"Tolong Ibu Nak ..." pinta Bu Ambar wanita paruh baya namun masih terlihat cantik. Ia menatap memohon ke arah mata anak bungsu yang berdiri dihadapannya. Wajah pemuda itu tampak gelisah, ia ingin menolak permintaan ibunya.
"Ibu, Algis gak mau Bu, ini menipu namanya. Dan Algis ini cowok Bu, gimana Algis bisa gantiin Kak Ajeng, sih Bu?"
Algis mencoba memberi pengertian pada Bu Ambar namun wajah sang Ibu nampak makin sedih dan putus asa. Wanita itu kembali meraih pergelangan tangan putranya dan menggegam erat tangan Algis.
"Ibu mohon Gis, ibu mohon, gantikan posisi Kakakmu. Kalau kamu gak nolong Bapak dan Ibu bagaimana Ibu bisa menghadapi para tamu undangan, lebih-lebih keluarga Pak Suryadi."
Algis menatap ke arah wajah ibunya yang nampak mulai menua namun tetap masih terlihat ayu. Ia merasa tidak tega kalau harus melihat wajah itu bersedih dan menahan malu karena perbutan kakak perempuannya, Ajeng. Gadis yang seharusnya saat ini berada di depan meja rias, gadis yang seharusnya melangsungkan pernikahan hari ini. Akan tetapi gadis itu justru tidak ada di tempat. Dia kabur. Meninggalkan pernikahannya tanpa ada seorang pun yang tahu kenapa.
Mengetahui anak gadisnya pergi meninggalkan rumah beberapa jam sebelum pernikahan, membuat Bu Ambar sang ibu panik bukan main. Rumah sudah penuh tamu undangan keluarga dari mempelai pria sudah datang menunggu, apa yang akan dia katakan pada semua orang. Anak saya kabur??? Sungguh itu tidak lucu tidak terbayang betapa malu dan kacaunya jika ia mengatakan itu pada tamu undangan dan keluarga mempelai pria.
Hingga munculah ide nekat untuk menyelesaikan masalah genting yang ia hadapi.
"Baik lah Bu, tapi Algis gak akan ikut campur sama akibatnya," jawab Algis akhirnya.
Bu Ambar wanita paruh baya itu menghela nafas lega, perlahan genggaman tangannya merenggang ia mengulurkan jari tangan kearah wajah Algis membelai lembut wajah putra kesayangannya itu.
"Trimaksih ya Nak, hanya untuk hari ini saja. Setelah ini Ibu akan menjelaskan pada semuanya. Setidaknya kalau para tamu undangan sudah pulang."
Algis hanya diam.
Bu Ambar membawa Algis masuk ke kamar, di dalam kamar sudah ada tukang rias dan seorang asisten rias. Sepertinya mereka berdua sudah cukup lama menunggu pengantin wanita yang hendak dirias.
"Tut, ini anakku, buruan dirias sudah gak ada waktu lagi Tut," kata Bu Ambar dengan wajah gelisah dan terburu-buru. Bu Ambar membimbing Algis duduk di kursi menghadap cermin rias. Tukang rias pengantin yang bernama Tutik yang tak lain adalah sahabat Bu Ambar bingung, bengong, mulutnya sedikit membuka seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Lha kok bengong sih Tut, buruan dirias."
Bu Ambar gemas.
Sang rias pengantin masih bengong mulutnya masih seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Algis minta dirias juga ya mbak yu?" tanya si rias pengantin dengan wajah penuh heran.
"Rias Algis, gunakan seluruh kemampuanmu buat Algis jadi pengantin wanita paling cantik hari ini."
Si rias pengantin dan asistennya terkejut, mata mereka melotot tidak percaya di kepala mereka tiba-tiba timbul banyak pertanyaan.
"Aku gak bisa jelasin sekarang, pokoknya kamu kerjain aja apa yang aku minta. Waktunya dah mepet banget ini," kata Bu Ambar seakan tahu apa yang dipikirkan sahabatnya itu. Wajah Bu Ambar makin frustasi dari sebelumnya.
Tanpa banyak bertanya lagi Tutik dan asistennya mulai merias wajah Algis menjadikannya pengantin wanita, yang akan menggantikan Ajeng, gadis yang harusnya ia rias hari ini. Algis hanya diam selama dirias, sesekali dia bersin ketika bedak tabur dan lainya dioleskan kewajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY WIFE IS A BOY (End)
General FictionAlgis dengan terpaksa menuruti kemauan ibunya. Ia dipaksa menggantikan Ajeng kakaknya untuk menikah. Dikarenakan Ajeng kabur meninggalkan rumah ketika hari pernikahan. Algis seorang pemuda yang manis harus pura-pura menjadi pengantin wanita demi men...