6. A Massage

17 15 5
                                    

Jarum jam dinding di kamar Bintang menunjukkan pukul 19.30 WIB. Suara binatang yang beraktivitas di malam hari menemani kesunyian yang ia rasakan sekarang. Senyum nya lagi-lagi merekah dengan sendirinya kala mengingat kejadian dua hari lalu saat bersama Bulan.

Percakapan singkat antara dirinya dan Bulan yang masih terekam jelas oleh otaknya lagi-lagi menimbulkan efek aneh pada tubuhnya.
Bagaimana mungkin sosok seperti dirinya yang jarang menjalin komunikasi dan cenderung menjaga jarak pada makhluk yang bernama cewek  a.k.a  kaum hawa atau apapun itulah sebutannya, kini bisa berbicara se-frontal  dan se-nyleneh itu dengan Bulan? Gadis yang belum genap sebulan ia kenal.

Bahkan dengan teman sekelasnya pun Bintang tidak pernah bertingkah seperti itu, terhadap mereka para fans fanatiknya pun ia seolah ogah-ogahan untuk merespon. Bahkan dengan para mantannya pun Bintang bersikap layaknya mereka patung hidup yang tak pernah ia pedulikan.
Tapi...

“Gue bisa gila kalo gini terus.” gumam Bintang lirih sembari menggelengkan kepalanya berusaha mengusir Bulan dari pikirannya.

“Bintang? Lo belum tidur kan?” teriak seseorang di balik pintu kamar Bintang.

“Belum Kak, kenapa?” sahut Bintang.

“Makan dulu, gue udah masak banyak nih. Kalo bukan lo siapa lagi yang mau ngabisin?” ucap seseorang yang di panggil Kak  oleh Bintang yang tak lain adalah Gemintang, Kakak sulung Bintang.

“Bentar lagi gue turun, lo duluan aja.”

“Ya udah, gue duluan.”

“Hm.”

Bintang bangkit dari tidurnya lalu berjalan menuju jendela kamar nya yang ia biarkan terbuka. Semilir angin masuk begitu saja tanpa seizin dari si pemilik kamar, gelapnya langit malam menambah kesunyian yang ada di sekitar cowok itu.

Bintang menatap langit yang di hiasi oleh bintang-bintang dan juga rembulan yang terlihat seperti sebuah senyuman.

Mata hitamnya itu menatap rembulan tanpa berkedip seolah jika ia berkedip sekali saja maka rembulan akan lenyap begitu saja.

“Lo ibarat Rembulan  dan gue ibarat Bintang-bintang  yang selalu ada di sekeliling lo. Bintang  yang selalu menemani kesendirian sang Rembulan.” gumam Bintang lirih.

Berbeda halnya dengan Bintang yang tengah menikmati kesunyian, di sisi lain Bulan tengah beradu mulut dengan adik satu-satunya yaitu Langit.

Mereka terlihat bukan seperti anak SMP dan juga SMA melainkan seperti anak TK yang saling meperebutkan remot TV. Bulan yang tidak mau kalah merebut remot itu dengan kasar dan juga Langit yang siap siaga mempertahankan remot yang ada ditangannya berusaha sekuat tenaga agar tidak direbut oleh Kakak nya.

“Gantian napa?! Lo udah nonton Tv dari siang sekarang giliran gue!” omel Bulan.

“Bodo amat suka-suka gue lah mau nonton kapan aja!”

“Buruan siniin gue mau nonton drakor ogeb! ”

“Biasanya juga di Hp ngapain di Tv?! Ganggu tau nggak! Lepasin!” seru Langit yang tak mau mengalah dari Bulan.

“Gue aduin Bunda nih lo nggak mau ngalah.” ancam Bulan.

“Aduin aja sana, gue nggak takut!”

“Bundaaa Langit nih Bun masa dia nggak mau ngalah sama Kakak.” teriak Bulan dengan suara nyaringnya.

“Brisik bego! Suara lo ganggu tetangga malem-malem gini.”

“Salah sendi—”

“Ya ampun kalian apa-apaan ini?! Udah gede masih aja suka ribut.” lerai Vini sembari menghampiri keduanya.

My Type [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang