chapter 04

465 48 1
                                    

Martin membuka pintu rumahnya yang sangat terlihat sepi. "Annie?.." nada bicara seruan bagai bertanya. Martin tidak mendapatkan sautan. Dia pergi menuju kamar Annie. Dibukanya pintu kamar Annie "Annie?.." seruan pelan dari Martin berjaga jaga agar jika Annie tertidur dia tidak membangunkan Annie.

Dilihatnya putri kecil kesayangannya yang sedang tertidur. Di usap pelan rambutnya. Tiba-tiba tetes demi tetes air mata terjatuh dari mata Martin dan mendarat di pipi Annie. Merasakan tetesan air menyentuh wajahnya, Annie terbangun dari tidurnya.

"Ayah?" suara serak keluar dari mulut Annie yang baru saja terbangun dari tidurnya. Tangan kecil Annie menyentuh wajah martin meraba raba wajah Martin.

Mata Martin semakin memanas ketika melihat kedua kelopak mata Annie. Martin selalu teringat istrinya tercinta. Putrinya terlalu mirip dengan sang istri. Itulah alasan mengapa Martin terlalu menyayangi Annie.

Martin memalingkan wajahnya dari Annie sambil mengusap air mata yang sempat membasahi wajahnya. Tak sengaja mata Martin terpaku. Dilihatnya aquarium berisi Ikan koi yang dia hadiahkan kepada Annie sudah mati mengambang. Dengan air di dalam aquarium merah tercampur dengan darah ikan. Dia mendekati aquarium tersebut. Melihat keadaan ikan koi milik Annie.

Banyak sekali bekas tusukan di badan ikan tersebut. Mata ikan itu pun tertusuk jarum. Martin memandangi putrinya. Annie membalas tatapan Martin dengan senyuman.

"Coba jelaskan apa yang kamu lakukan pada ikan pemberian ayah?" tanya martin kepada Annie sambil menunjuk aquarium berisi mayat ikan. Annie menggeleng kepalanya tanda tak ingin menjelaskan. Martin membuang nafas kasar mengambil aquarium berisi mayat ikan lalu berjalan keluar kamar Annie.

Annie menatap kepergian ayahnya. Dia mengikuti langkah ayahnya menuju toilet untuk membuang ikan tersebut.

Saat keduanya tengah duduk santai di ruang tamu. Annie tiba-tiba mempertanyakan pertanyaan yang sangat aneh "Ayah.." seruan Annie yang membuat ayahnya berpaling wajah dari layar televisi hingga kini menatap wajah anaknya. "Ada apa Annie?" jawaban Martin dengan 90% senyuman murni yang terukir di wajahnya.

"Jika aku seorang pembunuh apakah ayah akan tetap menggapku seorang anak ayah?" pertanyaan Annie hanya membuat Martin tertawa. "Kau ini bicara apa?  kau ini masih kecil, mana mungkin berani membunuh hahaha," jawaban Martin sambil menertawakan pertanyaan Annie tanpa tau bahwa semua yang di pertanyakan Annie serius.

Melihat ayahnya tertawa. Annie hanya ikut tertawa. "Iya juga ya, mana mungkin anak umur 10 tahun jadi seorang pembunuh," ujarnya sambil kembali tertawa.

Saat berada di sekolah Tiana melihat Annie dengan ketakutan lalu berlari menjauh. Annie menaikan sebelah alisnya memperhatikan langkah cepat Tiana yang mulai menjauh. Seseorang menarik tangan Annie masuk ke dalam kelas.

Natan menarik tangan Annie hingga mereka berdua duduk di kursi biasa mereka duduk.
"Annie.." Natan
"Ya .." jawab Annie sambil menatap wajah Natan.
"Jika aku menjauh darimu bagaimana?" tanya Natan. Annie memalingkan wajahnya "Akan ku bunuh kau,"

Mendengar jawaban Annie,  Natan hanya tertawa bahkan terbahak hingga menepuk nepuk punggung Annie. Annie menatap Natan dengan tatapan sinis. Hingga Natan mulai diam. "Kau ini banyak bercanda. Mana mungkin kau tega membunuhku hahah," ujar Natan.

Annie tersenyum tipis lalu melanjutkan kegiatannya menulis di buku hariannya.

Entah apa yang terjadi pada Bu Emili hari ini. Matanya selalu terfokus ke arah Annie. Mengawasi terus pergerakan pergerakan kecil yang di lakukan Annie. Annie sadar dia sedang di awasi. Dia bertingkah laku seperti biasa. Bahkan terlihat lebih ceria dari biasanya.

Annie merasa bahwa ada hal besar yang telah Emili ketahui tentangnya. Namun Annie tetap tenang.

Istirahat tiba, Annie tidak keluar kelas. Annie lebih memilih menghabiskan waktu untuk menulis di buku hariannya. "Annie?.." seruan bagai tanya memanggil Annie. Annie menoleh tanpa menjawab seruan tersebut.

Terlihat Emili dari luar kelas melambai lambaikan tangannya agar Annie mendekat. Melihat hal tersebut Annie menyudahi kegiatannya. Dia mendekat ke arah Emili. "Iya Bu Emili, apakah kau butuh bantuan?" tanya Annie kepada Emili. "Kau bisa ikut aku sekarang?" tanya Emili kepada Annie.

Annie mengangguk lalu berjalan mengekori langkah Emili menuju ruang guru. Pikiran Annie sudah menebak bahwa Emili akan bertanya tanya perihal kematian Aleta.

Dugaannya benar. Emili bertanya tentang hal tersebut.
"Annie, kau adalah orang terakhir yang berada di dekat Aleta kan?" tanya Emili kepada Annie. Annie tidak bodoh pertanyaan pertanyaan Emili sudah terbaca dan terlintas lintas dalam pikiran Annie.

Annie sudah menyiapkan ribuan jawaban untuk menjawab pertanyaan pertanyaan Emili. Annie mulai membuka mulut menjawab pertanyaan Emili. "Ya aku ada bersama Aleta namun setelah itu aku pulang karna bosan menunggu. Aku sangat menyesal meninggalkan Aleta sendirian disana waktu itu," jawaban penuh kebohongan dari Annie sambil menampilkan raut sedih seakan akan merasa bersalah. Annie ber akting menangis agar Emili lebih percaya padanya.

Melihat hal tersebut Emili memandang iba wajah Annie yang berderai air mata. Dekapan terasa memberikan kehangatan di tubuh Annie. Annie berhenti menangis terlukis senyum licik di wajahnya.

Tiana melihat kedatangan Annie dan Emili. Tiana berniat melaporkan apa yang dilihatnya kala itu kepada Emili. pelajaran pun usai. Semua anak pergi pulang meninggalkan sekolah.

***

ANNIE [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang