Melihat meja makan belum ada siapapun, Bu Rina mendongak ke lantai atas mencari tahu apa dua orang yang tidur di kamar atas belum ada yang bangun padahal sudah pukul 08.30 pagi. Hari ini memang masih hari libur namun tidak biasanya Algis juga belum ada di meja makan
"Panji dan Algis apa belum bangun Bi?" tanya Bu Rina pada Bi Inah yang sedang sibuk menata sarapan di atas meja makan.
"Belum Nya...." jawab Bi Inah dengan nada penuh sopan.
Bu Rina berjalan menapaki anak tangga, naik ke lantai atas. Wanita paruh baya itu ingat, semalam Panji dan Algis pulang dini hari, mungkinkah karena hal itu mereka belum bangun jam segini. Langkah Bu Rina berhenti di depan pintu kamar anak tunggalnya.
Ia harus membangunkan Panji segera, sebelum suaminya bertanya dimana Panji. Kenapa belum bangun, kenapa belum ada di meja makan. Dan pasti ujungnya akan tahu Panji semalam pulang dalam keadaan mabuk. Jika sudah seperti itu bisa dipastikan akan ada perdebatan sengit antara anak dan bapak.
Perlahan Bu Rina meraih gagang pintu kamar panji, lalu membuka pintu kamar. Namun ketika melihat ke arah tempat tidur matanya melebar, mulutnya menganga kaget. Siapapun orang yang melihat pemandangan diatas tempat tidur itu pasti akan berpikir yang iya iya. Berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun Bu Rina kembali menutup pintu kamar Panji. Diurungakan niatnya untuk membangunkan Panji. Dia buru-buru meninggalkan kamar anaknya tanpa suara, entah kenapa Bu Rina merasa malu campur gemas melihat Panji dan Algis dengan posisi tidur seperti itu. Mengingatkan akan dirinya sendiri, dia sudah lama tidak tidur dengan posisi semanis itu.
"Kenapa Ma... senyum-senyum sendiri?" Pak Suryadi menatap heran ke arah istrinya. Pria itu duduk di meja makan sambil menyesap teh hangatnya.
"Hehe...gak ada apa-apa kok Pa, ingat hal lucu saja." Bu Rina duduk di samping Pak Suryadi.
"Apa Panji belum bangun, Papa harus kasih tahu dia jam tiga ada pertemuan dengan teman bisnis Papa."
Pria yang memiliki garis wajah mirip Panji itu bangkit berdiri, mendorong kursinya ke belakang lalu melangkah ke arah tangga.
"Eh...Papa mau kemana???" Bu Rina menghentikan langkah suaminya.
"Ke atas...mau kasih tau Panji."
"Ehhh.....gak usah, udah Papa sini aja lanjutin makannya." Menarik lengan suami dan mendudukan ke kursi.
"Panji udah bangun Pa paling lagi mandi, sudah buruan habisin makannya Pa"
"Kalo begitu nanti mama ingat kan Panji ya, soalnya ini tamu penting."
"Iya Pa iya, lagian Mama hari ini gak kemana-mana, gak ada acara dan lagi pula Panji kan ada sekertaris pasti sekertarisnya ingetin dia."
"Ini masih hari libur Ma, Sekertarisnya pasti gak kerja."
"Mama ingetin Panji nanti." Percakapan dua orang itu selesai sampai disitu, Pak suryadi pergi meninggalkan meja makan setelah mendapat telpon.
Dua insan manusia masih tertidur lelap, masih terbuai di alam mimpi masing-masing. Mereka tidur saling menghadap dan berpelukan. Si ramping menenggelamkan wajahnya di ceruk leher pria yang bertelanjang dada.
Salah satu dari mereka menggeliatkan badan, mengerutkan kening, saat merasakan kebas pada lengannya karena sesuatu yang menindih lengannya. Ia bergeser melonggarkan badan. Perlahan ia membuka mata, ada wajah manis yang masih terlelap menyapanya. Bulu mata lentik dengan bibir mungil yang sedikit terbuka, wajahnya begitu tenang dalam tidur.
"kenapa kamu akhir-akhir ini selalu datang menggangguku," gumam Panji dengan suara pelan dan serak. Matanya masih belum terbuka sempurna sesekali terpejam lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY WIFE IS A BOY (End)
General FictionAlgis dengan terpaksa menuruti kemauan ibunya. Ia dipaksa menggantikan Ajeng kakaknya untuk menikah. Dikarenakan Ajeng kabur meninggalkan rumah ketika hari pernikahan. Algis seorang pemuda yang manis harus pura-pura menjadi pengantin wanita demi men...