Fakta bikin kecewa

5.4K 383 12
                                    

Jangan pernah lelah dengan sikapku

Deon Addison.

_-_-_-_

Deon menurunkan ku ditempat biasanya. Setelah mendapat telepon dari seseorang dia buru-buru memutar kemudi dengan emosi yang luar biasa menakutkan dan melupakan acara yang dia buat sendiri. Tidak perlu ku deskripsikan perasaanku saat ada seseorang membatalkan janjinya. Tapi yang jelas aku tidak bisa berbuat apa apa selain menuruti kemauannya.

Aku berjalan lemas menuju ke kamar. Wajar saja jika tubuhku terasa lemas sekali karena aku telah melewatkan makan siang ku ditambah tenagaku sudah habis terkuras setelah mendapat siksaan dari Deon tadi.

Saat ini aku tengah merebahkan diri diatas pulau kapuk guna menghilangkan rasa letih yang menjalar di tubuhku. Tiba tiba Pikiranku tertuju pada kejadian saat Deon menciumku. Aku berdecak kesal karena untuk yang kesekian kalinya aku kecolongan lagi.

Ting.
Ponselku berbunyi.

+62 34xx xxxx
Saya butuh bantuan kamu, Temui saya besok di kafe delima raya. saya tunggu kamu di jam makan siang. sampai ketemu..

"Nomor ini lagi" jelas aku mengenali nomor ini, sudah beberapa kali nomor ini mengirim pesan tidak jelas padaku. Namun baru kali ini aku merasa ada dorongan kuat yang membuatku bertekad untuk pergi.

_-_-_-_

Saat ini aku tengah berdiri tepat didepan kafe Delima Raya. Entahlah, aku hanya mengikuti kata hatiku yang semakin ingin tau siapa gerangan pemilik nomor ini.

"Bener ini kan kafenya"

Pintu berbunyi saat aku memasuki kafe ini. Akibatnya, sebagian pengunjung kafe memandang kearah ku. Mataku menjelajahi seluruh sudut di kafe mencari siapa gerangan pemilik nomor misterius itu. Aku mendadak keringat dingin membayangkan pemilik nomor itu. Ditambah tatapan pengunjung sama sekali tidak pernah lepas dariku.

"Kak Vani ya? Mari kak saya antar"

Aku menatap penuh tanya kepada karyawan bernama tag Icha, tapi dibanding harus menjadi pusat perhatian aku lebih memilih mengikuti langkahnya saja.

"Silahkan kak" Ucap Icha.

Aku berdiri sambil menatap sekitar setelah sepeninggal Icha. Baru kusadari bahwa kafe delima raya menyimpan sejuta keindahan di dalamnya, pantas saja setiap lewat kafe ini tidak pernah sepi oleh muda mudi.

Suara deheman membuatku tersadar akan tujuanku datang kesini. Aku membalikkan tubuhku, seorang pria berusia sepantaran dengan bunda berdiri menghadap ku.

"Selamat siang vani"

Mulanya aku merasa salah orang karena berfikir bahwa tidak mungkin orang di depanku ini adalah yang mengirim pesan padaku, karena dari setelan yang dipakai nya terlihat bahwa dia bukan orang biasa. Namun saat mendengar namaku disebut, aku merasa memang beliaulah orangnya. Terlebih pria didepan ku ini memiliki wajah yang mirip dengan orang yang pernah kutemui sebelumnya.

"Selamat siang pak.."

"Bara, saya Bara"

Aku mengganggukan kepala lalu mendudukkan diriku ke kursi setelah dipersilahkan.

"Saya belum pesan makanan karena saya takut kamu ada alergi jadi silahkan kamu pilih makanan kesukaan kamu" Ujar pak bara seraya memberiku buku menu.

"Maaf sebelumnya, tapi bagaimana bisa pak bara tau nama saya? " Ucapku berhati hati.

Aku memandang lurus menghadap Pak bara. Dia menundukkan kepalanya, terlihat sedang menimang sesuatu, lalu kembali tersenyum menghadap diriku.

"Saya Ayah Deon" Ungkap om bara setelah terdiam beberapa detik.

Aku tercekat mendengar pernyataan itu. Pantas saja wajah pria didepan ku ini sangat familiar bagiku. Memang benar bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, buktinya, wajah pria didepan ku ini benar benar tidak kalah menawan dari putranya meskipun keriput mulai muncul di wajahnya. 

"Saya sadar, mungkin kamu merasa tidak nyaman dengan pesan yang saya kirim juga soal parfum, saya minta maaf akan semua itu. Tapi saya benar-benar butuh bantuan kamu"

Aku menahan nafas beberapa saat.
Sekarang perlahan semua sudah jelas, parfum dan makanan itu bukan Deon pengirimnya. Aku tiba tiba merasa sedikit kecewa dengan fakta yang kudapat barusan. Aku terlalu naif mengharapkan Deon bersikap baik. Memang benar seharusnya jangan mudah membangun ekspetasi terlalu tinggi jika tidak ingin jatuh terlalu dalam.

"Maaf Saya..saya nggak bisa"

Sudah cukup beban menjadi kekasih seorang Deon. Aku benar benar-benar tidak sanggup apabila harus bertambah beban lagi menyangkut tentang Deon. Terlebih aku merasa tidak pantas jika harus ikut campur masalah antara Ayah dan anak ini.

"Istri saya meninggal saat Deon berumur 9 tahun karena sakit. Waktu itu dunia Deon mendadak hancur lebur begitupun dengan saya. Berbagai cara saya lakukan untuk membuat Deon mengikhlaskan kepergian mommy nya. Namun, sayangnya cara yang saya tempuh salah, saya malah mencari sosok pengganti dan Deon melampiaskan kemarahannya pada saya dengan mengikuti hal-hal buruk.." Pria di depanku terlihat menghembuskan nafasnya kasar dengan sesekali menatap kosong pada sekitar "saya hanya ingin agar Deon Sudi bertemu dengan saya, hanya itu..sebelum saya pergi.." Ucap pak bara dengan pandangan sendu.

Tentu aku terkejut mendengar pernyataan itu. Bukan apa apa, hanya saja aku termasuk orang asing, lalu mengapa dia dengan mudahnya memberitahuku hal sebesar ini.

"Maaf, saya benar-benar nggak bisa"

"Kamu bisa, saya yakin bahkan sangat yakin kamu bisa"

"Bapak nggak paham. Saya dan Deon hanya sebatas status dan tidak lebih. Saya.. saya merasa tidak pantas apabila ikut campur urusan keluarga pak bara" Ucapku meyakinkan.

"Kamu pantas karena kamu wanita pilihan Deon. Hanya kamu harapan saya satu satunya, saya hanya ingin bertemu putra saya sebelum saya pergi.."

Wanita pilihan katanya? Aku sudah kehabisan kata-kata sekarang. Lidahku terasa Kelu untuk sekedar menjawab lagi. Aku benar-benar tidak bisa bila harus ikut campur urusan keluarga ini. Aku takut apabila kehadiranku ditengah tengah mereka malah semakin memperkeruh keadaan. Namun, aku juga tidak tega membiarkan orang tua tersiksa batinnya semakin lama.

"Saya mohon bantuan kamu..Saya akan memberikan apapun sebagai imbalannya. Bahkan jika kamu mau separuh aset kekayaan, akan saya berikan asalkan saya bisa bertemu dengan putra saya"

"Saya bingung"

"Saya tidak meminta kamu memilih sekarang" Ucap Pak bara
sembari menyunggingkan senyumnya. "Saya paham betul bagaimana kelakuan anak saya pada kamu. Jadi lebih baik kita lupakan sejenak pembahasan yang tadi" Ujarnya seraya memberiku buku menu.

Aku tersenyum lebar menanggapi ucapan pak bara. Sungguh, siapa sangka pria seramah dia harus memiliki konflik dengan putra kandungnya.

_-_-_-_

Demi apa udah 1k pembaca Alhamdulillah >.<

Vote+komen+follow

Terimakasih.

Love The CriminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang