7. Iblis vs Setan?

23 5 0
                                    


Tittttt....

Gab tersentak kaget. Bahkan, handphone yang dimainkannya sejak tadi sudah terjatuh saking terkejutnya dia.

Gab menatap tajam mata elang milik Skala, lalu mengambil handphonenya yang terjatuh.

"Lo bisa nggak sih, nggak ngagetin gua?!" Ketus Gab. Mungkin sekarang hobi Skala adalah mengejutkannya. Terbukti, beberapa kali selalu Skala yang membuat Gab terlonjak kaget.

"Nggak" jawab Skala santai yang membuat Gab menggeram kesal.

"Udah ah, cepat! Gua mau kesekolah!" Ucap Gab, lalu menaiki motor besar milik Skala tanpa peduli lagi pada Skala.

Tanpa sadar, Skala terkekeh geli. Bisa-bisanya dia suka dengan kekesalan yang terpancar di wajah Gab. Dan entah mengapa Skala selalu ingin berada disamping Gab.

Sesuai perkataan Skala kemarin. Dia akan menjemput Gab dirumahnya. Dan Gab, tidak boleh menolak.
Dasar Skala egois_batin Gab.

"Nih!" Skala memberi sebuah Helm khusus penumpang pada Gab. Dan Gab menerimanya tanpa suara.

"Nggak mau peluk?" Tanya Skala menggoda. Lagi-lagi, hobi baru menghampirinya. Tentunya, itu semua hanya ditunjukkannya pada Gab.

"Ogah!" Balas Gab ketus. Skala terkekeh. Skala masih bisa melihat wajah kesal Gab melalui spion motornya.

"Ga usah cemberut" Gab menoleh pada Skala. "Muka lo makin jelek" tambah Skala, kemudian tertawa kecil.

Refleks, Gab memukul bahu Skala keras yang membuat Skala meringis.
"Awhh, Lo mukul gua pake tangan?" Tanya Skala dengan tampang bodohnya.

"Nggak, pake telinga!" Ceplos Gab.

"Pantes nggak sakit" Skala tertawa, lagi.

Untuk kedua kalinya, Gab memukul bahu Skala lebih keras. Kali ini, Skala hanya diam walau sebenarnya dia mengakui bahwa pukulan Gab tidak bisa dianggap remeh untuk ukuran gadis sepertinya.

Skala melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Entah karena tak ingin mendengar ocehan dari Gab karena ngebut, atau ingin berlama-lama berdua bersama Gab. Skala merasa aneh.

Gab sosok gadis yang banyak tingkah, ceria, dan cerdas walau Skala akui bahwa Gab juga memiliki sifat garang yang membuat orang-orang takut berada didekatnya.

Skala mengintip spion motornya, melirik pantulan wajah cantik milik Gab yang tampak menikmati suasana jalanan dipagi hari ini.

Mata Gab berbinar saat melihat toko ice cream. Sontak, Gab memukul bahu Skala kencang.
"Skala! Skala! Berenti!" Ucap Gab keras.

Skala berhenti, menggeram kesal karena Gab mengejutkannya.
"Ngagetin aja, lo! Kalo kita jatoh tadi gimana?!" Tanya Skala kesal.

Gab tak menghiraukan Skala. Gab lebih memilih untuk turun dari motor dan menghampiri toko ice cream itu. Ice cream? Makanan yang tak akan pernah Gab tolak.

"Bang, Ice cream rasa coklat 3!" Ucap Gab semangat. Pedagang itu mengangguk, lalu mulai meracik pesanan Gab.

"Nih neng pesanannya" Gab menerima ketiga Ice cream itu dengan mata berbinar senang.

Gab ingin mengambil uang disakunya, namun ketiga ice cream yang berada ditangannya membuatnya susah melakukan hal itu.
"Bentar ya bang" ucap Gab. Masih mencoba untuk mengambil uang disakunya.

"Apa susahnya sih minta tolong!" Gab menoleh, mendapati Skala yang berjalan kearahnya sambil menaruh tangannya dikedua sakunya.

"Nah. Untung lo dateng!" Ucap Gab. Skala mengernyitkan dahinya.

SKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang