Sudah tahu

15.1K 1.3K 85
                                    

Di kamar atas Algis duduk di tepi tempat tidur. Dia masih memakai kebaya, belum berganti pakaian dia tampak gelisah. Sejak masuk ke dalam kamar bersama panji Algis hanya duduk di pinggir tempat tidur tanpa bergeser sedikit pun. Sesekali matanya melirik kearah pintu berharap ibunya datang dan menyelamatkan dia dari kekacauan yang sebentar lagi akan terjadi. Namun, hingga satu jam lamanya yang ditunggu tak kunjung datang. Algis semakin tampak gelisah gugup juga takut ia meremas tangannya sendiri berusaha menghilangkan rasa gugupnya namun sia-sia.

Panji keluar dari kamar mandi, berjalan kearah tempat tidur. Dia sudah berganti pakaian. Hanya mengenakan kaus putih polos dan celana pendek selutut. Dia lelah, ingin segera tidur meski sebenarnya ia bertanya-tanya dalam hati apa yang dipikirkan orang dihadapannya saat ini, sedari tadi tidak beranjak dari duduk dan bahkan tidak ada tanda-tanda ingin berganti baju atau membersihkan wajah. Apa dia tidak lelah pikir panji. Namun apa peduli Panji dia tidak minat untuk sekedar bertanya. Masa bodoh! begitulah.

"Tok tok tok"

Algis mendongakkan kepala saat mendengar suara pintu diketuk. Ia beranjak berdiri. Ia berjalan tergesa untuk membuka pintu namun suara Panji menghentikan langkahnya.

"Tunggu!" Panji berdiri berjalan menghampiri Algis yang tampak canggung.

"Biar aku saja yang buka kamu di sini saja," kata panji lalu berjalan kearah pintu melewati Algis .

"Klek."

Panji membuka pintu, berdiri di depan pintu, Pak Prayitno dan Bu Ambar istrinya, kedua orangtua itu tampak terkejut mendapati panji lah yang membuka pintu. Wajah mereka tampak gugup dan canggung.

"Ehmm ... Nak Panji, maaf mengganggu tapi bisakah kita bicara sebentar di bawah Nak. Ada yang ingin Bapak dan Ibu bicarakan," kata Pak Prayitno ragu-ragu, Bu Ambar berdiri di samping suaminya matanya berusaha melihat ke dalam kamar. Namun tidak menemukan sosok Algis di balik punggung Panji.

"Apakah penting Pak? Kalau tidak mendesak sekali kita bicarakan besok pagi saja. Saat ini saya lelah sekali."

"Glek ...." Pak Prayitno menelan ludah.

"Ehh ... anu sebenarnya penting . Tapi kalau Nak Panji memang sudah lelah ya sudah istirahat kita bicarakan besok pagi saja."

"Baiklah Pak."

"Kalau begitu Bapak permisi dulu Nak Panji."

"Iya Pak." Panji tersenyum ramah lalu menutup pintu.

Sedangkan Pak Prayitno buru-buru menarik istrinya menjauh dari pintu kamar Panji dan Algis. Mereka kembali ke kamar mereka sendiri.

Bu Ambar meronta berusaha melepaskan diri dari tarikan suaminya.

"Bapak ini apa-apaan Pak , kenapa Bapak bicara seperti itu? Kenapa gak jadi ngomong sama Panji?" kesal Bu Ambar.

"Ibu ndak dengar apa? Nak Panji bilang sudah lelah mau istirahat. Bapak bisa apa Bu, di sini dia mantu Bapak kalau di kantor dia itu atasan Bapak anaknya bos besar."

"Tapi Algis anak kita masih di dalam Pak, bahkan Ibu tadi gak bisa lihat Algis, Panji buka pintunya dikit banget. Lagian Algis itu kok gak keluar sih."

"Mungkin Algis lagi di kamar mandi Bu."

"Trus apa yang harus kita lakukan Pak?" sedih Bu Ambar, sungguh dia tidak bisa membayangkan jika Panji menyadari ternyata orang dihadapannya seorang laki-laki bukan gadis yang seharusnya menjadi istrinya.

"Kita tunggu saja Bu sebentar lagi pasti akan ada teriakan dan keributan." kata Pak Prayitno penuh dengan rasa putus asa dan pasrah.

Setelah kedua mertuanya pergi Panji menutup pintu. Dia kembali naik ke atas tempat tidur. Sesaat dilihatnya sosok Algis masih berdiri di tempat yang sama menunduk seperti patung.

MY WIFE IS A BOY (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang