Siang itu matahari amat menyengat jaringan hipodermis manusia yang ada di bawahnya. Beratus mahasiswa baru sedang di jemur sambil mendengar untaian ceramah dari beberapa dosen dan juga mahasiswa senior. Semangat para penuntut ilmu yang ada di dalam kerumunan itu amat di dukung oleh hangatnya sang surya. Tampak sebagian dari pada mereka mulai melonggarkan baju, mengambil buku atau kertas untuk di jadikan kipas pereda panasnya suhu bumi."Ya Allah ..., apakah neraka sudah berpindah ke bumi?" Seorang mahasiswa yang duduk di bagian belakang mengeluh sambil terus berusaha menyejukkan hatinya, ia membasahi kepalanya dengan air mineral yang di bawanya dari rumah.
"Husss!" tegur Farhan, "bicara itu pakai aturan, Bay. Sab-"
Belum sempat Farhan menyelesaikan ucapannya, Bayu sudah memotong dengan mengucapkan kalimat yang sering di ucapkan Farhan.
"Sabar, Allah menyukai orang-orang yang bersabar, itu 'kan?" ucap Bayu.
Farhan melentikkan jarinya sembari tersenyum dan memainkan mata kirinya.
Hampir satu jam lebih mereka mendengar wajengan, akhirnya acara penyambutan MABA baru selesai. Beratus anak manusia bergegas meninggalkan lapangan kampus ternama di ibu kota. Farhan, Bayu, Eko dan Fang bergegas meninggalkan lapangan mengikuti mahasiswa lain. Mereka berjalan santai sambil sesekali bercanda tawa, di susul oleh Akmal, Raja juga Zaki yang duduknya berjauhan dengan mereka.Belum sampai satu meter perjalanan, mereka melihat seorang mahasiswi yang jatuh dan pingsan akibat kepanasan.
Beberapa teman dari mahasiswi itu tampak berusaha mengangkatnya namun apalah daya dua orang gadis perempuan. Farhan tanpa pikir panjang segera menghampiri mereka dan memanggil beberapa temannya yaitu Bayu dan Raja membopong tubuh tak berdaya gadis itu keruang kesehatan kampus yang berjarak dua meter dari temapat mereka tadinya.
Akmal yang melihat tindakan Farhan menggeleng-gelengkan kepala, pikirannya menangkap pendapat yang salah oleh tindakan sahabatnya itu.
Setelah kejadian itu Akmal dan beberapa temannya yang tidak ikut dengan Farhan memutuskan pergi ke kantin kampus untuk mengisi perut mereka yang sudah memberi serunai peringatan makan siang. Bagaimana tidak, jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga sore, namun mereka belum sempat mengisi energi.
Akmal yang masih memikirkan tindakan Farhan membopong gadis yang bukan muhrimnya tak bisa serius menikmati makannya. Sebagai seorang yang sangat patuh pada ilmu agama menjadikan Akmal terkesan sedikit radikal.
Dalam lamunannya ia terus mengaduk mie ayam bakso pesannya, tingkah aneh Akmal di manfaatkan oleh Eko. Ia mencoba mengambil bakso di wadah Akmal. Namun siapa sangka, meski pikirannya sedang berkecamuk tapi indra lainnya tetap menjalankan fungsinya sesuai yang dibutuhkan. Akmal yang melihat pergerakan tangan Eko meraih bakso dengan perlahan terhenti oleh perlawanan garpu di tangan kiri Akmal. Akmal menghadang sendok Eko menuju baksonya.
"Masih kupantau," ucap Akmal.
Zaki dan Fang tertawa lepas melihat cengiran Eko yang tertangkap basah. Eko hanya bisa memperlihatkan deretan giginya yang di pagar atau memakai behel.
"Makanya, kalau mau mencuri itu lihat-lihat siapa targetnya," ledek Zaki yang belum bisa netral berbicara akibat tawanya.
"Lo sih Akmal, pake acara ngelamun, kan jadi ladang peluang buat ane yang sangat kelaparan ini," jawab Eko yang malah menyalahkan Akmal."Kalian gak risih melihat tindakan Farhan tadi?" tanya Akmal antusias.
Zaki, Eko dan Fang saling tatap-tatapan mendengar pertanyaan dari Akmal. Mereka bingung dengan apa hal salah oleh tindakan salah satu sahabat mereka, sementara mereka tahu bahwa Farhan tadinya hanya menolong.
"Wei! udah pada kenyang, nih," ucap Farhan menghampiri Akmal dan yang lain yang tengah bingung karena ia dan Akmal.
"Kak!" panggil Bayu pada salah satu penjaga kantin, Mi ayam baksonya tiga lagi, ya."
Akmal menatap Farhan yang kini duduk di samping kanannya, ia ingin menanyakan hal yang mengganjal dihatinya tadi.
"Farhan! Lo udah berdosa," ucap Akmal spontan.
Farhan kaget dengan tuduhan Akmal padanya, ia juga kebingungan akan itu. Dengan senyum ramah Farhan mencoba memperjelas maksud dari Akmal.
"Tunggu dulu, maksudnya apa ya, Mal?"
"Farhan! Lo udah menyentuh gadis yang bukan muhrimmu, dosa besar, aku rasa kaupun tahu bunyi hadist itu," tukas Akmal memfokuskan pandangannya pada Farhan.
Farhan tertawa kecil mendengar apa yang diucapkan Akmal, diikuti tawa oleh teman-temannya yang lain.
"Ya Rahman ... Akmal, gua cuma lima menit ngangkat gadis itu karena memang dia butuh bantuan, sementara kamu? Sampai sekarang gadis itu masih ada di pikirannmu," jawab Farhan santai dan tepat.
Teman-teman yang lain setuju dengan apa yang disampaikan oleh Farhan yang malah membuat dongkol hati Akmal, sebab pandangannya yang tak di benarkan oleh teman-temannya.
"Benar, Mal," bela Raja teman-teman lainnya.
"Ini pesananya." Pelayan kantin itu mengantar pesanan mereka yang baru datang tadi.
"Udah, sekarang kita makan dulu." Farhan dan yang lain menganggap hal itu biasa saja dan meneruskan menyantap hidangan di depan mereka. Sementara Akmal dengan dongkol hati tak terima pandangnnya di anggap enteng oleh sahabatnya.
Hal-hal demikianlah yang membuat mereka sering berseteru, perbedaan arah pandang yang kurang baik kerap kali menjadi pupuk kebencian di hatinya yang entah sampai titik mana mereka akan bisa bertahan pada kebencian hati sesama saudara seiman.
Raut wajahnya tak lagi bersahabat karena merasa terpojok, namun iapun berusaha untuk tak sampai pada puncak emosinya, bagaimanapun sungguh perilaku yang tercela bila ia marah di depan orang ramai pada sahabat-sahabatnya.
Allah telah meyinggung orang-orang yang telah menahan marah dan selalu memaafkan kesalahan saudaranya adalah salah satu ciri-ciri penghuni surga.
Dalam Al-Qur'an surah Ali Imran yang artinya :
"(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Sajadah Hijau
Espiritual"Ini sajadah hasil dari usaha kita, sampai kita selesai pada tujuan masing-masing, tujuh sajadah di ruangan hijau ini gak boleh berkurang." Itulah perjanjian dari tujuh orang pemuda yang meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu ke ibu kota...