Chapter 8

33.6K 3.3K 1.2K
                                    

"You remind me of loose change. Two-faced and worthless."
VERDANT

⚜⚜⚜

Seorang pria dengan jas dan kacamata hitam memandang dua wanita yang masih berdiri di tempat yang sama selama hampir satu jam. Dibawah pohon Oak yang rimbun, hembusan angin menyibakkan rambut kedua wanita itu selama beberapa saat. Sofia benar-benar membawa Alexa ke makam kedua orangtuanya tanpa sepengetahuan Milo.

Wanita itu tengah menceritakan bagaimana masa kecil sang kakak pada putri tunggalnya. Setidaknya, agar Alexa tahu bagaimana kepribadian sang ayah saat masih tinggal di Italia. Remaja keras kepala yang bertindak semaunya sendiri.

"Saat dia berumur empat belas tahun, dia lebih suka berdiam diri dikamar dan membaca komik tentang para detektif. Dia mulai sering melewatkan makan malam hingga ibu membuang semua komik miliknya diam-diam," kata Sofia. Sudah hampir lima belas menit sejak ia mulai membicarakan kebiasaan-kebiasaan Alexander.

"Dia marah dan membanting vas langka milik ibu setelah tahu semua barang kesayangannya tak ada ditempat yang seharusnya. Satu minggu setelah itu, dia meminta ayah untuk membeli sebuah toko buku untuk dijadikan perpustakaan pribadi. Ayah tak menyukai ide itu, dan memilih untuk membangun sebuah rumah di dekat danau yang berisi ribuan buku."

Alexa menatap batu nisan sang ayah dan kembali meneteskan air mata dalam diam. Ia berdiri dibawah terik matahari yang membuat tubuhnya menjadi lebih hangat. Semesta seperti sedang memeluknya. Sangat menyakitkan karena semua harus berakhir seperti ini.

Perlahan gadis itu mulai tersadar akan realita. Sebanyak apapun air mata yang jatuh menyentuh tanah, jiwa yang sudah pergi tak akan pernah bisa kembali. Kenangan mereka memang abadi, tapi raga mereka adalah hal yang paling Alexa rindukan. Tak apa. Langit akan menjadi lebih indah bagi Alexa karena dua malaikatnya ada disana, menyapanya lewat senyuman mentari dan rembulan.

Sofia masih melanjutkan monolognya. "Dia memilih untuk tinggal bersama buku-buku itu daripada bersama kami. Mungkin juga karena Rousseau sering mengejeknya dengan panggilan kutu buku bodoh. Dia tak pernah mau mengalah dengan Rousseau." Ia tertawa kecil. Mengingat kembali bagaimana kedua kakaknya sering bertengkar karena hal sepele.

Bahkan ingatan ketika kedua kakaknya berkelahi karena teman sekelasnya tak sengaja berbuat ulah hingga melukainya, masih terekam jelas dalam memori Sofia. Itu adalah kenangan paling membekas bagi Sofia, karena kedua kakaknya rela bekerja sama untuk membalas temannya. Karena setelah itu, Alexander tidak lagi tinggal bersamanya.

"Saat ulang tahun ayahmu yang ke delapan belas, aku memergokinya membawa tiga orang asing yang menginap dirumah itu. Aku mencari tahu tentang mereka karena mereka terlihat sangat dekat dengannya. Pengawal pribadinya mengatakan jika mereka adalah Anthony, Olivia, dan Matteo, sahabat terdekat ayahmu yang selalu membantunya ketika dia dirundung di sekolah. Aku tak menyangka jika dia sempat menjadi bulan-bulanan teman-temannya hanya karena cara berpakaiannya yang sederhana. Mereka pasti sudah kehilangan akal karena berani menyentuh Alexander."

Sofia memandang Alexa yang masih setia menatap makam kedua orangtuanya. Diatas makam itu, ada buket bunga Lily dan Krisan dari Alexa. Sofia menduga jika Alexa akan membutuh waktu lama untuk sembuh dari luka perihal kehilangan terbesar dalam hidupnya. Ia juga berpikir, agar kesedihan Alexa tak berlarut-larut, mungkin tidak ada cara lain selain membuat gadis itu sibuk dengan persiapan pernikahan atau rencana pengangkatannya sebagai CEO Morel Bank.

Wanita dengan rambut terurai yang sedikit bergelombang itu mulai mengalihkan perhatiannya pada hamparan laut biru yang tampak begitu memanjakan mata dari atas bukit. Semilir angin terasa begitu menyejukkan karena ini sudah hampir tengah hari. Tempat yang sempurna untuk peristirahatan terakhir.

The Devil ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang