"Wahh, bener-bener ya lo Rai. Kaki gua sakit gini malah lo senggol" ketus Gab saat Raina tiba-tiba datang dan menyenggol kaki Gab yang sakit. Raina hanya nyengir kuda."Sorry Gab, gua kan ga sengaja" Raina tersenyum manis yang membuat Gab memutar bola matanya jengah.
"Gua lihat-lihat, makin parah aja tuh kaki" Ucap Zhema sambil memperhatikan sisi kaki Gab yang tampak bengkak dan memar.
"Tadi pagi gua jatuh lagi dari kasur gua, trus kaki gua yang sakit ngebentur kursi samping kasur gua" Gab cengengesan menceritakan. Arla bergidik ngeri.
"Nyeri banget pasti tuh. Pantes ga sembuh-sembuh" Ucap Arla sambil menatap ngeri kearah kaki Gab. Gab terkekeh pelan.
"Masih bisa jalan?" Tanya Zhema, Gab mengangguk.
"Gua bukan cewek lemah" Gab memutar bola matanya jengah saat mendengar perkataan 3 sahabatnya yang menirukan suaranya saat mengatakan itu.
"Emang gua bukan cewek lemah" ujar Gab, lalu berdiri dari duduknya.
"Iya deh Gab, pecaya kok pecaya" Arla menganggukkan kepalanya.
"Udah, yuk pergi kelapangan" Ajak Raina yang diangguki ketiga sahabatnya.
"Woyy, pelan-pelan napa. Kaki gua sakit nih. Cepet banget jalannya" ketus Gab kesal.
"Iya-iya, cerewet banget sih" Zhema ikut kesal.
Mereka sudah sampai dilapangan. Semuanya diintruksikan untuk berbaris rapi, mengikuti kegiatan MOS dihari terakhir ini.
Gab memilih untuk duduk dilantai lapangan paling belakang agar kakinya tidak sakit karena terlalu lama berdiri. Biarlah orang-orang marah melihat aksi Gab yang seenaknya. Tapi, ini demi keselamatannya juga. Gab tidak peduli dengan pandangan orang lain.
Gab menghembuskan nafas lega saat mendengar MOS akan selesai. Riuh tepuk tangan didalam hati Gab semakin menjadi jadi.
"Maaf, yang dibelakang, mohon berdiri" Gab tau. Sangat tau kalau suara itu pasti ditujukan untuknya. Pasalnya, hanya Gab yang duduk seenaknya saat semua orang berbaris, dan Gab memang duduk pada barisan paling belakang agar tidak terlalu terlihat.
Gab mencengir kuda pada sang ketua Osis itu.
Rizhan_ ketua OSIS yang berwibawa dan berwajah tampan itu berjalan kearah Gab duduk. Gab hanya menyengir kuda pada teman sekaligus tetangganya itu.
"Kenapa lo duduk?" Tanya Rizhan sambil menaruh tangannya kedalam saku celana abu-abunya.
"Kaki gua sakit" Jawab Gab sambil mengembangkan senyumnya yang membuat Rizhan ikut tersenyum.
"Kenapa bisa sakit?" Dengan semangat membara 45, Gab menceritakan kejadian yang membuat kakinya seperti ini pada Rizhan.
"Yagitu deh" Gab menggedikkan bahunya. Gab sadar, mereka berdua sudah menjadi bahan tontonan. Banyak mata melihat kearah mereka, tapi Gab tak punya waktu untuk memikirkan itu.
"Yaudah, duduk aja gapapa. Gua kedepan lagi" Gab mengangguk pada Rizhan, dan Rizhanpun kembali kemimbar kehormatannya sebagai ketua OSIS.
Gab mengipas-ngipasi wajahnya dengan kedua tangannya. Berharap gerahnya akan hilang. Namun, matahari berkata lain. Dia bahkan membuat keringat Gab menetes banyak.
Sesekali, Gab mengeluh karena panas. Namun, acara tak kunjung selesai juga. Gab mendengkus kesal.
Beberapa detik selanjutnya, panasnya berkurang. Matahari juga sudah tidak terlalu menyengat untuk Gab. Gab menoleh saat mendengar bisikan cewek-cewek yang menyebut nama 'Skala' didekatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionAbout Skala. Bukan. Bukan sang pemerkecil gambaran permukaan bumi di atas bidang datar. Tapi, sang pemerkecil Rindu di permukaan hati.