinar. Bagaimana tidak berbinar? Seblak adalah salah satu makanan favoritnya yang juga cukup laris di sana, selain itu dirinya diberi secara percuma a.k.a gratis bagaimana ia bisa menolak? Bukti surat Ar-Rahman memang benar adanya, Nikmat Tuhan-Mu yang manakah yang kamu dusta kan?
“Eh itu—” Bulan menatap iba pada makanannya karena harus dimakan oleh Bara yang nampak sangat rakus ketika memakannya.
“Sorry yah Lan, titah dari big bos nih. Di rumah gue ganti deh.”
“Apa perlu gue suapin biar lo mau makan?” tanya Bintang lalu tangannya itu berusaha meraih sendok yang ada di piring Bulan sebelum gadis itu lebih dulu mengambilnya.
“Nggak usah!” ketus Bulan, ia dengan kesal memakan nasi goreng itu dengan matanya yang terus tertuju pada seblak impiannya yang sudah lenyap bahkan sebelum ia cicipi sedikitpun.
“Sumpah nih enak banget, mana pedesnya bikin nagih lagi,” ucap Bara dengan nada memanas-manasi.
“Pengen...,” rengek Bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Type [On Going]
Teen FictionBintang selalu berada di sekeliling Bulan. Bintang dengan setia bersinar meskipun Bulan kadang tak menemani. Bintang tahu Bulan lelah, tapi Bulan tak pernah tahu rasa lelah Bintang. Meskipun sinar Bintang tak seterang Bulan, tapi Bintang bersedia m...