Perihal Bahagia

164 35 10
                                    

Usaha tidak akan mengkhianati hasil, kalimat yang sering didengarnya dan dipercayai olehnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usaha tidak akan mengkhianati hasil, kalimat yang sering didengarnya dan dipercayai olehnya. Belajar setiap hari dan beberapa kali menganggu pacarnya ketika tidak paham, ternyata tidak sia-sia.

Entah sudah berapa kali Vandra tersenyum melihat nilai di raportnya hari ini. Menatap bundanya dengan binar bahagia dan mengatakan kalau dirinya ternyata bisa masuk sepuluh besar. Hal yang mungkin biasa saja bagi beberapa orang. Tapi bagi Vandra itu pencapaian yang luar biasa.

Bukankah definisi setiap orang berbeda-beda. Maka, definisi bahagia kali ini untukVandra adalah berhasil mendapat peringkat ke delapan di kelasnya.

"Gimana nilai Rian, La? Juara satu lagi, nggak?" tanya Lea yang tidak lain adalah kakak dari ayah Vandra.

"Alhamdulillah iya, Kak," balas Lula tersenyum ramah.

Lea berjalan ke arah Lula dan Vandra yang sedang berdiri di balik meja. "Tuh, Ra, kamu contoh Kakak kamu. Dia nggak pacaran, rajin, dari kelas satu nilainya bagus terus."

Selalu ada yang menganggu hari-hari terbaiknya. Vandra hanya menghela napas kasar dan mengangguk. Vandra tidak suka jika sudah seperti ini.

"Kamu jangan mau kalah sama Kakak kamu. Rian nggak pernah mengecewakan Ayah sama Bunda kamu," katanya membuat Vandra ingin mengeluarkan kata-kata mutiaranya. "Otaknya dipakai buat belajar, ya. Jangan buat pacaran terus."

Nggak apa-apa. Vandra anak baik, nggak boleh marah, batinnya berbisik mengingatkan. Belum lagi usapan tangan dari bundanya membuat ia semakin tersenyum ke arah tantenya itu.

Tapi, kalau diingat-ingat lagi. Haruskah setiap selesai semester ia selalu mendapatkan hal seperti ini. Dari dulu, Sekolah Dasar, naik ke jenjang selanjutnya, dan sampai sekarang pun masih sama. Mau sampai kapan? Dulu, mungkin Vandra diam saja karena belum terlalu paham, tapi sekarang ia sudah paham akan maksud kalimat-kalimat itu.

"Titip salam buat Evan sama Rian, ya. Nanti kalau ada waktu Kakak mampir buat ketemu sama mereka." Lea mengambil kue belanjaannya.

Lula mengangguk. "Nanti Lula bilangin sama mereka."

"Jangan pacaran terus, Ra. Tante pulang dulu," pamitnya mengacak rambut Vandra lembut.

Vandra tersenyum masam melihat kepergian tantenya. Jangan pacaran terus, ulangnya dalam hati. Kenapa harus status barunya juga harus dipermasalahkan sekarang. Perasaan selama ia berpacaran pun tidak menganggu kegiatan belajaranya. Bahkan, ia justru jauh lebih semangat dan berhasil masuk sepuluh besar.

Benar, selalu ada pembanding di setiap yang ia lakukan. Rian masuk lima besar, dirinya entah peringkat ke berapa. Dirinya masuk sepuluh besar, dan Rian berhasil juara kelas. Yang mereka lihat hanya selalu hasil, bukan usahanya.

"Vandra mirip siapa sih, Bun? Kayaknya, Kak Rian pintarnya mirip Ayah sama Bunda." Vandra menatap penuh tanya Lula. "Jangan-jangan Vandra dapat nemu di depan pintu lagi, ya?"

HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang