Menyetujui

1.8K 154 25
                                    

Apapun yang terjadi tetaplah stay with me

Deon Addison.

_-_-_-_

Senyum tulus ayah Deon menyambutku saat aku berhasil memasuki ruangan dimana beliau telah menunggu. Setelah dipersilahkan duduk, akupun langsung mendudukan tubuhku disebuah single sofa. Tak lama muncul seorang wanita yang membawa dua gelas berisi teh serta biskuit. Aku berdehem pelan.

"Saya mohon maaf karena seharusnya saya yang menemui kamu bukan malah sebaliknya. Karena sayalah yang butuh bantuan" Ucap pak Bara membuka pembicaraan.

"Tidak perlu pak. Malah saya sangat beruntung bisa kesini" Jawabku seraya tersenyum tipis.

"Ternyata banyak sekali ya kemiripan kamu" Sahutnya.

Aku terdiam beberapa saat "Kemiripan siapa pak?"

"Maksud saya, Kemiripan dengan tipe putra saya. Seperti kamu tipenya. Anak saya sangat pintar dalam memilih pacar" Lanjutnya dengan tetap tersenyum tulus.

Entah mengapa aku merasa itu bukanlah jawaban yang sebenarnya.

Aku mengulum senyuman "Setelah saya pertimbangkan, saya bersedia untuk membantu bapak bertemu dengan putra bapak" Ucapku yakin. Dapat kulihat senyuman tulus itu tergantikan dengan senyum penuh haru.

"Saya sangat berterimakasih" Ucapnya tulus.

"Tapi... saya harus memastikan beberapa hal terlebih dahulu" Aku mendapat anggukan sehingga melanjutkan Ucapanku "masalah bapak dengan Deon. Apa pak Bara yakin hanya itu?" Tanyaku hati- hati.

Hening beberapa saat hingga aku merasa pertanyaanku terlalu jauh.
"Sesungguhnya Putra saya menuruni sifat saya sepenuhnya. Namun Dia lebih keras kepala dari saya, itu yang mendasari masalah lainnya terjadi" Jawab pak Bara.

Aku menganggukkan kepala. Tidak berhak untuk bertanya lebih meskipun ingin sekali.
"Saya setuju membantu bapak, namun saya harap bapak juga setuju membantu saya"

"Apapun akan saya lakukan agar bertemu dengan putra saya secara langsung"

"Saya ingin lepas dari Deon" Ucapku dengan sekali tarikan nafas.

"Apa itu artinya saya harus merampas sumber kebahagiaan putra saya lagi?" Tanyanya lirih.

_-_-_-_

Sudah satu jam aku duduk termenung di taman kota. Ucapan pak Bara, ayah Deon masih senantiasa terngiang di pikiranku. Selepas mengucap hal itu, tiba-tiba pintu ruangan terbuka dari luar oleh sekretaris yang memberitahukan telah datangnya para kolega. Raut menyesal terpatri pada sosok didepan ku. Aku memaklumi hal itu, orang kaya memang sudah sepatutnya selalu sibuk.

Namun tentu saja ada rasa kesal dalam diriku. Mengapa waktunya sangat tidak tepat. Kolega pak Bara, mengapa harus datang bersamaan ditengah-tengah pembicaraan kami. Baru saja ingin mendengar penjelasan yang diberikan, tiba-tiba kolega datang. Mengapa aku merasa hal itu terkesan telah direncanakan. Merampas kebahagiaan lagi? Sebenarnya apa yang dimaksud pak Bara.

Seakan menemukan pencerahan. Aku teringat dengan ucapan pak Bara sewaktu kami bertemu untuk pertama kalinya. Seingatku beliau pernah berkata akulah wanita pilihan Deon. Namun hingga saat ini masih saja belum dapat aku ketahui alasan dibaliknya. Wanita pilihan apa jika setiap bertemu perlakuannya terlampau kejam padaku. Aku rasa malah sebaliknya. Akulah wanita yang sedang dilanda kesialan, bukan pilihan. Meskipun tidak selalu bertindak kejam, Deon sesekali juga bertindak tak terduga. Seperti tiba-tiba mencium di pipi, bibir, dan yang terakhir di puncak kepala.

Aku berdecak tatkala telah sadar dengan pemikiran yang semakin ngawur itu. Fokusku haruslah berpusat pada pak Bara, bukan malah ke anaknya. Apa yang pak Bara ucapkan baik dipertemuan pertama maupun hari ini sedikit mengundang kecurigaan. Pak bara bilang, aku sangat mirip dengan seseorang meskipun sempat disanggah oleh jawaban yang lain tapi aku sangatlah yakin jika pak Bara pun tidak menyadari ucapan itu keluar dari bibirnya, sehingga jawaban yang diberikan padaku terdengar bukanlah yang sesungguhnya. Ditambah diwaktu yang tidak tepat bagiku, seseorang hadir seakan menghalangi kebenaran untuk aku ketahui. Aku memijit kepala yang terasa sedikit pening. Setelah hubungan dengan Deon berakhir aku harap sesuatu yang menyulitkan juga ikut berakhir bersamaan dengan hubungan ini.

Perutku mulai meronta untuk diisi. Hal itu membuyarkan segala pikiran yang berputar dikepalaku. Langsung saja aku bangkit dari duduk lalu berjalan menuju dimana taksi berjejer rapi. Tujuanku untuk pulang, lalu menyantap seporsi ayam kecap buatan simbok.

Di perjalanan taksi yang kutumpangi tiba-tiba mengerem mendadak tatkala sebuah mobil yang sangat kukenal menyalip dengan tidak tau dirinya. Hal itu memancing umpatan keluar dari pengemudi taksi didepanku. Itu adalah mobil yang pernah Deon kendarai. Dari gosip yang beredar selama ini, Deon tidak pernah mengijinkan barang pribadinya dipinjam siapapun meskipun oleh teman dekatnya. Dan itu artinya mobil itu pasti dikendarai oleh Deon sendiri.

"Bahaya banget kebut kebutan" Ucapku tanpa sadar.

"Minta dikasih pelajaran emang..dikira jalan punya bapak dia apa? untung aja nggak ketabrak, Ntar kalo ditabrak minta ganti rugi lagi. Mbak nggak papa kan? Ada yang luka??" Omel pengemudi supir taksi.

"Nggak ada pak aman"

"Bener-bener sesekali harus dikasih pelajaran tuh"

Aku mengulum senyumku. Bukan niat untuk mengejek, hanya saja aku berpikir dapatkah pelajaran yang dimaksud akan dapat tersampaikan jika mengetahui siapa pengemudi mobil tersebut. Harapanku pastinya agar sesekali manusia seperti Deon itu dapat mendapat balasan dari perbuatannya, pasti akan sangat menarik jika melihat wajahnya ditimpa suatu masalah.

Di pemberhentian lampu merah, taksi yang kutumpangi bertemu lagi dengan mobil yang Deon kendarai. Dan sialnya posisi taksi ini bersampingan langsung dengan mobil yang Deon kendarai. Aku harap Deon tidak menyadari keberadaanku, meskipun sangatlah minim karena kaca dalam taksi ini tembus pandang berbeda dengan kaca mobil milik Deon. Aku menyibukkan diri dengan jari-jari tanganku dan sesekali memandang kearah jendela sebelah kanan, jendela yang berlawanan dengan tempat mobil Deon berada.

Ternyata Keberuntungan tidak berpihak padaku, karena dari ujung mata aku dapat melihat kaca mobil Deon diturunkan. Mungkinkah Deon sudah sadar aku disini? Aku kembali menunduk menyibukkan diri dengan memandang jari-jari. Semoga saja Deon berpikir aku memang tidak menyadari keberadaannya. Saat lampu berubah hijau, barulah aku dapat bernafas lega. Deon dan taksi yang kutumpangi telah berbeda arah tujuan. Aku menyenderkan kepala pada kaca taksi ini. Berdecak pelan seraya membatin dengan keras.

"Mengapa kesialan selalu mendampingi kemanapun gue pergi" Batinku frustasi.

_-_-_-_

Sebagai ucapan maaf karena lama ga up jadi hari ini aku update 2 part sekaligus yey🤗 vote lebih 100 dong biar aku makin semangat💪

Vote+komen+follow

Terimakasih.

Love The CriminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang