9. Jealous

8 9 0
                                    

Satu pekan setelah peristiwa dimana dirinya di ajak pergi jalan-jalan secara mendadak oleh Bintang sudah berlalu.
Dan selama itu pula dirinya belum pernah melihat Bintang sekalipun, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Cowok itu seakan hilang ditelan oleh perut bumi hingga tidak meninggalkan jejak sedikitpun.

Entah ada apa dengan dirinya, saat bersama dengan Bintang ia harus mati-matian menahan emosi dan saat mereka tidak bertemu seperti ini justru ia merasakan kehilangan.
Sesuatu dalam hidupnya terasa ada yang kosong.

Bulan menghembuskan nafasnya panjang sembari mengubah posisi duduknya.

Prakk.

Beberapa buku tulis yang ada di pangkuannya terjatuh bersamaan dengan berubahnya posisi Bulan. Dengan malas ia pun mengambil buku-buku itu, tapi pandangannya terpaku pada sehelai kertas yang baru saja di terima nya beberapa jam lalu.
Sehelai kertas dengan tulisan juga nilai serta predikat yang terpampang begitu jelas. Bulan terus memperhatikan kertas itu yang tak lain adalah lembar lepas, kertas yang berisikan hasil ujiannya sepekan yang lalu.

Jika mengingat ujian sepekan yang lalu, ia jadi teringat dengan sosok Bintang lagi. Tentang peristiwa ia yang tertidur di bahu Bintang, tentang soal-soal nya yang di kerjakan oleh Bintang karena dirinya tidak sengaja tertidur, tentang Bintang yang menerima hukuman karena makan dikelas padahal itu adalah ulah dirinya, dan banyak lagi lainnya.

Semua kejadian disaat PTS benar-benar masih terekam jelas oleh ingatannya. Bagaimana Bintang yang bersikap baik padanya, bagaimana Bintang yang bersikap seolah lelaki nya— tunggu!

Lelaki nya? 

Apa Bulan pantas menyebut Bintang sebagai lelaki nya? Apa semua perlakuan Bulan yang cenderung menolak kehadiran Bintang pantas mengklaim  cowok itu sebagai lelakinya?
Ah rasanya itu semua mustahil. Super duper Impossible.

“Belagu banget tuh si Sofi! Baru di bonceng sekali sama Bintang aja udah sombong.”

“Kalo menurut gue sih itu bukan sombong, tapi kesenengan tingkat dewa.”

“Maksud lo?”

“Ya secara gitu, siapa sih yang nggak mau di boncengin sama Bintang? Kalo aja gue yang ada di posisi nya Sofi juga gue bakal kaya dia.”

“Ya tapi kan nggak harus sampe bikin story  terus di pamerin kemana-mana juga kan?”

“Ya udah sih biarin aja, suka-suka dia mau gimana juga.”

“Sumpah deh potek  hati gue tau nggak?! Kapan coba gue bisa kaya Sofi gitu.”

“Berdoa aja se—”

“Bulan! Sendirian aja.” Aileen menepuk bahu Bulan hingga si empunya terlonjak kaget.

“Lo nepuknya kurang keras! Nggak usah tanggung-tanggung, sekalian aja bikin gue jantungan!” sungut Bulan.

“Ya maap, abis nya lo ngelamun mulu sih dari tadi,” sesal Aileen lalu mengambil duduk di samping Bulan.

“Yang dapet ranking  tiga cieee, gue aja sampe kalah,” goda Aileen sembari menoel dagu Bulan.

“Apaan sih Ay?! Gue lagi males becanda.”

“Aelah PMS buk? Sensi amat.”

“Bodo ah! Ngomong sama ayam!”

“Ayam mana bisa jawab gue tanya apa.”

“Iya in deh Ay, duh please  gue lagi nggak mood  buat ngomong panjang.”

Lah itu kalo bukan ngomong panjang apaan? Kentut panjang?  batin Aileen mencibir.

“Lagi ada masalah yah? Cerita dong sama gue,” pinta Aileen sembari mendekatkan duduknya agar lebih rapat dengan Bulan.

My Type [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang