Tubuh ingin logika tidak

11.2K 1K 110
                                    

Hati ku dan hatinya mengisaratkan rasa

mencoba menepis menghempas
mencoba berpaling tak hiraukan

Namun hati ini menghianati diri
Hati ini mendambanya merindunya

Tepuk tangan riuh penonton menyambut, setelah Algis dan sekelompok pemuda menyelesaikan penampilan mereka. Algis tersenyum malu-malu dia mendapat banyak teriakan kagum dari penonton, terutama para gadis-gadis remaja yang entah sejak kapan saat ini sudah mengeliling si manis. Mereka dengan sopan meminta izin pada Algis untuk minta foto bersama.

Sebenarnya Algis merasa tidak nyaman. Dia merasa bukan seorang artis, jadi buat apa minta foto bareng. Sepertinya Algis tidak tau, kalau jaman sekarang tidak perlu bermain dalam sebuah drama film atau menjadi penyanyi yang masuk dapur rekaman untuk menjadi seperti selebritis. Di era digital seperti sekarang ini, semua orang bisa terkenal. Bisa populer jika dia menarik perhatian masyarakat dengan kreatifitasnya.

"Kak, minta foto bareng ya kak." kata salah satu gadis remaja.

Gadis itu meminta temannya untuk membantu mengambil foto dirinya dan Algis. Gadis itu mendekatkan diri, merapat pada tubuh ramping Algis hingga tak ada jarak lagi antara mereka. Baju mereka bergesekkan, lengan mereka tanpa sengaja bersentuhan.

Tak jauh dari mereka berdiri ada sorot mata elang menatap tajam kearah mereka. Bentuk tatapan tak suka.

Panji melonggarkan dasinya. Tiba-tiba dia merasa sesak dan gerah. Ia lalu berjalan cepat ke arah Algis. Kaki panjangnya melangakah mendekati si manis yang masih sibuk berfoto dengan gadis-gadis remaja.

"Sreettttt"

Algis tersentak saat di rasakanya seseorang menarik lengannya menjauhkan dirinya dari kerumunan gadis.

"Mas," lirih Algis. Dia bingung. Kali ini Panji menarik lengannya agak kuat, membuat pergelangan tangannya lumayan sakit.

"Ayo...pulang!" kata panji dingin.

Ia menarik lengan Algis tuk meninggalkan tempat itu. Algis sedikit terseret karena menyesuaikan langkah pria dewasa di depannya. Dibandingkan dengan kakinya jelas kaki Panji lebih panjang. Langkahnya pun lebih lebar. Tak heran jika Algis kepayahan mengimbangi langkah Panji.

Semua mata memandang heran ke arah mereka berdua. Begitupun dua pria dewasa lainnya, Radit dan Bastian. Mereka berdua juga heran, melihat Panji tiba-tiba mengajak Algis untuk pulang.

"Baby, ayok waktunya untuk lo pulang juga." kata Radit di sela kebingungan Bastian. Sejak di kampus dia tidak mengerti ada hubungan apa antara pria dingin itu dengan sahabatnya.

"Baby...ayok pulang," ajak Radit lagi. Kali ini yang diajak bicara menoleh. Namun, menoleh dengan tatapan ingin membunuh.

"Jijik tau gak gue dengernya. Sialan!!!!" umpat Bastian. Lalu berjalan menjauh meninggalkan Radit. Dia mau pulang. Dan tidak sudi pulang diantar oleh orang menyebalkan.

"Baby...lo gak bisa pulang sendiri dompet lo sama gue!" seru Radit.

Bastian menghentikan langkah kakinya, meraba saku belakang celananya. Dan benar saja, dompetnya raib.

"Arrrrggghhhh" Bastian kesal setengah mati. Dan Radit hanya nyengir, memamerkan deretan gigi rapinya dengan ekpresi tak berdosa.

****

Panji menambah kecepatan laju mobilnya.Tatapan matanya lurus ke depan. Fokus pada jalan raya. Ia sama sekali tidak menoleh ke arah samping. Di samping kursi kemudi, ada Algis duduk dengan raut wajah bingung. Dia tidak berani melihat ke arah pria di sampingnya. Terlalu horor. Menakutkan. Dia tidak pernah melihat wajah Panji datar dan dingin seperti itu.

MY WIFE IS A BOY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang