13. Bhineka Tunggal Ika

10 7 0
                                    

Yosh. Next chapter!
Sedikit info, di chapter ini ada beberapa scene yang memang benar-benar terjadi di real life saia sebagai author :v
Happy reading dan jangan lupa tinggalkan jejak ⭐



D

i pagi hari yang cerah, lingkungan SMA Nusa Bangsa terasa begitu asri dan juga sedikit senyap karena para penghuninya tengah sibuk dengan kegiatan belajar mengajar. Tak jarang pula beberapa dari mereka berseliweran di area koridor toilet entah untuk membuang air atau hanya sekedar jalan-jalan guna menghilangkan kejenuhan.

Berbeda dengan kelas lainnya yang sibuk belajar, siswa di kelas Bulan pagi ini tengah sibuk berlari memutari lapangan karena adanya jam olahraga. Seusai memutari lapangan satu persatu siswa mulai duduk selonjoran di tepi lapangan, tepatnya di bawah pohon kelengkeng yang nampak begitu rimbun meski usianya sudah lebih dari setengah abad.

“Lari doang kok capek ya?” keluh Aileen sembari menarik ujung sepatunya, meregangkan tulang punggung dan kakinya.

“Jarang olahraga sih,” sahut Bulan sembari mengibaskan tangannya karena kepanasan.

“Assalaamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,” ucap pak Teguh selaku guru olahraga yang berdiri di depan semua siswa sembari menenteng beberapa buku di tangannya.

“Wa'alaikumussalaam warrahmatullahi wabarakatuh.”

“Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Allah yang senantiasa melimpahkan rahmat dan inayah Nya pada kita, sehingga kita bisa berkumpul disini dalam keadaan sehat wal'afiat.”

“Aamiin.”

“Sholawat serta salam tak lupa kita curahkan pada Nabi kita, Muhammad SAW semoga kita bisa mendapat syafaatnya di akhirat kelak.”

“Aamiin!” seru mereka semua dengan semangat.

Jangan tanyakan kenapa guru olahraga itu mengawali materi dengan embel-embel layaknya seorang ulama yang tengah berpidato, karena selain menjadi guru olahraga pak Teguh di tunjuk oleh Kepala Sekolah untuk menjadi penanggung jawab area Masjid yang ada di sekolah itu bersama Pak Zain selaku guru agama.

Memang sedikit tidak nyambung, tapi itulah faktanya. Guru olahraga satu ini kerap kali di sapa Ustadz gadungan, mengingat statusnya yang seorang guru olahraga namun bersikap lebih religius daripada pak Zain selaku guru agama.

“Siapa yang nggak masuk?” tanya nya sembari memperhatikan seluruh siswa.

“Nihil nggak masuk pak!” ucap Rama salah satu murid pindahan sama seperti Bulan yang merangkap menjadi ustadz gadungan KW nya pak Teguh.

“Kemana sih? Kok Nihil sering nggak masuk? Putri sehat?” tanya nya lagi sembari menatap salah satu siswi nya yang tengah berbincang ria dengan teman sebelahnya, murid langganan yang sering alpha.

“Alhamdulillah sehat Pak,” sahutnya.

“Kahfi sih? Lagi nyupir apa ngangkut kayu dia?”

“Astaghfirullah.,. Di bilang nihil Pak!” ucap Bulan.

“Biarin Lan, orang tua jangan di bantah. Iyain aja biar cepet,” sahut Kahfi selaku siswa yang di maksud Pak Teguh sembari ngelus dada.

“Kebanyakan mecin sih pas kajian,” sahut Ahda.

“Ya sudah kalo hari ini Nihil. Sekarang buka buku paket halaman 136, materinya Lompat Jauh.”

“Yok yang piket, yang piket,” ucap Rama dengan gaya sok nya.

“Ambil berapa Pak?” tanya Ditya yang sudah berdiri bersama dengan Kahfi.

“Terserah, tapi syukur-syukur sih satu orang satu,” setelah mendengar itu Ditya dan Kahfi pun melenggang pergi menuju perpustakaan.

My Type [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang