Lelaki yang baik adalah menjaga wanitanya, bukan malah menyakiti
Vania Agatha.
_-_-_-_
Aku keluar dari kamar mandi dengan tubuh segar. Hidungku terus terusan menghirup rakus aroma harum yang semerbak berasal dari tubuhku.
Kegiatanku terhenti saat tiba tiba pintu kamar diketuk dengan tiba tiba.
"Iya tungguuu" Teriakku seraya berjalan menuju pintu.
"Apa Bun?"
"Sana minggir bunda mau lihat kamarmu" Ucap bunda seraya mengibaskan tangan meminta jalan.
Aku sedikit menyingkir memberi akses jalan.
"Tumben rapi"
"Kata bunda sendiri kan kalo anak cewek harus rapi" Jawabku menduduki kasur.
"Besok paling juga berantakan lagi"
Aku memutar bola mataku.
"Aduh" ringisku saat bunda menoyor dahiku.
"Bunda mau keluar beli bahan masak sama simbok ditemeni pak yan. Kamu temeni adikmu sana jangan dikamar mulu"
"Iya bundaku"
_-_-_-_
Kakiku menuruni satu persatu tangga yang membawaku menuju ke lantai pertama. Aku menoleh ke ruang keluarga, disana sudah terdapat Veno yang asik bermain game online namun tv dibiarkan menyala.
"Si bocil bikin ulah mulu ya bund" sindirku dengan keras seraya menuju ke dapur mencari apa saja yang bisa ku makan.
"Iri bilang bos" Balas Veno songong.
"Bos kok iri" sahutku tak mau kalah.
"Nah gitu dong bik" Ucap Veno saat aku menaruh makanan yang kubawa dari dapur ke meja keluarga.
"Gue mah ambil makanan buat gue sendiri mana Sudi ngambilin lo?" balasku.
"Mana ada kakak gitu sama adeknya??"
"Sejak kapan gue punya adek?"
"Ini kan adek lo" Balas Veno sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Lo mah anak orang yang dititipin ke bunda terus bakalan diambil lagi" Ocehku
"Lo tuh yang anak titipan" Sahut Veno.
"Kok gue? Ya lo lah" Ucapku tak terima.
"Lo"
"Lo"
"Lo!"
"Lo!!"
Ting tong
Ting tongSesi perdebatan kami terhenti saat bel rumah berbunyi. Pandangan kami sama sama mengarah ke pintu rumah.
Aku menoleh ke Veno memberi isyarat supaya dia beranjak membukakan pintu. Namun lagi lagi anak itu membuatku kesal setengah mati dengan sikap acuh tak acuh nya itu.
"Rasain tuh" ucapku setelah bantal yang kulempar mendarat sempurna di wajahnya.
"Nyari siapa ya?"
Bola mataku membulat. Jantungku berdegup kencang. Gawat.
"Lo ngapain sih kesini??" Ucapku dengan suara kecil dan berusaha membawa Deon menjauh dari rumah.
Deon diam.
Dia hanya menatapku dengan tajam."Gue cuma mau silaturahmi" Ucapnya seraya berjalan menuju pintu.
"Eh eh lo apaan sih? lo nggak inget sama omongan lo sendiri hah??"
"Gue inget"
"Terus kenapa bisa bisanya lo ada disini" tanyaku.
"Gue kangen. Kangen sama Lo" Ucap Deon berusaha mendekatiku.
Aku berangsur menjauh. Tidak percaya. Jelas aku tidak percaya pada apa yang Deon ucapkan.
"Lo nggak akan kerumah gue sampai gue sendiri yang ngijinin. Itu omongan lo kalo lo lupa"
"Gue inget Vani. Justru gue kira lo yang lupa sama omongan gue" Ucap Deon membuat ku semakin bingung.
Aku mengernyit pertanda tak mengerti apa maksud Deon ini.
"Gue pernah bilang bukan kalo gue nggak akan pernah kerumah lo sampai lo sendiri yang ngijinin.." Ucap Deon santai namun mampu membuatku bergidik.
Aku mengangguk.
Deon maju selangkah demi selangkah mendekatiku. Tak ingin terjadi hal yang tidak tidak akupun memundurkan langkahku sampai gerakkan ku terhenti saat tepat dibelakang ku terdapat kursi.
Deon mendorongku dengan sengaja sehingga posisiku sekarang tengah terduduk hal ini memudahkan Deon untuk mengurungku. Aku meringis kala kedua tangan Deon mencengkram bahu ku dengan keras.
"Dan gue ngerasa nggak adil saat cowok lain malah lo biarin masuk sedangkan gue? Enggak"
Mataku membola. Harusnya aku bersikap biasa saja karena hal apapun terlihat sangat mudah jika dengan Deon.
"Lo cemburu?" Tanyaku refleks
"Gue nggak cemburu Vani. Tapi lebih ke Harga diri. Emang lo siapa" Ucap Deon diakhiri dengan senyum sinis.
Deon semakin memajukan wajahnya. Aku mengerti mau nya. Dengan sengaja ku jauhkan wajahku hingga muncul jarak di antara kita. Deon semakin tersenyum sinis, dia berganti mencengkram pipiku kemudian
Cup
"Gue pergi"
Deon pergi setelah mencium pipiku. Aku menatap kepergian nya. Baru kusadari ternyata sedari tadi pakaian yang Deon kenakan semua serba gelap sehingga memudahkan dia untuk menyusup kesini.
"Malah duduk disini"
Aku terperanjat kaget setengah mati sebab kedatangan Veno yang tiba tiba.
"Apaan sih ngagetin aja"
"Salah siapa bengong malem malem, lagian siapa sih tadi yang dateng?"
"Oh itu.. tadi.. tadi ada.. ada orang tanya alamat. Alamat paket ituloh. Lo kan tau gue sering belanja online nah terus si kurir nya tanya alamat sama gue" Ucapku lalu beranjak masuk kedalam rumah.
"Rakus banget sih tuh mulut" ocehku saat melihat makanan yang tersaji hampir habis.
"Makanan kan buat di makan" balas Veno lalu menjulurkan lidah, kubalas tatapan sengit.
Ceklek
Pintu terbuka menampilkan bunda, simbok beserta pak yan yang sama sama membawa banyak belanjaan."Nah gitu dong akur" Ucap bunda berbahagia.
"Vani tidur dulu ya Bun. Mbok Vani tidur dulu ya. Mari pak yan" Ucapku sambil bergegas naik ke atas.
Saat sampai didalam kamar dan tak lupa mengunci pintu. Akupun menyenderkan tubuhku pada pintu kamar sambil mengingat kejadian beberapa saat yang lalu.
"Deon gila!" Ucapku bermonolog.
"Untung aja nggak ketawan"
"Ngeselin banget sih tuh orang" Sebalku sambil menaiki kasur.
"Mana sakit lagi" Ucapku lirih sambil mengusap bagian bagian yang Deon cengkram.
_-_-_-_
Posesif nya Deon kek nya mulai keluar nih🤣
Vote+komen+follow
Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love The Criminal
RomanceDipaksa jadi pacar dari seorang kriminal? Ini adalah kehidupan Vani yang mendadak berubah drastis setelah tragedi pemaksaan Deon. Semua orang menjadi segan padanya. Mengenalnya. Dan bahkan terkesan takut padanya, karena dia pacar dari seorang krimin...