Bertemu 2

2.1K 193 22
                                    

Selamat atas kacau balau-nya perasaanmu

Deon Addison.

_-_-_-_

Dua jam lebih aku menunggu kedatangan Deon. Sekarang aku tidak lagi duduk dilantai, melainkan berjalan mondar-mandir tidak jelas. Pikiranku berkecamuk sambil menyiapkan sumpah serapah yang akan kuberikan pada Deon. Berani tidaknya bisa dipikir nanti.

Entah sudah berapa kali aku berdecak, bedanya kali ini disusul dengan kata makian yang tiba-tiba saja terlintas di kepala. Aku sudah bosan setengah mati disini. Ditambah perutku meronta ingin diisi. Ini sudah melampaui batas menungguku. Seharusnya aku tengah bersantai di rumah, jika si Deon Deon itu tidak menculikku. Bicara soal rumah, aku jadi ingin menangis rasanya. Apakah ini adalah suatu hal yang direncanakan oleh Deon sebagai hukuman untukku. Namun, aku merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Pikiranku semakin kalut. Bagaimana ini, aku tidak bisa meminta bantuan pada orang jika datangku kesini bersama Deon. Bisa-bisa bukannya selamat dari kesusahan malah semakin kesulitan.

Suara deheman dibelakang menyadarkan diriku. Dia bukanlah sosok yang kutunggu selama lebih dua jam ini.

"Kok bisa disini?" Tanya Alan.

Aku menghembuskan nafas lelahku.
"Deon"

"Udah gue duga. Gimana ya Van" Alan menggaruk tengkuknya "Gue nggak bisa pulangin lo karena nanti pasti bakal ada salah paham sama pacar lo. Jadi gimana kalo gue panggilin orangnya. Gue curiga kalo yang lo tunggu malah lupa udah ditungguin"

"Nggak usah deh. Malah ngrepotin nanti" Ungkapku tak enak.

"Nggak ngrepotin kok beneran. Suer" Yakin Alan.

"Sorry ganggu. Mau ngambil pacar dulu"

Akhirnya yang ditunggu-tunggu telah menampakkan wujudnya. Deon langsung menarik lenganku membawaku pergi memasuki lift tanpa berpamitan dengan Alan. Dengan sahabatnya saja dia tidak ada ramah-ramahnya. Jika aku berada diposisi Alan, maka aku tidak akan sudi berteman dengan manusia seperti Deon lagi.

Suasana dalam lift sangat hening. Aku melirik tajam pada sosok didepanku. Sejujurnya, mulutku sudah sangat gatal ingin menghujaminya dengan segala sumpah serapah yang telah kususun. Namun nyaliku tidak sebesar itu, lebih tepatnya nyaliku menciut ketika berhadapan dengan dirinya. Otakku memutar memori saat-saat aku menjadi gelandangan selama lebih dari dua jam karena Deon.

Aku mendesah putus asa. Rasa kesalku tidak mungkin dapat aku lampiaskan sekarang. Tunggu, baru kusadari penampilan Deon terlihat berbeda. Pakaiannya telah berubah dari sebelum dia meninggalkanku. Apa sungguh mandi? Tentu saja dia mandi. Apa yang tidak bisa dilakukan selama dua jam lebih? Bahkan tidurpun juga bisa!

Batinku berteriak lelah. Aku bak gelandangan dilorong sana dan dia dengan blak-blakan menunjukkan dirinya tengah melakukan segala aktivitas dengan santai tanpa memikirkan diriku yang hampir gila menunggu kedatangannya. Bahkan pasangan suami istri pun tidak bisa melakukan hal semacam ini. Lalu dia? Aku menghela nafas untuk meredam emosi. Bahkan hubungan ini terjadi atas dasar pemaksaan, dan seharusnya ini bukanlah suatu hal yang mencengangkan lagi buatku, tapi sungguh yang Deon lakukan tidaklah berperikemanusiaan.

_-_-_-_

Aku bersiap untuk turun saat mobil Deon telah berhasil sampai ditempat biasa dia mengantar dan  menjemput. Memikirkan sebentar lagi akan dapat berendam, lalu makan dan setelah itu tidur membuatku tak ingin berlama-lama disini. Senyumku luntur seketika saat pintu mobil ini tidak berhasil kubuka. Tentu saja terkunci dan Deon adalah biangnya. Aku menghela nafas, haruskah diriku sepanjang hari terus emosi seperti ini?

"Lo ketemuan sama dia?" Ucap Deon dingin.

Aku mengernyit bingung. Dia siapa yang dimaksud.
"Dia siapa?"

"Tempo hari di rumah sakit"

"Oh Alan?"

"Jangan sebut"

"Tapi bener Alan kan yang lo maksud?"

"Gue bilang jangan sebut! Kenapa gitu aja lo nggak bisa nurut?!" Jawab Deon naik pitam.

Sesungguhnya aku cukup penasaran dengan alasan larangan Deon yang satu itu namun sialnya kepalaku berdenyut hebat. Aku menatap tajam kearah Deon si manusia tak tahu diri yang semakin berlagak memegang kendali penuh atas diriku.

"Bisa nggak sih buat hari ini cukup sampe disini? Asal Lo tau gue capek. Pengen makan pengen mandi pengen tidur. Lo pikir dua jam lebih enambelas menit nungguin lo nggak capek apa?" Aku menyahut.

"Oke"

Setelah berucap bukannya membukakan kunci mobil, dia malah menjalankan mobilnya menjauhi area rumahku. Aku menatap tak percaya padanya. Sungguh rasanya Ingin menangis sekarang juga. Mengapa wajah yang tampan tidak selalu menjamin sifatnya juga akan ikut tampan.

_-_-_-_

"Gue bisa makan dirumah" ucapku lirih namun pastinya manusia didepan sana sanggup mendengarnya.

Deon membawaku ke sebuah restoran yang terkenal dengan spaghetti paling enak seantero ibukota. Ini adalah restoran mahal yang aku saja hanya pernah sekali menginjakkan kakiku kesini, itupun sudah lama.

"Lo bilang pengen makan mandi tidur. Tapi gue cuman bisa bantu opsi pertama. Untuk opsi dua dan tiga gue harap lo bisa sabar" Ucap Deon terdengar ambigu untukku. Sambil berfokus pada ponselnya dia melanjutkan ucapannya "tempat ini bisa dibooking paling lama sejam, kalo makan lo lebih dari sejam berarti lo mau semakin banyak orang tau kita berhubungan"

Aku mendengus mendengar semua jawaban panjang lebar yang Deon berikan. Apa itu artinya dia akan semakin bertingkah kurang ajar padaku. Sungguh, lebih baik tidak usah dijawab jika hanya menambah kesal saja.

"Gue cabut"

Dua kata yang keluar dari bibirnya sukses membuat kunyahanku melambat. Aku mendongak menatap tubuh tinggi Deon yang telah berdiri dari duduknya. Dalam diam dia pun berjalan melewati diriku. Aku menatap punggung Deon yang semakin menjauh, tak sadar aku menghela nafas kemudian kembali berfokus pada hidangan didepan. Tak apa, ini sudah biasa. Namun hal yang tidak biasa terjadi, wangi maskulin khas Deon kembali tercium kuat di hidung. Mungkin saja sesuatu miliknya telah tertinggal disini, sehingga aku tidak mempedulikan apapun selain menghabiskan makananku. Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh puncak kepalaku. Tak lama sebuah kecupan singkat mendarat disana. Dengan terkejut aku mendongak. Tidak ada penjelasan apapun yang kudapat darinya karena setelah kecupan itu Deon kembali berjalan menjauh.

_-_-_-_

Deon selalu tak terduga wkwk(⁠≧⁠▽⁠≦⁠)

Vote+komen+follow

Terimakasih.

Love The CriminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang