Selasa. Hari ini, MOS kedua dimulai. Tak peduli jika anggotanya mau atau tidak, MOS akan tetap berjalan sesuai rencana awal. Gab benci ini, namun tak bisa melakukan apa-apa. Hanya bisa menghembuskan nafas panjang sembari mengusap wajahnya kasar."Gab" Gab hanya berdeham menanggapi panggilan dari Zhema yang berada disampingnya.
"Katanya, ntar sore anak-anak Outlaws mau tawuran sama Alzathar. Widih, seru tuh" ucap Zhema antusias.
Sudah tidak asing lagi, Geng antara dua sekolah ini selalu menjadi topik pertama. Outlaws dari SMA garuda, dan Alzathar dari SMA Merpati. Selalu membuat kerusuhan.
Arla memutar bola matanya jengah.
"Seru apanya, bego banget urusan tawuran terus. Ga sayang badan, itu namanya" ketus Arla kesal.Mereka berbaris sesuai kelas dengan rapi dan tertib, sampai acara dimulai dan selesai. Walau hanya beberapa menit, tapi mampu membuat kaki Gab keram. Untung saja pagi ini tidak panas, yang berarti tidak membuat Gab harus berkeringat dan berbau matahari.
Gab dan sahabat-sahabatnya berjalan menuju kantin sekolah untuk membeli minuman agar rasa haus mereka hilang setelah lelah berdiri dilapangan mengikuti acara MOS yang menguras tenaga itu. Belum lagi, tantangan-tantangan yang akan diberikan panitia saat dikelas nanti.
Gab meminum sebotol air mineral dingin yang dibelinya, lalu duduk di kursi kantin diikuti Arla, Raina, dan Zhema.
"Eh, Gab. Btw nih, lo kemaren beneran dikejar sama orang yang lagi tawuran pas mau pulang?" Tanya Raina setelah menghabiskan sebotol minuman dingin yang dibelinya.
Berita tentang Gab yang pernah dikejar oleh orang yang sedang tawuran tempo hari telah menyebar, walaupun tak sedikit yang tidak percaya.
Gab mengangguk pelan, yang membuat ketiga temannya melotot tak percaya.
"Seriusan?" Tanya Arla heboh. Gab mengangguk lagi."Trus, trus. Gimana lo bisa lepas?" Tanya Zhema kepo. Gab melayangkan pikiran pada tempo hari lalu, dimana Gab dengan susah payah menghindari kejaran cowok-cowok yang sedang tawuran itu. Bahkan, hari ini nyeri dikakinya belum hilang beserta luka yang masih dibaluti perban. Kaki Gab juga masih pincang saat berjalan.
"Ada Skala" jawab Gab pelan. Zhema yang sedang minum, langsung menyemburkan air itu keluar saking kagetnya.
"Hah??? Kak Skala yang nyelamatin lo?!!!!" Suara toa Zhema mampu membuat seisi kantin menoleh kearah mereka berempat. Gab memukul lengan Zhema karena kesal.
Sedang Zhema hanya cengengesan tak berdosa."Sorry-sorry, so? Beneran kak Skala yang nolongin lo?" Tanya Zhema masih dengan kekepoan tingkat tinggi.
"Iya" jawab Gab singkat.
"Wahh, beruntung banget lo. Secarakan, kak Skala ketua geng Outlaws, pasti yang lagi tawuran langsung takut lihat mukanya kak Skala" Arla terkekeh pelan, namun Gab melongo tak percaya.
"Hah, beneran?" Kali ini Gab yang bersuara toa.
"Biasa aja kali, ga usah ngegas" cibir Zhema yang dibalas delikan tajam dari Gab.
"Emang lo ga tau?" Tanya Raina yang sedang memakan keripik kentang kesukaannya. Gab menggeleng.
"Sumpah lo ga tau kalo kak Skala itu ketuanya Outlaws?" Lanjut Raina. Lagi-lagi Gab mengangguk.
"Pantes" Zhema memutar bola matanya jengah.
"Kenapa?" Tanya Arla heran.
"Pantesan aja Gab ga takut sama kak Skala. Malah kemaren dibentak-bentak" jawab Zhema, Arla dan Raina mengangguk.
"Untung kak Skala ga marah balik" ujar Raina.
"Lo kira, gua takut sama dia" Gab terkekeh. Sedangkan yang lainnya tertawa terbahak-bahak.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKALA
Teen FictionAbout Skala. Bukan. Bukan sang pemerkecil gambaran permukaan bumi di atas bidang datar. Tapi, sang pemerkecil Rindu di permukaan hati.