Kenyataan pahit

13.5K 896 22
                                    

Setidaknya cara gue masih wajar

Deon Addison.

_-_-_-_

Titititititititit....

Suara alarm membangunkan ku. Aku sedikit melakukan peregangan dan menguap. Bibirku tercetak senyum kala mengingat aku akan segera bertemu dengan para kakak tingkatku .

Hpku berbunyi. Melihat nomor yang menghubungiku membuat senyumku memudar. Aku tiba tiba dikembalikan pada kenyataan pahit. Ini adalah satu bulan setelah peristiwa pemaksaan itu terjadi tanpa bisa ku cegah lagi.

"Gue harap alasan Lo bukan lagi nggak dengar suara panggilan" Ucap Deon.

"Gue tadi lagi dikamar mandi ya mana bisa denger" Bohongku.

"Kirim foto sekarang. Gue butuh kabar lo" perintah Deon tanpa bisa dibantah.

Tanganku memukul mukul bantal kesal. Biarlah bantal dulu yang menjadi perantara. Dengan ogah kuarahakan kamera didepan wajah sambil berpose sejelek mungkin namun apalah dayaku yang sudah cantik dari rahim.

"Pagi Bunda" Suara Veno mengintrupsi.

Aku menatap nyalang dirinya saat mendengar hanya Bunda saja yang di sapa nya. Apa aku tidak terlihat.

"Heh bocil Lo nggak liat apa gue disini?" Protesku.

"Bun kok makin hari rumah ini makin serem ya ada yang ngomong eh nggak ada wujudnya"

Aku melongo.

"Kurang ajar banget sih Lo? Awas aja kalo Lo mau minta martabak. Nggak bakal gue beliin!"

"Kok sampai martabak dibawa bawa sih? Emang martabak nya salah apa?" Ucap Veno tidak setuju dengan ancamanku.

"Veno kamu nggak boleh gitu sama kakakmu. Siapa ya yang waktu kakak sakit bilang nya sayang kakak?" Goda Bunda.

Aku melihat Veno langsung menatap tajam Bunda. Membuatku semakin yakin bahwa itu asli bukan sekedar guyonan.

"Yaampun....So sweet" Ucapku sambil memasang muka gemas.

"Apaan si" ucap Veno dengan cemberut.

"Ributnya stop dulu. ditungguin tuh sama pak yan. Agak cepet dong sarapannya"

_-_-_-_

Aku melewati koridor yang masih sepi. Maklum. Hanya beberapa kelas yang masuk pagi ini. Dari jauh aku melihat beberapa teman kelasku berdiri didepan kelas. Aku berniat bertanya sekedar basa basi belaka. Namun hanya sempat membuka mulut, mereka sudah lebih dulu membubarkan diri.

Aku menghela nafas. Ini sering terjadi. Semenjak Deon memperkenalkanku sebagai pacarnya semua orang terkesan menjauhi ku dan menjaga jarak. Aku mengerti. Mungkin mereka berusaha untuk tidak mencari masalah pada ketua geng lesneiro.

Saat memasuki ruangan kelas. Aku hanya melihat satu orang cowok didalamnya yang menempati posisi duduk paling depan. Dia Fabian, cowok pendiam yang sering dibilang aneh oleh orang orang, dia selalu bodomat dengan keadaan sekitar alhasil dia dijauhi sekarang.

Aku berdehem beberapa kali tapi dia masih saja tidak mengalihkan pandangan nya. Pandangannya masih menunduk menatap buku tulis dan sesekali mengusap wajahnya dengan kasar. Dia stres?

Kuputuskan untuk duduk di sampingnya tanpa seijin dia.

"Gue udah yang soal itu. Lo mau lihat?" Ucapku.

Hening.

"Ini gue pakek cara penyelesaian yang beda dari dosen bilang, tapi hasilnya sama aja kok" Ucapku lagi.

Dia masih saja tidak bergeming sedikitpun dan mengganggap ku tidak ada.

"Punya Lo kan penyelesaian nya segitu. Punya gue segini" Pancingku.

Fabian masih saja sibuk dengan urusannya sendiri tanpa mau mengganggap hadirku. Wajar jika orang orang menyebutnya aneh karena dia hanya akan bicara saat dosen bertanya.

Aku mendapatkan ide saat perlahan satu persatu teman kelasku mulai memasuki kelas.

"Kok udah jam segini aja sih?"

Tubuhnya bereaksi panik terhadap ucapanku.

"Tawaran gue masih berlaku kok, nih" Ucapku.

Dia menerima buku ku lalu mulai memahami pekerjaanku.

"Thx" Ucapnya yang seketika membuat orang orang didalam kelas terkejut.

_-_-_-_

"Van emang Lo yakin gamau ijin dulu sama kak Deon?" Tanya Elena yang sudah kesekian kalinya.

Aku memutar bola mataku jengah.

"Yakin banget gue" jawabku ogah.

"Cari aman aja deh Van" Saran mira

"Lo berdua apaan sih kan yang penting bunda udah ijinin gue" Sewotku.

"Ya kan minta ijin sama pacar juga ada pentingnya Vani ku" komen Elena.

"Gue nggak pernah ngganggap Deon pacar gue atau siapa gue. Udah deh buruan jalan"

Akhirnya setelah perdebatan kecil di mobil aku Mira dan Elena pun sampai dimall. Sore ini mall sangat ramai. Untuk mengantri bayar kasir pun harus menunggu hampir satu jam hingga Mira yang notabenenya cewek barbar tidak sungkan untuk lesehan di lantai mall.

Aku membuka mulut hendak protes saat tiba tiba tiga orang cewek mengambil barisan didepan ku yang mengundang berdiri nya Mira dari duduknya.

Sebuah pemikiran gila terlintas di kepala Mira. Mira pun langsung membisikkan sesuatu ke Elena lalu menatapku penuh intimidasi.

"Van kak Deon Addison bakal marah nih kalo Lo lama disini?!" Ucap Elena tiba tiba dengan suara sangat keras.

Aku membelalakkan mata menatap Elena garang. Hendak membantah namun urung karena Mira lebih dulu menyahut.

"Gue harap marahnya kak Deon nggak anti mainstream kali ini" Ucap Mira sambil mengedipkan matanya guna membuatku menurut.

Aku menghela nafas. Mati mati an menahan diri untuk tidak mengumpat. Sekarang ini aku tengah menjadi obyek pengunjung mall yang tidak terhitung jumlahnya. Terdengar bisik bisik kemudian seketika barisan antrean yang tadinya bermain curang langsung mundur ke belakang.

Mira dan elena tersenyum kemenangan saat berhasil membayar belanjaan.

"Kenapa nggak dari tadi sih kita jual nama kak Deon?" Tanya Elena.

"Iya ya? Harusnya mah dari tadi jadi kita nggak harus capek capek antri hampir sejam!" Kesal Mira.

"Ngapain sih nyesel? Ga guna tau. Aww.. mir Lo kok tega banget sih?!" Ringisku sambil mengelus kepalaku yang baru saja di keplak Mira.

"Lagian Lo sih ngeselin!" Ucap Mira dan Elena berbarengan.

_-_-_-_

Yang pernah jual nama temen biar dapet ijin keluar?

Vote+komen+follow

Terimakasih.

Love The CriminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang