Wood

585 130 21
                                    


"Jeongyeon, tolong ambilkan kayu di hutan yaa." Pinta ibu Sana.

"Ne, eomma." Jeongyeon mengangguk.

Sudah 2 tahun lamanya sejak Jeongyeon memutuskan untuk tinggal bersama Sana dan ibunya. Hal itu ia lakukan untuk membalas budi keluarga itu karena telah menolongnya saat itu. Kehadiran Jeongyeon tentu saja banyak membantu keluarga Sana. Dari memotong kayu, berburu, dan menjaga Sana dan ibunya sudah Jeongyeon lakukan hingga saat ini. Bahkan ayah Sana saat pulang ke rumah sangat senang mengetahui kehadiran Jeongyeon sebagai anggota keluarga baru. Ayah Sana bersyukur Sana jadi memiliki kakak dirumah. Namun tanpa orang tua Sana ketahui, sosok 'kakak' tersebut sudah menjadi kekasih dari anaknya sejak 2 tahun yang lalu. Hubungan itu tentu saja mereka sembunyikan dan mereka tentu saja berusaha bersikap sewajarnya bila sedang bersama dengan ibu Sana begitu juga dengan ayahnya.

Pagi itu Jeongyeon berjalan ke hutan di sekitar rumah untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah terkumpul, ia memutuskan kembali ke rumah setelah itu membantu Sana di ladang kecil di belakang rumah.

"Butuh bantuan?" Tanya Jeongyeon begitu sampai di ladang.

"Tentu." Sana tersenyum menyambut kedatangan Jeongyeon.

"Bukankah masih besok waktunya panen?" Jeongyeon berjalan kearah Sana yang sedang memasukan kentang kedalam keranjang.

"Aku mencoba mencabut satu, ternyata sudah sebesar ini." Sana menunjuk ke arah keranjang yang penuh dengan kentang.

"Kalau begitu nanti kau akan ke kota untuk menjual ini?" Tanya Jeongyeon sambil mengangkat keranjang yang sudah penuh dengan kentang.

"Yeah, nanti temani aku ya." Angguk Sana.

"Baiklah tuan putri." Jawab Jeongyeon yang berhasil membuat Sana tersenyum bahagia.

Jeongyeon memang bukanlah orang yang romantis, namun perlakuan kecil dari Jeongyeon selalu berhasil membuat Sana sangat bahagia. Kehadiran gadis werewolf itu membuat kehidupannya lebih berwarna. Walaupun Sana hanya bisa bermanja manja pada Jeongyeon saat mereka mandi di sungai atau saat tidur di kamar.

"Huft." Setelah selesai mengangkat 5 keranjang kentang, Jeongyeon pun duduk di kursi yang ada di pinggir ladang.

"Kau lelah?" Tanya Sana yang datang membawa dua gelas minuman di tangannya, lalu duduk di samping Jeongyeon.

"Lumayan." Jeongyeon mengambil segelas minuman dari tangan Sana dan menenggaknya sampai habis.

"Eumh aku tidak kuat lagi bersembunyi seperti ini." Sana menyandarkan kepalanya di pundak Jeongyeon sambil memeluk tangannya.

"Hei nanti eomma lihat." Jeongyeon mengingatkan.

"Eomma sedang mencuci baju di sungai, tenang saja." Ucap Sana memenangkan.

"Benarkah?" Jeongyeon pun mengelus lembut rambut Sana.

"Sampai kapan kita akan terus bersembunyi seperti ini??" Tanya Sana sambil menatap wajah Jeongyeon.

"Sampai kita siap mengakuinya pada kedua orang tuamu. Kau taukan mereka mengharapkan kau menikah dengan seorang pria manusia bukan dengan seorang gadis werewolf sepertiku." Jawab Jeongyeon dengan lembut lalu mengecup pelan kening Sana.

"Dari dulu aku selalu siap untuk mengakuinya asal aku bisa bersamamu." Sana memeluk leher Jeongyeon.

"Benarkah?" Tanya Jeongyeon.

"Eum." Sana semakin mendekati wajah Jeongyeon.

*Chup

Jeongyeon menarik tengkuk Sana perlahan dan mengecup lembut bibir Sana. Hingga tiba tiba mereka langsung melepaskan tautan begitu melihat sosok ibunya sedang berdiri menatap kegiatan yang mereka lakukan.

"E-eomma!" Kaget Sana.

"Eomma." Jeongyeon pun ikut gugup.

"Bukankah kalian harus mengantar kentang ke pasar?" Tanyanya yang membuat keduanya bergegas berdiri.

"N-ne ini kami baru akan ke pasar." Jawab Sana.

"Kau pergilah sendiri, Jeongyeon tolong eomma untuk membuatkan api, sebentar lagi makan siang." Ibu Sana masuk kedalam rumah sedangkan mereka berdua langsung menjalankan tugas mereka dengan sangat canggung.

"Sana sudah berangkat?" Tanya ibu Sana.

"Ne, sudah eomma." Jeongyeon yang sedang menyalakan api pun merasa sangat canggung.

"Makan siang kali ini aku akan membuat sup yang kau suka Jeongyeon." Ucap ibu Sana sambil menyiapkan bahan masakan.

"A-ahh ne eomma." Jeongyeon mengangguj canggung dan berusaha memikirkan kata yang tepat untuk mengetahui pendapat ibu Sana dengan kejadian yang tadi dilihatnya.

"Anu e-eum eomma, soal yang tadi di belakang-" Ucapan Jeongyeon terputus.

"Aku sudah tau sejak lama." Ucapnya yang membuat Jeongyeon kaget.

"N-ne?" Kaget Jeongyeon.

"Kalian memang pandai bersikap didepanku, namun tatapan mata kalian berdua tak busa dibohongi." Ucap ibu Sana.

"A-apa??" Jeongyeon kebingungan.

"Awalnya kukira itu hanya tatapan rasa sayang sebatas sahabata atau adik dan kakak tapi melihat Sana yang selalu berusaha menempel padamu membuatku yakin kalau terjadi sesuatu diantara kalian yang mungkin tumbuh saat Sana merawatmu waktu itu, atau saat kalian tidur bersama, atau saat.. kalian mandi bersama? ntahlah aku tak tahu." Ucapnya yang berhasil membuat Jeongyeon membeku.

"L-lalu apa pendapat eomma tentang ini?" Tanya Jeongyeon yang masih tegang.

"Jeongyeon aku tau kau mencintai Sana, aku tahu perasaan itu tumbuh mungkin walau kau tak menginginkannya. Tapi kau pasti juga tahu bahwa Sana takkan bisa memiliki masa depan bila bersamamu. Ini memang hubungan kalian berdua, tapi sebagai orang tua aku menyarankan lebih baik untuk kalian memutuskan hubungan ini. Kalau kau ingin melihat Sana bahagia, kau pasti ingin melihatnya memiliki masa depan yang baik kan? kau pasti ingin melihatnya menggendong anaknya sendiri kan?" Ucapan ibu Sana membuat Jeongyeon terdiam.

"Apakah appa mengetahui ini juga?" Tanya Jeongyeon.

"Tidak, kurasa hanya aku. Kau tidak perlu khawatir Jeongyeon, aku akan tetap menganggapmu anakku." Ucap Ibu Sana.

"..." Jeongyeon hanya terdiam membisu.

Siang itu, setelah Sana pulang, mereka makan bersama walau dalam keheningan. Hingga malam hari pun Jeongyeon tak berbicara apapun pada Sana bahkan sekedar menatapnya.

"Jeongyeon, apa yang ibu katakan saat aku pergi? apa dia marah?" Tanya Sana begitu mereka sudah didalam kamar hendak tidur.

"Aniyo, dia tidak marah." Jawab jeongyeon singkat.

"Lalu apa yang ia katakan??" Penasaran Sana.

"Sudah malam Sana, ayo kita tidur." Ajak Jeongyeon.

"Baiklah, kalau begitu besok ceritakan yaa, good night sayang, saranghae." Sana tidur dipelukan Jeongyeon seperti biasa.

"Nado saranghae." Ucap Jeongyeon.

Malam itu, tanpa Sana sadari Jeongyeon bangun tengah malam dan memasukan seluruh barang barangnya kedalam sebuah tas ransel. Diam diam ia menulis surat dan bersiap untuk pergi dari situ. Dikecupnya kening Sana sebelum ia pergi. Walau tanpa tujuan, namun tekadnya sudah bulat. Ia sangat menyayangi Sana dan ingin yang terbaik untuk gadis itu. Sedangkan bila ia tetap ada disekeliling gadis itu, ia takkan bahagia.


















kek deja vu cerita sebelah Σ( ° △ °)

EthernalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang